Selasa, 03 Februari 2015

Makalah KLA 1

KOMUNIKASI LINTAS AGAMA
AGAMA KRISTEN KATHOLIK

DOSEN PENGAMPU :
SAMSUL HIDAYAT, MA


OLEH :
MARYAMATUL MUNAWWARAH
1113111006

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM  (KPI)
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK
2014
AGAMA KRISTEN KATHOLIK

A.    Asal Usul Agama Katholik
Sesuai dengan petunjuk sejarah, Yesus kristus adalah pembawa agama Kristen. Ia berasal dari Nazared, lahir tahun ke 4 SM, tetapi sebagaian ada yang berpendapat antara tahun ke 7-5 SM, ketika berumur 27 tahun, ia mulai mengajar di Galilea dan kemudian meluas di kalangan penduduk Palestina. Ia dipercayaai membawa kabar gembira tentang penebusan dosa di samping memperlihatkan bayak mukjizat. Untuk kelanjutan ajaran yang dibawanya ia mengangkat 12 orang rosul.
Satu tahun sebelum ia meninggal dunia di kayu salib pada 7 april 30 M, ketika berusia lebih kurang 30-31 tahun, Yesus telah membentuk gereja di Yerussalem, yaitu ketika menunjuk petrus, salah seorang muridnya yang 12 sebagai kepala gereja. Dalam injil Matius ( 16:18) di sebutkan : “Dan aku pun berkata kepadamu : engkau adalah petrus dan diatas batu karang ini aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya’’. Bahkan Yesus mengangkat petrus sebagai kepala gereja yang tertinggi, sebagaimana di isaratkan dalam injil yahya (21:17).
Selain petrus, Paulus adalah seorang rosul yang mempunyai peran besar dalam penyiaran agam Kristen, ia berasal dari Tarsus di Sisilia, tetapi juga orang Yahudi sebagai mana halnya petrus. Pada mulanya ia menjadi penentang agama Kristen dan pada tahun 36 M ia pergi ke damaskus untuk mencari orang-orang Kristen untuk disiksanya, tetapi didepan pintu gerbang kota tersebut, konon Yesus menampakkan diri padanya sehingga ia jatuh pingsan. Setelah siuman, ia lantas bertaubat dan kemudian dipermandikan. Dalam sejarah hidupnya disebutkan bahwa ia menyiarkan agam Kristen karena mendapat wahyu dari Tuhan, sekalipun ia bukan murid Yesus dan belum pernah berjumpa dengan Yesus.



B.     Sumber Pokok Ajaran Katolik
Secara garis besar, sumber ajaran agama katolik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
  1. Hidup, keyakinan dan usaha dari jemaat-jemaat sepanjang sejarah : tradisi Kitab Suci sebgai Kisah Awal jemaat Krostianai
  2. Kesepakatan-kesepakatan antar jemaat mengenai keyakinan iman (rumus-rumus hasil “konsili”-pertemuan dari segenap jemaat- mengenai iman, ibadat dan hidup)
  3. Tradisi tidak tertulis : kebiasaan-kebiasaan (ibadat) dan moral.

C.    Pokok Ajaran Agama Katolik
1.      Orang beriman (kristiani) berbakti demi hidup manusia : keadilan dan hormat pada manusia
2.      Orang beriman (kristiani) berbakti kepada Allah demi hidup manusia : mengasihi allah dan mengasihi manusia
3.      Orang beriman (kristiani) berbakti kepada Allah bersama dengan Yesus : hidup orang kristiani mengikuti hidup Yesus
4.      Orang beriman (kristiani) katolik berbakti kepada Allah demi hidup manusia, bersama dengan Yesus bersekutu dengan orang kristiani lainnya : ibadat bersama orang kristiani.

D.    Konsep Tuhan dan Iman dalam Ajaran Katolik
Seperti yang telah diungkapkan dalam pengantar awal, banyak ditemukan pertanyaan di media internet soal ketuhanan dalam katolik. Iman Katolik dituding tidak masuk akal dengan konsep Trinitas dan dengan simplikasi pandangan menyatakan bahwa Tuhan dalam ajaran katolik ada tiga sehingga termasuk dalam golongan agama yang menganut Politheism. Konsep Trinitas dituding sebagai ajaran yang menunjukkan Allah diperanakkan dan memperanakkan. Tetapi tentu kita perlu menghargai ketidakpahaman atas sikap ini sekalipun menyesalkan propaganda yang kadang menyesatkan. Menurut Katekismus Gereja Katolik, Konsep Trinitas diuraikan sebagai berikut :
1.      Tritunggal adalah Allah yang satu. Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-Allahan seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah “sepenuhnya dan seluruhnya”.
2.      Ketiga Pribadi ini berbeda secara real satu sama lain, yaitu di dalam hal hubungan asalnya : yaitu Allah Bapa yang melahirkan, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus yang dihembuskan
3.      Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Perbedaan dalam hal asal tersebut tidak membagi kesatuan Ilahi, namun malah menunjukkan hubungan timbal balik antar Pribadi Allah tersebut.
Trinitas merupakan akar dan dasar dari Iman kekatolikan yang bertumbuh selama ribuan tahun dan terpelihara hingga kini. Dalam sejarah gereja beberapa kali konsep ini ditegaskan untuk menghindari penyimpangan dan penyesatan yang dapat terjadi dalam perjalanan waktu.
Konsep Trinitas itu merupakan ajaran yang menyatakan Allah kita Satu dan terdiri dari 3 pribadi. Pribadi yang dimaksud adalah Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus. Perlu dipahami dengan baik bahwa ini bukan pernyataan bahwa Allah itu tiga melainkan satu dalam 3 pribadi yang unik, satu sama lain tidak dapat dipisahkan sebab satu sama lain membangun kesempurnaan Allah yang Esa.
Sebagai sebuah pemahaman, hakekat kita sebagai manusia adalah sama untuk semua umat manusia, namun demikian kita sebagai manusia memiliki kepribadian yang membedakan kita dengan yang lain. Fakta bahwa kepribadian yang unik dan berbeda diantara manusia tak dapat mengabaikan bahwa kita seluruhnya adalah satu hakekat, manusia.
Begitupula hakekat bahwa Allah itu satu dan dilihat dalam 3 pribadi untuk membantu kita melihat karya keselamatan Allah yang mewujud lewat Penebusan Kristus Yesus dan pemeliharaan Roh Kudus sehingga karya itu dapat terus berlanjut sampai akhir zaman. Hakekat Tuhan yang satu tidak mengabaikan bahwa ada 3 pribadi yang saling terkait membentuk konsep ke- Allahan kita.
Kesatuan Allah dalam 3 pribadi ini dalam Kitab Suci diungkapkan oleh Yesus sendiri. Ia mengungkapkan “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30); “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” (Yoh 14:9) Di dalam doa-Nya yang terakhir untuk murid-murid-Nya sebelum sengsara-Nya, Dia berdoa kepada Bapa, agar semua murid-Nya menjadi satu, sama seperti Bapa di dalam Dia dan Dia di dalam  Bapa (lih. Yoh 17: 21). Pada bagian ini pernyataan keallahan Yesus ditegaskan oleh-Nya sendiri. Hal ini sejalan dengan sebutan Anak yang terkasih oleh Allah Bapa saat Yesus menjalani pembabtisan di sungai Yordan.

E.     Konsep Manusia Menurut Ajaran Kristen Katholik
Manusia adalah makhluk Tuhan yang pada mulanya diciptakan sesuai dengan gambar Allah. Manusia pertama, Adam, ditempatkan dalam sebuah taman yang subur dan indah dengan ketentuan agar memelihara dan mengelolanya, disertai peringatan : “Dari sekalian pohon di taman ini boleh kau makan, tapi  dari pohon pengetahuan baik dan jahat ini tak boleh kau makan buahnya, apabila kau makan daripadanya kau mesti mati” (Gen. 126:2, 25).

F.     Eskatologi Dalam Agama Kristen Katolik
Eskatologi dalam arti teologis adalah secara konkret berbicara mengenai pengharapan orang beriman akan kedatangan Allah. Orang beriman berharap kepada Tuhan (Mzm 31:25; lih 33:22; 38:16; 39:8; 42:6,12; 43:5; 130:7; 131:3). Berpuluh-puluh kali dikatakan bahwa Israel berharap kepada Tuhan. Tuhanlah “pengharapan Israel” (Yer 14:8, lih ay.22; 17:13).
Bersama pemazmur, orang Israel yang saleh itu berdoa : “Engkaulah harapanku, ya Tuhan kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah” (Mzm 71:5). Dari kutipan tersebut tampak bahwa pengharapan itu sekaligus ungkapan Iman yang kuat, sebagaimana juga tampak dalam kitab Yesaya ini : “Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab Tuhan Allah itu kekuatanku, Ia telah menjadi keselamatanku” (Yes 12:2). Selain unsur kepercayaan ada juga unsur eskatologis sebab pengharapan itu “harapan untuk hari depan: (Yer 31:13; bdk Hos 12:7).
Allah bukan hanya tujuan harapan, tetapi juga sumbernya : “hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku” (Mzm 62:6; lih Yer 29:11). Pengharapan ini memberikan perdamaian dan kepastian : “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut” (Mzm 46:2-3). “orang benar merasa aman seperti singa muda” (Ams 28:1).[1]
Dasar pengharapan adalah kesetiaan Tuhan akan janji-janjiNya, yang terbukti dalam masa yang lampau (Mzm 105-107). Maka itu, sang nabi dapat berkata dengan mantap : “Aku ini akan menunggu Tuhan, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku, Allahku akan mendengarkan aku” (Mikha 7:7; lih Mzm 42:6). Pihak yang kepadanya janji itu diberi adalah bukan pertama-tama orang perorangan melainkan dalam rangka perjanjian yaitu : segenap umat, berhubung dengan nubuat kenabian; sisa yang suci, dan baru dalam amanat apokaliptik, orang individual yang setia.
  1. Eskatologi Dalam Perjanjian Lama
    Menurut A. Lamorte dan G. F. Hawthorne ”Prophecy” dalam dictionary of teology bahwa nubuat dalam Perjanjian Lama dibagi dalam dibagi  tiga kategori penting. Pertama, nubuat tentang pembuangan bangsa Israel sebagai hukuman Allah terhadap dosa bangsa pilihan itu, namun Allah berjanji untuk memulihkan atau memulangkan bangsa tersebut setelah selesai periode pembuangan. Kedua, nubuat mesianik meliputi kedatangan seorang penebus Israel dan dunia (Yes 52:13-53:12; Mi 5:1-2). Ketiga, Nubuat eskatologis, yakni menunjuk pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di akhir zaman ketika Mesias datang kembali untuk mendirikan Kerajaan allah dibumi.
Selanjutnya, nubuat dalam Perjanjian Lama dapat dibagi yaitu pertama, yang sudah di genapi meliputi pembuangan Israel ke Asyur 722 SM dan ke Babel 586 SM serta pemulangan kembali bangsa Israel ke tanah perjanjian. kedua, nubuat dalam proses penggenapan  yakni menyangkut restorasi negara israel modern menurut para nabi (9Yes 27:12-13; Yer 31:31; Yeh 37:21). Ketiga nubuat yang belum digenapi yaitu pemulihan secara total tanah palestina bagi bangsa Israel (Yes 27:12-13; Yer 31:1-5; Yeh 37:11-14, penghancuran musuh-musuh Israel, (Yes 17:1-3, Yer 30:11), pertobatan kolektif bangsa Israel Yeh 37:6,10).
Menurut Mowinckel dalam buku Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama ia mengatakan Asal-usul gagasan adanya mesias dapat ditelusuri dengan gagasan raja yang Ilahi. Pengharapan mesias itu timbul karena pengalihan gambaran raja keturunan Daud yang ideal pada masa raja-raja masa yang akan mendatang. Didalam beberapa bagian Perjanjian Lama sering disebutkan bahwa dinasti Daud akan abadi, tanpa menyebut nama seorang putra Daud ( 2 Sam 7:12-17; Yer 33:17; Maz 88:4, 29; Maz 18:5).[2]
  1. Eskatologi Menurut Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru eskatologi merupakan gagasan yang kompleks sekitar Kerajaan Allah dalam pengajaran Yesus, kedatangan Anak Manusia, parousia, dan keadaan yang akan terjadi pada zaman yang datang.[3]
  1. Menurut Injil Sinoptis
Para penulis Injil sinoptis telah sepakat berbicara mengenai kemesiasan Yesus tidak saja melalui kesaksian langsung tetapi juga secara tidak langsung. Tradisi Injili secara keseluruhan didasarkan pada kemesiasan Yesus yang terucapkan maupun yang tidak terucapkan. Keseluruhan pesan pemberitaan para penginjil Sinoptik tidak akan dipahami, tanpa adanya pengakuan atas kemesiasan Yesus. Pemahaman eskatologis para penginjil tidak hanya menyangkut masa depan, tetapi jelas juga mengenai kini.[4]

G.    Upacara Keagamaan Kristen Katholik
Ada pula tradisi dalam masyarakat untuk masyarakat yang memelihara adat-istiadat tertentu.
Contohnya, dalam masyarakat Amerika ada tradisi “baby shower” untuk merayakan kehamilan pada usia tertentu, atau “bridal shower” bagi calon pengantin perempuan yang segera menikah. Di Indonesia kita juga mengenal upacara “appassili” pada masyarakat Bugis bagi calon pengantin, dan tradisi “tedak siten” di masyarakat Jawa bagi bocah berusia tujuh atau delapan bulan ketika dia mulai belajar berjalan.



REFERENSI

Bakker A. 1988. Ajaran Iman Katolik 2 untuk Mahasiswa, Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Hardjana AM. 2002. Penghayatan Agama, Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Ismartono I. 1993. Kuliah Agama Katolik, Jakarta : PT Penerbit Obor
Nico Syukur Dister, 2004. Teologi Sistematika, Yogyakarta : Pustaka Teologi & Kansius
W.R.F. Browning. 2007. Kamus Alkitab, Jakarta : BPK Gunung Mulia
M.H. Bolkestein. 1999. Kerajaan yang Terselubung, Jakarta : BPK Gunung Mulia




[1] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika, (Yogyakarta :Pustaka Teologi & Kansius, 2004), hlm. 506
[2] S M. Siahaan, Op Cit, hlm. 24
[3] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2007),  97
[4] M.H. Bolkestein, Kerajaan yang Terselubung, (Jakarta; BPK. Gunung Mulia, 1999),  110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar