SOSIOLOGI DAKWAH
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA
DOSEN PENGAMPU:
AMALIA IRFANI, M. Si
OLEH:
MARYAMATUL MUNAWWARAH
1113111006
JURUSAN KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK
2014
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA
Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau
seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut, perilaku diartikan
sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru
terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni
yang disebut rangsangan, berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi
atau perilaku tertentu. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena
adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Dalam memahami perilaku manusia, para ahli psikologi memiliki pandangan
yang berbeda-beda. Aliran Psikoanalisis misalnya, memandang manusia sebagai
makhluk yang berkeinginan (Homo Valens), oleh karenanya menurut pandangan ini
perilaku manusia ditentukan oleh keinginan-keinginan dan dorongan libido.[2]
Sedangkan aliran Behaviorisme memandang bahwa manusia adalah makhluk yang
bersikap pasif terhadap lingkungan, sehingga perilaku manusia menurut teori ini
merupakan bentukan dari kondisi lingkungan.
Selanjutnya dalam pandangan psikologi Humanistik berpendapat bahwa manusia
adalah eksistensi yang positif dan menentukan, berangkat dari pandangan ini
mereka berpendapat bahwa perilaku manusia berpusat pada konsep diri.[3]
Jika dicermati secara seksama, perbedaan pandangan dari masing-masing
aliran mengenai perilaku disebabkan adanya perbedaan pandangan terhadap konsep
tentang manusia.
Dalam pandangan Islam, manusia dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Menurut terminologi al-Qur’an manusia dapat
disebut al-Basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya, dari sudut ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan
primer dan makhluk generatif (berketurunan). Sedangkan dilihat dari fungsi dan
potensi yang dimiliknya manusia disebut al-Insan, konsep ini
menggambarkan fungsi manusia sebagai penyandang khalifah Tuhan yang dikaitkan
dengan proses penciptaan dan pertumbuhan serta perkembangannya.
Kemudian manusia dapat disebut al-Nas yang
umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya, manusia pun disebut sebagai al-Ins untuk
menggambarkan aspek spiritual yang dimilikinya.[4]
Dari sini dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk yang khas yang
memiliki berbagai potensi yang dapat memengaruhi perilaku mereka.
Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan, di antaranya ada yang yang
bersifat biologis yang berhubungan dengan reaksi organ tubuh. Pada umumnya,
kebutuhan tersebut muncul untuk memelihara keseimbangan organik dan kimiawi
tubuh, misalnya saja kekurangan kadar makanan atau kekurangan kadar air dalam
organ tubuh.
Ada pula yang bersifat psikologis dan spiritual, yang mana di antara kebutuhan ini ada yang
bersifat penting dan lazim yang bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan
kebahagiaan jiwa[5] Dari
kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut kemudian muncul berbagai macam motivasi
yang mendorong manusia untuk melakukan penyesuaian diri guna memenuhi semua
kebutuhan tersebut.
- Faktor Biologis
Sebagai makhluk hidup, manusia
memiliki motivasi biologis untuk mempertahankan eksistensi diri dan
kelangsungan spesies (keturunan). Mereka akan membutuhkan makanan dan
minuman untuk dapat bertahan hidup dan melarikan diri ketika melihat musuh yang
menakutkan serta membutuhkan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya.[6]
Utsman Najati (2003) menjelaskan
bahwa kebutuhan seksual sangat erat hubungannya dengan kepentingan kelangsungan
spesies.
Sementara itu kepentingan
mempertahankan eksistensi diri dapat terpenuhi melalui kebutuhan yang lainnya.[7]
Ketika muncul dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka kebutuhan
tersebut akan mendorong manusia melakukan upaya adaptasi yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian, munculnya perilaku atas dorongan
dari kebutuhan ini merupakan suatu keniscayaan bagi manusia sebagai makhluk
hidup.
Pada dasarnya motivasi biologis
muncul sebagai akibat tidak adanya keseimbangan organik maupun kimiawi dalam
tubuh manusia. Dalam studi ilmu psikologi modern, keseimbangan berbagai unsur
dalam tubuh manusia disebut dengan istilah homeostatis. Ketika motivasi
itu muncul maka akan mendorong manusia untuk melakukan upaya adaptasi yang
bertujuan untuk memuaskan kebutuhannya, upaya pemuasan ini bertujuan untuk
menyeimbangkan kembali kondisi tubuhnya. Oleh karena itu, Walter Cannon,
seorang dokter kebangsaan Amerika berpendapat bahwa tubuh manusia sebenarnya
memiliki kecenderungan yang mengarah kepada upaya penyesuaian diri guna
mempertahankan tingkat konsentrasi dzat dalam tubuh agar tetap konstan (homeostatis).[8]
Walaupun demikian manusia bukan
sekedar makhluk biologis, kalau sekedar
makhluk biologis, mereka tidak berbeda halnya dengan binatang. Dalam pandangan
Islam, hubungan seksual antara suami dan istri bukanlah sekedar untuk mencari
kenikmatan dan kepuasan birahi belaka. Namun hubungan itu lebih bersifat ikatan
rasa cinta, kasih sayang, dan kedamaian yang menyebabkan manusia merasa aman
dan tentram. Hubungan seksual tersebut dianggap sebagai hubungan kemanusiaan
yang sarat dengan ungkapan rasa cinta dan saling menghargai.
- Faktor Sosiopsikologis
Sebagai makhluk sosial, manusia
akan memperoleh beberapa karakteristik yang memengaruhi tingkah lakunya. Faktor karakteristik ini sering
disebut sebagai faktor sosiopsikologis yang dapat memengaruhi perilaku
manusia.[9]
Komponen afektif dari faktor sosiopsikologis terdiri dari motif sosiogenesis,
sikap dan emosi. Berikut ini penjelasan Jalaluddin mengenai motif-motif
tersebut :[10]
a. Motif sosiogenesis. Motif sosiogenesis merupakan motif sekunder
yang dapat memengaruhi perilaku sosial manusia. Secara singkat, motif-motif sosiogenesis
dapat dijelaskan meliputi motif ingin tahu, yang meliputi mengerti, menata,
menduga, motif kompetensi, motif cinta, motif harga diri dan kebutuhan untuk
mencari identitas, kebutuhan akan nilai dan kedambaan akan makna kehidupan serta
kebutuhan akan pemenuhan diri
b. Sikap. Sikap adalah salah satu konsep dalam psikologi sosial yang paling
banyak didefinisikan para ahli. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis
motif sosiogenesis yang diperoleh melalui proses belajar, ada pula yang melihat sikap dengan
kesiapan saraf sebelum memberikan respon. Dari beberapa definisi yang ada,
Jalaludin Rahmat (2007) menyimpulkan beberapa hal berikut : Sikap adalah
kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi atau nilai, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi,
relatif lebih menetap serta mengandung aspek evaluatif dan muncul dari
pengalaman.
c.
Emosi. Emosi adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh
gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Coleman dan
Hammen mengungkapkan bahwa emosi dapat berfungsi sebagai pembangkit energi,
pembawa informasi tentang diri seseorang, pembawa pesan kepada orang lain dan
sumber informasi tentang keberhasilan.[11]
- Faktor Spiritual (Ruhani)
Motivasi ini tidak berkaitan
dengan kebutuhan mempertahankan eksistensi diri atau memelihara kelanggengan
spesies, motivasi spiritual erat
hubungannya dengan upaya memenuhi kebutuhan jiwa dan ruh. Sekalipun demikian,
motivasi ini juga menjadi kebutuhan pokok manusia, karena motivasi inilah yang
bisa memberikan kepuasan hidup, rasa aman, tentram dan bahagia.
Di antara beberapa motivasi
spiritual yang penting dalam kehidupan manusia adalah motivasi beragama. Dalam
buku Psikologi Agama, Jalaluddin mengatakan bahwa : “Hampir
seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan
dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minun,
pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil hasil riset
dan observasi, mereka mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat
semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi
kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan.
Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan
untuk mencintai dan dicintai Tuhan.”
Oleh sebab itu, dalam pandangan
Islam secara fitrah manusia sejak dilahirkan memiliki potensi keberagamaan, namun potensi ini baru dalam
bentuk sederhana yaitu berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada
sesuatu.
- Faktor Situasional
Perilaku manusia terkadang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar dirinya, faktor ini sering disebut sebagai faktor
situasional dengan aspek-aspek
objektif dari lingkungan yang terdiri atas beberapa faktor sebagai berikut : Faktor
ekologis (hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan kondisi alam sekitarnya atau
lingkungannya), faktor temporal (waktu) dan faktor
sosial.
Sementara faktor-faktor sosial yang memengaruhi
perilaku manusia terdiri atas sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu
masyarakat, struktur kelompok dan organisasi dan karakteristik populasi. Dalam
organisasi, hubungan antar anggota dan ketua diatur oleh sistem peranan dan
norma-norma kelompok, besar kecilnya
organisasi akan memengaruhi jaringan komunikasi dan sistem pengambilan
keputusan. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik
biologis memengaruhi pola-pola perilaku anggota-anggota populasi itu.[12]
Faktor-faktor situasional di atas, tidaklah mengesampingkan faktor-faktor
personal yang dimiliki seseorang, namun juga tidak dapat dipungkiri besarnya
pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. Perlu disadari bahwa
manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapi
sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Dengan perkataan lain
perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara keunikan individu dengan
keumuman situasional.
5.
Faktor Personal :[13]
a.
Faktor Biologis. Faktor
biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan
faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh
aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia
b.
Faktor
Sosiopsikologis. Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen yaitu
: Komponen Afektif, merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, komponen
kognitif, aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia
dan Komponen konatif, aspek volisional yang berhubungan dengan kebiasaan dan
kemauan bertindak
Adapun beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang yaitu Faktor genetik
atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan
perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri
individu (endogen), antara lain:
1)
Jenis Ras. Setiap
ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik saling berbeda satu dengan yang
lainnya, dua kelompok ras terbesar, yaitu : Ras kulit putih atau ras Kaukasia. Ciri-ciri
fisik : Warna kulit putih, bermata biru, berambut pirang. Perilaku yang dominan
: Terbuka, senang akan kemajuan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ras kulit hitam atau ras Negroid. Ciri-ciri
fisik : Berkulit hitam, berambut keriting, dan bermata hitam. Perilaku yang
dominan : Keramah tamahan, suka gotong royong, tertutup dan senang dengan
upacara ritual
2)
Jenis Kelamin.
Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan
pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau
akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan.
Perilaku pada pria di sebut maskulin sedangkan perilaku wanita di sebut
feminism
3)
Sifat Fisik, kalau
kita amati perilaku individu berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalnya
perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki
fisik tinggi kurus
4)
Sifat Kepribadian.
Salah satu pengertian kepribadian yang dikemukakan oleh Maramis (1999) adalah :
“Keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang sering digunakan oleh
seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya”
5)
Bakat Pembawaan.
Bakat menurut Notoatmodjo (1997) yang mengutip pendapat William B. Micheel (1960)
adalah : “Kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali
bergantung pada latihan mengenal hal tersebut”. Bakat merupakan interaksi dari
faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk
pengembangan
6)
Intelegensi.
Menurut Terman intelegensi adalah : “Kemampuan untuk berfikir abstrak”
(Sukardi, 1997). Sedangkan Ebbieghous mendefenisikan intelegensi adalah : “Kemampuan
untuk membuat kombinasi” (Notoatmodjo, 1997). Dari batasan terebut dapat
dikatakan bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh
karena itu, kita kenal ada individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam
mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya bagi
individu yang intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak
lambat
7)
Pendidikan. Inti dari kegiatan
pendidikan adalah proses belajar mengajar, hasil dari proses belajar mengajar
adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar
pengaruhnya terhadap perilaku seseorang, seseorang yang berpendidikan tinggi
akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah
8)
Agama. Agama akan menjadikan
individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh
agama yang diyakininya
9)
Kebudayaan. Kebudayaan diartikan
sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia, tingkah laku seseorang
dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan
lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua
10)
Lingkungan. Lingkungan adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun
sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu
karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya.
Individu terus berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat
dikuasainya
11)
Sosial Ekonomi. Status sosial
ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
perilaku seseorang.
REFERENSI
:
Ahmad Mubarok, 2002, Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus
Edward G. Sampson, Social
Psychology and Contemporary Society, (Toronto: John Wiley & Sons, Inc,
1976), dikutip tidak langsung oleh Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA
Jalaluddin Rakhmat, 2007, Psikologi
Komunikasi. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA
J.C. Coleman dan C.L. Hammen, Contemporary
Psychologi and Effective Behavior, Glenview: Scott, Foresman and Co, 1974),
hlm. 462, dikutip tidak langsung oleh Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT
REMAJA ROSDAKARYA
Muhammad Utsman Najati, 2003, Psikologi dalam
Tinjauan Hadits Nabi. Jakarta: Mustaqim, 2003)
W.B Cannon, The Wisdom of The Body, (New York:
Noton, 1932), dikutip tidak langsung oleh Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadits
Nabi, Jakarta : Mustaqim, 2003
www.wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-seseorang/,
akses tanggal 08 April 2014
[1]www.wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-seseorang/,
akses tanggal 08 April 2014
[8]
W.B Cannon, The Wisdom of The Body, (New York :
Noton, 1932), dikutip tidak langsung oleh Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadits Nabi, Jakarta :
Mustaqim, 2003
[11] J.C. Coleman dan C.L. Hammen, Contemporary
Psychologi and Effective Behavior, Glenview: Scott, Foresman and Co, 1974),
hlm. 462, dikutip tidak langsung oleh Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007
[12]
Edward G. Sampson, Social Psychology and
Contemporary Society, (Toronto: John Wiley & Sons, Inc, 1976), dikutip
tidak langsung oleh Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi Bandung : PT Remaja Rosdakarya