MASAIL FIQIYAH AL-HADISAH
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP MASAIL
FIQIYAH
AL-HADISAH
DOSEN
PENGAMPU :
ABU BAKAR, M. Si
OLEH
:
MARYAMATUL MUNAWWARAH
JURUSAN KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS
USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmannirrohiim.
Berharap dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
selalu memberikan rahmat-Nya. Sehingga apa yang diniatkan, apa yang mau
disampaikan oleh pemakalah dalam makalah ini dapat disampaikan dalam ridho-Nya,
sehingga yang membaca dan yang mengambil ilmu dari makalah ini, diberkahi
ilmunya dan manfaat ilmunya.
Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah kehadirat Nabi Muhammad SAW., yang dengan mengharap
syafaatnya lah umat Islam bisa terselamatkan dari pedihnya siksa dan adzab
ilahi robbi.
Makalah ini berisi
penjelasan tentang Taharah dan Shalat. Yang semua ini akan dibahas dalam Fiqih.
Semoga dengan adanya makalah ini, khazanah keilmuan pembaca bertambah dan dapat
memahami apa yang sudah dituangkan dalam makalah ini.
Dalam setiap
tulisan, tidak pernah ada yang sempurna. Maka, kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan bagi pemakalah untuk lebih baik lagi dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dengan lahirnya masail fiqihiyah atau
persoalan-persoalan kontemporer, baik yang sudah terjawab maupun sedang
diselesaikan bahkan prediksi munculnya persoalan baru mendorong kaum muslimin
belajar dengan giat mentelaah berbagai metodologi penyelesaian masalah mulai
dari metode ulama aklasik sampai ulama kontemporer.
Untuk itu
tujuan mempelajari masail fiqhiyah secara garis besar diorientasikan kepada
mengetahui jawaban dan mengetahiui proses penyelesaian masalah melalui
metodologi ilmiah, sistematis dan analisis. Dari sudut fiqh penyelesaian suatu
masalah dikembalikan kepada sumber pokok (Al-Qur’an dan Al-Sunnah), ijma’,
qiyas dan seterusnya. Sehingga nilai yang dihasilkan senantiasa berada dalam
koridor penetapan hukum akan difokuskan
kepada tiga aspek :
1. Memperbaiki manusia secara individu dan kolektif agar
dapat menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat.
2. Menegakkan keadilan dalam masyarakat Islam.
3. Hukum Islam terkandung didalamnya sasaran pasti yaitu
mewujudkan kemaslahatan. Tidak ada hal yang sia-sia di dalam syari’at melalui
Al-Qur’an dan al-Sunnah kecuali terdapat kemaslahatan hakiki di dalamnya.
B. Permasalahan Umum
1.
Apa definisi dari Masa’il Al-Fiqhiyah Al-Haditsah?
2.
Apa saja
ruanglingkup Masa’il Al-Fiqhiyah Al-Haditsah?
3.
Pakah langkah
untuk penyelesaian Masa’il Al-Fiqhiyah Al-Haditsah?
C.
Tujuan
Tujuan dari penjelasan materi
tersebut dalam makalah ini adalah untuk memberikan sedikit kemudahan kepada
para pembaca yang ingin menambah ilmunya tentang pengertian, ruanglingkup dan
langkah penyelesaian Masail Al-Fiqhiyah Al-Haditsah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Masa’il Al-Fiqhiyah
Tihami dan Sohari Sahrani
mengatakan, Sebutan “Masail
al-Fiqhiyah” menurut
sumber bahasanya merupakan rangkaian dari dua kata yaitu, kata masa’il dan kata Fiqhiyah, kata “Masa’il” ( ), merupakan bentuk jama’ dari kata mas’alah
( ) yang dalam bahasa Indonesia berarti
masalah atau persoalan.[1]
Kata Fiqhiyah merupakan
kata yang berbentuk nisbah yang memberikan sifat pada kata sebelumnya, yaitu
kata masa’il. Kata Fiqhiyah berasal dari kata Fiqih yang menurut istilah
ialah “Ilmu yang mengupayakan tentang hukum Syar’iyyah (Syara’) yang
berkenan dengan perbuatan mukallaf yang diambil (dikutip) dari dalil-dalil tafshili
(rinci).[2]
Abdul Wahab Khallaf
memberikan definisi Fiqh sebagai berikut:
“Ilmu tentang hukum-hukum Syara’ yang bersifat
‘amali yang diambil dari dalil-dalil yang
tafshili”.
Jadi Masa’il Fiqiyah adalah
masalah-masalah yang ada hubungannya dengan hukum-hukum Syara’ yang bersifat
empirik yang mengendung aspek-aspek fiqih, yang karenanya masalah tersebut
harus dipecahkan dengan fiqih, misalnya pencangkokan tubuh manusia, di satu
sisi berkaitan dengan Ilmu kedokteran, di sisi lain berkaitan dengan hukum
Syara’ yaitu memerlukan adanya ketetapan hukum. Di sisilain ahli fiqih (fuqha)
harus mengupayakan tentang ketentuan hukum mengenai pencangkokan tubuh
tersebut.
Sedangkan menurut Sulis
Syakhsiyah Annisa Masail Fiqhiyah terurai dari kata mas’alah
masail fiqihiyah ialah persoalan-persoalan yang muncul pada konteks
kekinian sebagai refleksi kompleksitas problematika pada suatu tempat, kondisi
dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu,
karena adanya perbedaan situasi yang melingkupinya. Dalam bentuk mufrad
(singular) yang dijamakkan (plural) dan dirangkaikan
dengan kata fiqih. Masail fiqihiyah adalah masalah yang terkait dengna fiqih,
dan yang dimaksud masalah fiqih pada term.
B. Ruang Lingkup
Dengan lahirnya masail fiqihiyah atau
persoalan-persoalan kontemporer, baik yang sudah terjawab maupun sedang
diselesaikan bahkan prediksi munculnya persoalan baru mendorong kaum muslimin
belajar dengan giat mentelaah berbagai metodologi penyelesaian masalah mulai
dari metode ulama aklasik sampai ulama kontemporer.
Untuk itu tujuan mempelajari masail fiqhiyah secara
garis besar diorientasikan kepada mengetahui jawaban dan mengetahiui proses
penyelesaian masalah melalui metodologi ilmiah, sistematis dan analisis. Dari
sudut fiqh penyelesaian suatu masalah dikembalikan kepada sumber pokok
(Al-Qur’an dan Al-Sunnah), ijma’, qiyas dan seterusnya. Sehingga nilai yang dihasilkan
senantiasa berada dalam koridor. Penetapan hukum akan difokuskan kepada tiga
aspek :
1.
Memperbaiki
manusia secara individu dan kolektif agar dapat menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat.
2.
Menegakkan
keadilan dalam masyarakat Islam.
3. Hukum Islam terkandung didalamnya sasaran pasti yaitu
mewujudkan kemaslahatan. Tidak ada hal yang sia-sia di dalam syari’at melalui
Al-
Tujuan mempelajari Masa’il Al-Fiqhiyah bagi kaum muslimin dan
mahasiswa ialah:
1. Agar mengerti serta memahami, bahwa fiqih Islam (hukum Islam) itu mempunyai
dinamika yang terus menerus.
2. Mampu membahas dan memecahkan masalah fiqih aktual atau baru, yang muncul
dimasyarakat dengan memberikan jawaban yang komplit serta bagaimana
mensosialisasikannya di masyarakat.
C. Langkah -Langkah Penyelesaian Masail Fiqhiyah
Dasar –dasar penyelesaian masalah dalam bentuk
beberapa kidah penting:
1. Menghindari sifat taqlid dan fanatisme
Upaya menghindarkan diri dari fanatisme mazhab
tertentu dan taqlid buta terhadap pendapat ulama klasik seperti pendapat Umar
bin al-Khattab, Zaid bin Tsabit atau pendapat ualama moderen, kecuali ia adalah
seorang yang bodoh dan telah melakukan kesalahan. Pelakunya disebut muqallid
yang dilawankan dengn muttabi’. Yaitu muttabi’ dengan kriteria sebagai
berikut :
a.
Menetapkan
suatu pendapat yang dianutnya dengan dalil-dalil yang kuat, diakui dan tidak
mengundang kontroversi.
b.
Memiliki
kemampuan untuk mentarjih beberapa pendapat yang secara lahiriyah terjadi
perbedaan melalui perbandingan dalil-dalil yang digunakan masing-masing.
c.
Diharapkan
memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan berijtihad terhadap hukum persoalan
tertentu yang tidak didapati jawabannya pada ulama terdahulu.
2. Prinsip mempermudah dan menghindarkan kesulitan
Kaedah ini patut diperlakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan nash qath’i atau kaidah syari’at yang bersifat pasti.
Dengan dua pertimbangan sebagai berkut:
a.
Bahwa
keberadaan syari’at didasarkan kepada prinsip mempermudah dan menghindarkan
kesulitan manusia seperti sakit, dalam perjalanan, lupa, tidak tahu dan
tidak sempurna akal. Taklif Allah atas hambanya disesuaikan dengan kadar
kemampuan yang dimiliki.
b.
Memahami
situasi dan kondisi suatu zaman yang dialami pada saat munculnya persoalan.
Adapun kriteria maslahat sebagaimana yang biasa dikenal adalah menrealisasikan
lima kepentingan pokok dan disebut dengan darurat khomsa, yaitu memelihara
agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara harta, memelihara
keturunan.
3. Berdialog dengan masyarakat melalui bahasa kondisi
masanya dan melalui pendekatan persuasif aktif serta komunikatif.
Ketentuan hukum yang akan diputuskan harus disesuaikan
masyarakat yang diinginkannya dan menggunakan bahasa layak sebagaimana bahasa
masyarakat dimana persoalan itu muncul. Bahasa masyarakat yang ideal :
a.
bahasa yang
dapat dipahami sebagai bahasa sehari-hari dan mampu menjangkau pemahaman umum.
b.
Menghindarkan
istilah-istilah rumit yang mengundang pengertian kontroversi.
c.
Ketetapan
hukum bersifat ilmiah karena didasarkan pertimbangan hikmah, illat, filisofis
dan Islami.
4. Bersifat moderat terhadap kelompok tekstualis dan
kelompok kontekstualis.
Dalam merespon persoalan baru yang muncul, ulama
bersandar kepada al-nash sesuai bunyi literal ayat tanpa menginterpretasi lebih
lanjut diluar teks itu. Dipihak lain, kelompok kontekstualis lebih berani
menginterprestasikan produk hukum al-nash dengan melihat kondisi zaman dan
lingkungan. Sementara kelompok ini dinilai terlalu berani bahkan dianggap
melampaui kewenangan ulama salaf yang tidak diragukan kehandalannya dalam
masalah ini. Menurut mereka perbedaan masa, masyarakat, geografis, pemerintahan
dan perkembangan teknologi moderen patut dipertimbangkan serta layak mendapat
perhatian.
5. Ketentuan hukum bersifat jelas tidak mengandung
interpretasi.
Bahasa hukum relatif tegas dan membutuhkan beberapa
butir alternatif keterangan dan diperlukan pengecualian-pengecualian pada
bagian tersebut. Pengecualian ini merupakan langkah elastis guna menjangkau
kemungkinan lain diluar jangkauan ketentuan yang ada. Misalnya ketentuan hukum
potong tangan terhadap pencuri sebuah barang yang telah mencapai nisab. Umar
bin Khatthab pernah tidak memberlakukan hukum ”had” atau potong tangan terhadap
pencuri barang tuannya,
karena sang tuan pelit, dan tidak membayar upah si
pelayan, maka ia memcuri barang sang tuan demi kebutuhan
mendesak yaitu kelaparan.[4]
BAB
III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Masa’il Fiqiyah adalah masalah-masalah yang ada hubungannya dengan hukum-hukum Syara’
yang bersifat empirik yang mengendung aspek-aspek fiqih, yang karenanya masalah
tersebut harus dipecahkan dengan fiqih, misalnya pencangkokan tubuh manusia, di
satu sisi berkaitan dengan Ilmu kedokteran, di sisi lain berkaitan dengan hukum
Syara’ yaitu memerlukan adanya ketetapan hukum. Di sisilain ahli fiqih (fuqha)
harus mengupayakan tentang ketentuan hukum mengenai pencangkokan tubuh
tersebut.
Tujuan mempelajari masail fiqhiyah
secara garis besar diorientasikan kepada mengetahui jawaban dan mengetahiui
proses penyelesaian masalah melalui metodologi ilmiah, sistematis dan analisis.
Dari sudut fiqh penyelesaian suatu masalah dikembalikan kepada sumber pokok
(Al-Qur’an dan Al-Sunnah), ijma’, qiyas dan seterusnya. Sehingga nilai yang
dihasilkan senantiasa berada dalam koridor. Penetapan hukum akan difokuskan
kepada tiga aspek :
5.
Memperbaiki
manusia secara individu dan kolektif agar dapat menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat.
6.
Menegakkan keadilan
dalam masyarakat Islam.
Hukum Islam terkandung didalamnya sasaran pasti yaitu
mewujudkan kemaslahatan. Tidak ada hal yang sia-sia di dalam syari’at melalui
Al- Qur’an dan al-Sunnah kecuali terdapat kemaslahatan hakiki di dalamnya.
- SARAN
Banyak
kekurangan dalam proses pembuatan maupun isi yang terdapat dalam makalah ini, untuk itu kami sebagai penulis makalah
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, guna kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tihami
dan Sohari Sahrani. 2007. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta: Diadit Media
http://syakhsiyah.wordpress.com/masail-fiqhiyah
[3] Sulis Syakhsiyah Annisa
“Masail Fiqhiyah: Ruang Lingkup dan Langkah
Penyelesaiannya” (http://syakhsiyah.wordpress.com/masail-fiqhiyah/) 03 maret 2013
[4] Sulis Syakhsiyah Annisa “Masail
Fiqhiyah: Ruang Lingkup dan Langkah Penyelesaiannya” (http://syakhsiyah.wordpress.com/masail-fiqhiyah/)03 maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar