Selasa, 03 Februari 2015

Masail Fiqiyah Al-Haditsah

MASAIL FIQIYAH AL-HADISAH
HUKUM DONOR DARAH

DOSEN PENGAMPU :
ABU BAKAR, M. Si

STAIN Ptk

OLEH :
MARYAMATUL MUNAWWARAH


JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM  (KPI)
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK
2014
HUKUM DONOR DARAH
A.    Pengertian Donor Darah[1]
Syari’at Islam telah membahas segala urusan manusia, termasuk masalah-masalah kontemporer yang belum dikenal pada zaman dahulu. Di antara masalah kontemporer tersebut adalah donor darah, masalah ini cukup penting untuk kita kaji karena sebagian kaum muslimin terkadang bersinggungan dengan tranfusi darah. Bisa jadi dia membutuhkan darah atau dia hams “mendo-nasikan darahnya” untuk saudaranya. Terlebih lagi masalah ini menyangkut banyak hukum yang berkaitan dengannya.
Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah, donor darah biasa dilakukan rutin di pusat donor darah lokal dan setiap beberapa waktu akan dilakukan acara donor darah di tempat-tempat keramaian, misalnya di pusat perbelanjaan, kantor perusahaan besar, tempat ibadah, serta sekolah dan universitas.
Pada acara ini, para calon pendonor dapat menyempatkan datang dan me-nyumbang tanpa pergi jauh atau dengan perjanjian, selain itu sebuah mobil darah juga dapat digunakan untuk dijadikan tempat me-nyumbang. Biasanya bank darah memiliki banyak mobil darah. Untuk dapat menyumbangkan darah, seorang donor darah harus memenuhi syarat sebagai berikut :
·         Calon donor berusia 17-60 tahun
·         Berat badan minimal 45 kg
·         Tekanan darah l00-180 (sistole) dan 60-100 (di-astole)
·         Menandatangani formulir pendaftaran
·         Lulus pengujian kondisi berat badan, hemoglo-bin, golongan darah, dan pemeriksaan dokter
·         Untuk menjaga kesehatan dan keamanan da-rah, calon donor tidak boleh dalam kondisi menderita sakit seperti alkoholik, penyakit hepatitis, diabetes mellitus, epilepsi, atau kelompok masyarakat risiko tinggi mendapatkan AIDS serta mengalami sakit seperti demam atau influenza.
Donor darah juga memberikan manfaat kesehatan bagi sang pendonor. Setidaknya, ada lima manfaat kesehatan yang bisa kita rasakan :
·         Menjaga kesehatan jantung
·         Meningkatkan produksi sel darah merah
·         Membantu penurunan berat tubuh
·         Mendapatkan kesehatan psikologis
·         Mendeteksi penyakit serius

B.     Hukum Donor Darah Sesama Muslim[2]
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aali rahimahullah secara khusus memaparkan hukum donor darah yaitu ada tiga hal yang harus dibicarakan untuk menjawab pertanyaan di atas : Pertama, Siapakah orang yang menerima darah yang didonorkan itu ? Kedua, Siapakah orang yang mendonorkan darahnya itu ? dan Ketiga, Instruksi siapakah yang dipegang dalam pendonoran darah itu ?
Hal pertama : Yang boleh menerima darah yang didonorkan adalah orang yang berada dalam keadaan kritis karena sakit ataupun terluka dan sangat memerlukan tambahan darah. Dasarnya adalah firman Allah Ta'ala QS. Al-Baqaroh : 173.
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøŠyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ͍ƒÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎŽötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ  
Artinya : “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”.
Dalam ayat lain Allah juga berfirman yaaitu QS. Al-An’am : 119 yang artinya : “Dan sungguh telah dijelaskan kepadamu apa-apa yang diharamkan atasmu kecuali yang terpaksa kamu memakannya”.
Bentuk pengambilan dalil dari ayat di atas bahwasanya jikalau keselamatan jiwa pasien karena sakit atau luka sangat tergantung kepada darah yang didonorkan oleh orang lain dan tidak ada zat makanan atau obat-obatan yang dapat menggantikannya untuk menyelamatkan jiwanya maka dibolehkan mendonorkan darah kepadanya. Dan hal itu dianggap sebagai pemberian zat makanan bagi si pasien bukan sebagai pemberian obat. Memakan makanan yang haram dalam kondisi darurat boleh hukumnya, seperti memakan bangkai bagi orang yang terpaksa memakannya.
Sedangkan hal kedua : Boleh mendonorkan darah jika tidak menimbulkan bahaya dan akibat buruk terhadap si pendonor darah, berdasarkan hadits Nabi SAW : “Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan jiwa dan tidak boleh pula membahayakan orang lain”.
Dan hal ketiga : Instruksi yang dipegang dalam pendonoran darah itu adalah instruksi seorang dokter muslim. Jika tidak ada, maka kelihatannya tidak ada larangan mengikuti instruksi dokter non muslim, baik dokter itu Yahudi, Nasrani ataupun selainnya, dengan catatan ia adalah seorang yang ahli dalam bidang kedokteran dan dipercaya banyak orang. Dasarnya adalah sebuah riwayat dalam kitab Ash-Shahih, bahwasanya Rasulullah menyewa seorang lelaki dari Bani Ad-Diel sebagai “khirrit”, sementara ia masih memeluk agama kaum kafir Quraisy. Khirrit adalah penunjuk jalan yang mahir dan mengenal medan. (H.R Al-Bukhari No : 2104).

C.    Hukum Donor Darah Pada Orang Non Muslim[3]
Hukum bolehnya donor darah ini tidak ada perbedaan antara muslim dengan non muslim, maka boleh seorang mendonorkan darahnya untuk orang non muslim atau menerima donor dari non muslim. Hal ini berdasarkan beberapa firman Allah QS. al-Mumtahanah : 8-9
žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ   $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]tƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFtƒ šÍ´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ  
Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Oleh karena itu Allah tidak melarang kita untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum muslim. Dan di antara bentuk berbuat baik kepada mereka adalah dengan mendonorkan darah kita untuk mereka pada saat mereka membutuhkannya.
D.    Hukum Menjual Darah Untuk Kepentingan Transfusi
Jual beli termasuk salah satu sistem ekonomi Islam. Dalam Islam, ekonomi lebih berorientasi kepada nilai-nilai logika, etika, dan persaudaraan, yang kehadirannya secara keseluruhan hanyalah untuk mengabdi kepada Allah. Lalu bagaimanakah hukum menjual darah untuk kepentingan transfusi?
Dalam hadits Jabir yang diriwayatkan dalam kedua kitab shahih, Bukhari dan Muslim. Jabir berkata yang artinya sebagai berikut:[4] “Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan memperjualbelikan khamar, bangkai, babi dan berhala. (lalu Rasulullah ditanya para sahabat), bagaimana (orang Yahudi) yang memanfaatkan minyak bangkai yang mereka pergunakan untuk memperbaiki kapal dan mereka gunakan untuk menyalakan lampu? Rasul menjawab, semoga Allah melaknat orang Yahudi, diharamkan minyak (lemak) bangkai bagi  mereka, mereka memperjualbelikannya dan memakan (hasil) harganya”.
Hadits Jabir ini menjelaskan tentang larangan menjual najis, termasuk didalamnya menjual darah, karena darah juga termasuk najis sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Maidah : 3.
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosŒqè%öqyJø9$#ur èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur Ÿ@x.r& ßìç7¡¡9$# žwÎ) $tB ÷LäêøŠ©.sŒ $tBur yxÎ/èŒ n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºsŒ î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZƒÏŠ Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøƒxC uŽöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b}   ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ  
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan, pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Menjual darah untuk kepentingan transfusi diperbolehkan asalkan penjualan itu terjangkau oleh yang menerima bantuan darah, karena yang menjual darah atau donor memerlukan tambahan gizi untuk kembali memulihkan kondisi tubuhnya sendiri setelah darahnya didonorkan, tentunya untuk memperoleh gizi tambahan tersebut memerlukan biaya.
Demikian juga apabila darah itu dijual kepada suatu Bank Darah atau Yayasan tertentu yang bergerak dalam pengumpulan darah dari para donor, ia dapat meminta bayaran dari yang menerima darah, agar Bank Darah atau yayasan tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan lancar. Dana tersebut dapat dipergunakan untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan dalam tugas oprasional Bank Darah dan Yayasan, termasuk gaji dokter, perawat, biaya peralatan medis dan perlengkapan lainnya, akan tetapi bila penjualan darah itu melampaui batas kemampuan pasien untuk tujuan komersial, jelas haram hukumnya.

REFERENSI

Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary (ed.). 2002.  Problematika Hukum Islam Kontemporer Cet. 3, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus
www.binbaz.org.sa/mat/17465, akses tanggal 30 Juni 2014



[2] Op. Cit
[3] www.binbaz.org.sa/mat/17465, akses tanggal 30 Juni 2014
[4] Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary (ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2002) Cet. 3, hlm. 58