Selasa, 01 Maret 2016

SAYID AHMAD KHAN (Maryamatul Munawwarah 1113111006)


  1. PENDAHULUAN
Abad kesembilan belas merupakan fase kedua dari imperialisme Inggris di India, yaitu abad kapitalisme industri Inggris yang pada waktu itu Inggris menjual barang-barang dagangannya di India, dengan itu India hanya menjadi pasar bagi Inggris. Fase ini menimbulkan kelas baru di India, kelas ini timbul pertama-tama dari pegawai-pegawai dalam birokrasi, pedagang-pedagang kecil, kaum borjuis kecil yang ada dipinggiran meningkat menjadi agak lumayan sebagai administrator, saudagar dan professional, yang semua itu bergantung kepada imperialisme Inggris untuk fungsi mereka dan mereka itu sangat sedikit memperhatikan bentuk-bentuk agama dan idiologi.
Akibat dari perubahan itu orang-orang muslim India yang dulu pernah menikmati zaman keemasan Islam merasa terpojokkan dan terisolasi diberbagai aspek kehidupan. Umat Islam bukan saja secara ekonomis ditindas, tetapi posisi pendidikan dan sosial mereka juga ditekan oleh pemerintah. Dapat digambarkan keadaan-keadaan seperti itu, kedudukan masyarakat muslim di India dikantor-kantor perintah, departemen-departemen, angkatan darat yang terjadi didaerah Bengal pada tahun 1869  dalam tingkat asisten insinyur pemerintah terdapat 14 orang India Hindu, orang muslim satupun tidak ada. Kedudukan-kedudukan yang dulu dipegang umat Islam dialihkan kepada orang-orang selain Muslim.[1]
Pada tahun 1857 terjadilah malapetaka yang melanda India, yaitu pemberontakaan yang merupakan akibat dari keinginan akan adanya pendidikan  di India serta akibat kenyataan bahwa bangsa India tidak memahami hak pemerintah yang sasaranya adalah rakyat. Selain itu  terdapat keinginan akan adaanya hubungan antara penguasa dan rakyat, dalam hal untuk memperoleh nasib yang lebih layak. Sejak  kejadian itu keadaan komunitas muslim di India semakin tidak mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Inggris yang berkuasa kala itu atau dengan jelas dapat dikatakan umat Islam semakin hari, makin jatuh, tanpa ada harapan untuk bangkit kembali.
Orang yang menghadapi situasi seperti diatas adalah Sayid Ahmad Khan yang memulai mengadakan pembaharuan dan perbaikan terhadap rakyat India. Dengan mengembangkan Islam liberal, sejalan dengan kebudayaan barat abad-19, sesuai dengan perkembangan umum, terutama sesuai dengan sains barat, metode pergaulanya dan humanitarianisme. Hal ini beliu lakukan dengan memisahkan prinsip-prinsip dari nash hukum, memisahkan agama dari manifestasi-manifestasi feodal, terutama dari kerusakan umat Islam. Menekankan ajaran-ajaran pokok semua agama, terutama agama Islam dan Hindu, selain itu juga terdapat perubahan sikap yang merupakan karakter modernisasi yaitu bersedia mengarap dunia dan memakai pendekatan secara dinamis.
B.     PEMBAHASAN
a)      Biografi Sayid Ahmad Khan
Ahmad Khan lahir tanggal 6 Dzulhijjah 1232 Hijriyah atau 17 Oktober 1817 Masehi di kota Delhi. Nenek moyangnya berasal dari Semenanjung Arab yang kemudian hijrah ke Herat, Persia (Iran), karena tekanan politik pada zaman dinasti Bani Umayyah (41 H/661 M – 133 H/750 M). Dari Herat mereka hijrah ke Hindustan (India) dan menetap disana, kakek Sayyid Ahmad Khan adalah Sayyid Hadi yang menjadi pembesar istana pada zaman Alamghir II ( 1754- 1759). Sedangkan Ayahnya bernama al-Muttaqi, seorang ulama shalih yang mempunyai pengaruh besar di Kerajaan Mughal pada masa pemerintahan Akbar Syah II (1806 1837). Ahmad Khan memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW melalui cucu beliau dari keturunan Fatimah al Zahra dan Ali bin Abi Talib, karena itulah beliau bergelar Sayyid, sedangkan ibunya adalah seorang wanita cerdas dan pandai mendidik anak-anaknya.[2]
Ahmad Khan memulai pendidikannya dalam pengetahuan agama secara tradisional, disamping itu beliau juga mempelajari bahasa Persia dan bahasa Arab, matematika, mekanika, sejarah dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Beliau juga banyak membaca buku-buku ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Hal ini menjadikannya sebagai seorang yang luas ilmu pengetahuannya, berpikiran maju dan dapat menerima ilmu pengetahuan modern.[3]
Sejak sang ayah meninggal tahun 1838, Ahmad Khan mulai bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena ibunya enggan menerima tunjangan pensiun dari istana. Beliau bekerja pada Serikat India Timur, kemudian ia pindah bekerja sebagai hakim di Fatehpur (1841), selanjutnya ia dipindahkan ke Bignaur. Pada tahun 1846 beliau kembali lagi ke Delhi, masa depan di Delhi merupakan masa yang paling berharga dalam hidupnya karena beliau dapat melanjutkan pelajarannya. Ketika terjadi pemberontakan umat Hindu dan umat Islam terhadap penguasa Inggris pada tanggal 10 Mei 1857, Ahmad Khan berada di Bignaur sebagai salah seorang pegawai peradilan.[4]
Dalam peristiwa ini beliau tidak ikut memberontak, bahkan banyak membantu melepaskan orang-orang Inggris yang teraniaya di Bignaur. Atas jasa-jasanya, pemerintah Inggris menganugerahkan gelar Sir dan memberikan berbagai hadiah kepadanya, Ahmad Khan menerima gelar tersebut, tetapi beliau menolak hadiah-hadiah itu, kecuali kesempatan untuk berkunjung ke Inggris pada tahun 1869. Kesempatan tersebut dimanfaatkan olehnya untuk meneliti lebih jauh sistem pendidikan serta menyaksikan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris (Hasan Asari : 2007).
Ahmad Khan menjelaskan kepada pemerintah Inggris bahwa dalam pemberontakan ditahun 1857, umat Islam tidaklah memainkan peran utama. Hal itu dijelaskan lewat buku yang berisikan catatan kronologis pemberotakan tersebut, yaitu Tarikhi Sarkhasi Bijnaur (1858). Buku lainnya, berjudul Asbab Baghawat Hind (1858) yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, The Causes of the Indian Revolt (Sebab-sebab Revolusi India). Akhirnya Ahmad Khan berhasil mendamaikan umat Islam dengan pemerintah Inggris.[5]
Cita-cita Ahmad Khan untuk mendirikan perguruan tingi akhirnya terwujud dengan diletakkannya batu pertama pembangunan gedung perguruan tinggi tersebut oleh Gubernur Jendral Lord Lotion (raja muda waktu itu) pada tanggal 8 Januari 1877 di kota Aligarth. Perguruan tinggi tersebut diberi nama Muhammadan Anglo Oriental College, yang lebih dikenal dengan Aligarth College.
Masa-masa akhir hayatnya digunakan untuk mewujudkan Aligarth College yang didirikannya itu, beliau berkeinginan Aligarth dapat meningkat menjadi universitas, sebagaimana yang dicita-citakan sejak kepergiannya ke Inggris. Dalam mewujudkan keinginannya tersebut beliau menghabiskan delapan jam sehari untuk menegembangkan Aligarth College, akan tetapi keinginannya untuk menjadikan Aligarth sebagai universitas belum tercapai ajal telah merenggutnya pada usia 81 tahun. Seluruh India berkabung, dan umat Islam kehilangan seorang tokoh besar yang selama hidupnya digunakan untuk memajukan bangsanya.
Ahmad Khan telah tiada, namun sampai kini gagasan-gagasannya masih banyak diulas oleh akademisi dan para ilmuan, pandangan yang sangat mendasar dari Akhmad Khan adalah tentang keterbelakangan masayarakat muslim India. Menurut analisanya umat Islam di India sangat terbelakang bila dibandingkan dengan peradaban barat karena ia tidak mampu menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi. Diakibatkan oleh kejumudan pemikiran umat Islam pasca abad pertengahan, sehingga untuk melawan keterbelakangan tersebut maka yang harus dilakukan umat Islam adalah menghidupkan dan mengembangkan kembali pemikiran rasional agama zaman klasik, dengan perhatian yang besar pada sains dan tehnologi. Ahmad Khan mengakhiri perjuangannya dengan berpulang ke rahmatullah pada tanggal 27 Maret 1898 setelah menderita sakit beberapa lama dalam usia 81 tahun dan beliau dimakamkan di Aligarh.

b)     Ide-Ide Pembaharuanya
Sayyid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena tidak mengikuti perkembangan zaman, ummat Islam tidak menyadari bahwa peradaban Islam masa klasik telah runtuh dan digantikan peradaban modern yang berasal dari dunia Barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai pondasi kokoh bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat modern yang berasal dari hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal bagi Sayyid Ahmad Khan mendapat penghargaan tinggi, namun bagi sebahagian kalangan ummat Islam tradisional pada masanya berpegang teguh bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas.
Oleh karena itu, Ahmad Khan percaya pada kekuatan dan kebebasan akal mempunyai batas, beliau percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Dengan kata lain, beliau mempunyai faham qaadariah (free will and free act) dan tidak faham jabariah atau fatalisme. Manusia menurutnya dianugerahi Tuhan berbagai daya, seperti daya berfikir yang disebut akal, dan daya fisik untuk mewujudkan kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mempergunakan daya yang diberikan Tuhan kepadanya itu.
Ahmad Khan menolak pula faham taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini, sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah al-Qur’an dan Hadis. Pendapat ulama dimasa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Secara sederhana bentuk-bentuk ide pembaharuan Sayyid Ahmad Khan dapat pula dikembangkan sebagai berikut :[6]
  1. Bidang Keagamaan
Salah satu warisan keagamaan yang ditinjau dan diperbaharui kembali dan sangat fundamental serta mencakup seluruh aspek Islam adalah tafsir al-Qur’an. Untuk kegiatan ini, anak benua Indonesia-Pakistan dapat berbangga diri, karena amat produktif dalam menelorkan mufassir liberal dan radikal semisal Sayyid Ahmad Khan ini. Pembaharuan penafsiran al-Qur’an yang dilakukan adalah berusaha mengadaptasikan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan tuntutan-tuntutan zaman modern, ini terwujud dengan terbitnya volume pertama dari enam jilid tafsir karya Ahmad Khan pada tahun 1880.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa al-Qur’an dan hadis merupakan sumber hukum Islam, beliau sangat selektif dalam menerima hadis. Menurut Sayyid Ahmad Khan hadis yang dapat diterima tersebut dibagi kepada dua bagian yaitu hadis yang berkaitan dengan agama dan hadis yang berkaitan dengan dunia. Hadis yang berkaitan dengan ruang lingkup agama bersifat mengikat dan wajib diikuti, sedangkan hadis yang berkaitan dengan perkara dunia, tidak termasuk tugas kerasulan secara mutlak dan hanya berlaku khusus bagi kondisi dan keadaan bangsa Arab pada masa nubuwwah dan tidak mengikat bagi seluruh kaum muslimin. Berkaitan dengan permasalahan fiqh, Sayyid Khan mempunyai pandangan tersendiri dalam masalah jihad, bunga bank, poligami dan had.
Dalam masalah jihad, beliau memandang bahwa jihad hanya disyari’atkan untuk membela diri dan hanya dalam satu keadaan, yaitu ketika orang-orang kafir menyerang kaum muslimin dengan tujuan mengubah agama (mengkafirkan). Apabila penyerangan kaum kafir ini bertujuan lain seperti pendudukan wilayah dan tidak bertujuan mengubah agama, maka jihad tidak disyari’atkan. Sepertinya inilah yang mendorong Sayyid Khan untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan Inggris, karena menurutnya jalan inilah yang mencegah kehancuran umat Muslim India pada masa itu.
Dalam masalah riba, Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa riba yang diharamkan ialah riba yang berlipat ganda, yang dibayarkan oleh orang fakir sebagai imbalan atas hutangnya, sebagaimana adat yang tersebar dikalangan Bangsa Arab. Adapun bunga yang jumlahnya sedikit dalam mu’amalah perdagangan sekarang dan yang terdapat pada perbankan, bukanlah riba yang diharamkan. Adapun masalah poligami, beliau berpandangan bahwa pada dasarnya Islam mengatur perkawinan dengan satu wanita dan mensyari’atkan keadilan bagi poligami. Berhubungan keadilan itu tidak mudah, maka poligami tidak diperbolehkan kecuali pada kondisi pengecualian, seperti istri sulit mendapatkan keturunan.
Sedangkan dalam masalah had (hukuman), Sayyid Ahmad Khan menolak hukum rajam bagi pezina, beliau bersandar pada dua dalil, yaitu : pertama, rajam tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Kedua, hadis-hadis tentang rajam hanyalah menceritakan tentang kebiasaan yang tersebar pada saat itu mengikuti Yahudi. Berdasarkan alasan itu pulalah, beliau memandang bahwa diyat (denda) tidak lain hanyalah kebiasaan Bangsa Arab Kuno dan tidak sesuai lagi dengan kondisi masa sekarang.  
  1. Bidang Pendidikan
Sayyid Ahmad Khan beranggapan bahwa jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, adalah dengan memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Untuk mencapai tujuan ini maka sikap mental ummat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirubah terlebih dahulu. Perubahan sikap mental itu diusahakannya melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam majalah Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga tidak dilupakannya, bahkan pada akhirnya kedalam lapangan inilah dicurahkannya perhatian dan usahanya, salah satu jalan yang efektif untuk merubah sikap mental suatu bangsa menurut beliau haruslah melalui pendidikan.
Pada tahun 1861 Sayyid Ahmad Khan mendirikan Sekolah Inggris di Muradabad. Di tahun 1876 beliau mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah Inggris dan sampai akhir hayatnya ditahun 1898, beliau mementingkan pendidikan ummat Islam India. Di tahun 1878, beliau mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam upaya memajukan ummat Islam India. Sekolah itu mempunyai peranan penting dalam kebangkitan ummat Islam India dan sekiranya tidak karena lembaga pendidikan tersebut ummat Islam India di Pakistan sekarang akan lebih jauh lagi ketinggalan dari ummat-ummat lain.
MAOC dibentuk sesuai dengan model sekolah di Inggris dan bahasa yang dipakai didalamnya ialah Bahasa Inggris, Direkturnya berbangsa Inggris sedang guru dan staffnya banyak terdiri atas orang Inggris. Ilmu pengetahuan modern merupakan sebahagian besar dari mata pelajaran yang diberikan dengan tidak mengabaikan pendidikan agama. Sedangkan pada sekolah Inggris yang diasuh pemerintah pendidikan agama tidak diajarkan, dalam sistem pendidikan di MAOC pendidikan agama Islam dan ketaatan siswa menjalankan ajaran agama mendapat prioritas yang utama. Keistimewaan lainnya, sekolah tersebut terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, baik Hindu, Parsi dan Kristen, bukan hanya bagi orang Islam.
Sebelumnya pada tahun 1869/1870 Sayyid Ahmad Khan telah berkunjung ke Inggris, untuk mempelajari sistem pendidikan Barat. Sekembalinya dari kunjungan itulah beliau membentuk Panitia Peningkatan Pendidikan Ummat Islam. Salah satu tujuan panitia tersebut adalah menyelidiki sebab-sebab ummat Islam India sedikit sekali memasuki sekolah-sekolah pemerintah, disamping itu dibentuk pula Panitia Dana Pembentukan Perguruan Tinggi Islam.
Di tahun 1886 beliau juga membentuk Muhammedan Educational Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional yang seragam bagi ummat Islam India. Program dari lembaga ini yakni menyebarluaskan pendidikan Barat dikalangan ummat Islam, menyelidiki pendidikan agama yang diberikan disekolah-sekolah Inggris yang didirikan oleh kalangan Islam serta menunjang pendidikan agama yang diberikan disekolah-sekolah swasta. Pada tahun itu juga diterbitkan pula jurnal mingguan “Aligarh Institut” yang menyebarluaskan informasi dan problematika mengenai seputar pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan, serta lembaga ini juga melakukan kegiatan penterjemahan buku Inggris ke Bahasa India.
Pada tahun 1920 MAOC ini berkembang menjadi Universitas Aligarh yang secara berlanjut meneruskan tradisi sebagai pusat gerakan pembaharuan Islam India. Universitas inilah yang menjadi penggerak utama terwujudnya pembaharuan dikalangan umat Islam India, dalam bidang pendidikan ini upaya-upaya yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad Khan merupakan usaha yang luar biasa untuk kemajuan umat Islam India.
  1. Bidang Sosial Politik
Dalam bidang politik ide Sayyid Ahmad Khan ini merupakan refleksi dari gejolak sosial politik yang terjadi antara umat Islam dan Inggris pada tahun 1857. Pemikirannya inilah yang dituangkan dalam buku karangannya Asbab Baghawat Hind yang berisi tentang usaha Sayyid Ahmad Khan untuk meyakinkan pihak Inggris bahwa umat Islam tidak terlibat pemberontakan itu.
Dalam usahanya, beliau meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam Pemberontakan 1857 ummat Islam tidak memainkan peranan utama, Ahmad Khan mengeluarkan panflet yang berisikan penjelasan tentang faktor penyebab pecahnya pemberontakan tersebut. Diantara faktor penyebab tersebut adalah :
  • Intervensi Inggris dalam soal keagamaan seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim piatu dipanti-panti yang diasuh oleh orang Inggris, pembentukan sekolah-sekolah missi Kristen dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan perguruan tinggi
  • Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu dalam lembaga lembaga perwakilan rakyat, sehingga berakibat :
§  Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggris yang sebenarnya dan menganggap Inggris datang untuk merubah agama mereka menjadi Kristen
§  Pemerintah Inggris tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India
  • Pemerintah Inggris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat.
Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Khan menyatakan bahwa diantara golongan Islam yang ikut serta dalam pemberontakan 1857 adalah mereka yang kerap kali melakukan perbuatan tidak baik dan tercela serta perbuatan kriminal. Dan jika hanya segelintir ummat Islam yang bersalah tidaklah pada tempatnya pula untuk menetapkan keseluruhan ummat Islam India bertanggung jawab terhadap pemberontakan tersebut, dengan demikian tidak pada tempatnya Pihak Inggris menaruh rasa curiga terhadap ummat Islam India.
Sikap Sayyid dalam bidang politik terlihat pula pada pertengahan kedua dari abad ke-19, ketika rasa nasionalisme India telah mulai timbul dan terbentuknya Partai Kongres Nasional India di tahun 1885. Sayyid Ahmad Khan menjauhkan diri dari gerakan ini dengan alasan bahwa bahasa yang dipakai Kongres terhadap Pemerintah Inggris kurang sopan. Menurut Rayendra Prasadia, beliau pada mulanya adalah penyokong nasionalisme India, beliau pernah menerangkan bahwa Hindustan merupakan negara bagi orang Hindu dan dalam kategori Hindu termasuk orang India Islam dan orang India Kristen. Tetapi akhirnya beliau dipengaruhi oleh Mr. Back, salah satu Direktur MAOC yang berpendapat bahwa pendidikan ummat Islam India belum sampai ketaraf yang membuat mereka akan dapat mengambil keuntungan dari permainan dalam bidang politik. Sebaliknya turut campur dalam bidang politik akan merugikan ummat Islam India.
Sayyid Ahmad Khan memang berpendapat bahwa pendidikanlah satu-satunya jalan bagi ummat Islam India untuk mencapai kemajuan, kemajuan tidak akan dicapai melalui jalan politik. Oleh karena itu beliau menganjurkan supaya ummat Islam India jangan turut campur dalam agitasi politik yang dilancarkan Partai Kongres. Usaha-usaha untuk merubah sikapnya terhadap Partai Kongres tidak berhasil, beliau berkeyakinan bahwa anggota kasta dan pemeluk agama-agama yang berlainan di India tidak bisa disatukan menjadi satu bangsa karena tujuan dan cita-cita mereka saling berlainan. Wujud Partai Kongres Nasional India sebenarnya tidak mempunyai dasar, gerakan yang dijalankan Partai Kongres, demikian beliau selanjutnya menjelaskan, bukan hanya akan merugikan bagi ummat Islam, tetapi juga bagi seluruh India.
Dalam ide politik yang ditimbulkan Sayyid Ahmad Khan diatas telah kelihatan pengertian bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu negara dengan ummat Hindu. Umat Islam harus mempunyai negara tersendiri, bersatu dengan ummat Hindu dalam satu negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Disini telah dapat dilihat bibit dari ide Pakistan yang muncul kemudian diabad ke-20.
Dari usaha-usaha pembaharuan Sayyid Ahmad Khan terlihat yang paling menonjol adalah dalam bidang pendidikan, terlihat sikapnya terhadap pendidikan ummat Islam memang terlihat sangat mengagumkan, namun pengaruh tersebut tidak terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui buku karangannya dan tulisan-tulisannya Tahzib al-Akhlaq ide-ide pembaharuan yang dicetuskannya menarik perhatian golongan terpelajar Islam India. Penafsiran-penafsiran baru yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam lebih dapat diterima golongan terpelajar ini dari pada tafsiran-tafsiran lama.
  1. Islam Agama yang Rasional dan fitrah[7]
Sekarang telah muncul situasi baru yang sama sekali berbeda dengan situasi sebelumnya karena munculnya penelitian terhadap filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Doktrin dilahirkan dari seperangkat percobaan kealaman dan dihadapkan didepan kita, ini tidak sama dengan persoalan-persoalan yang dipecahkan dengan argumen-argumen analogi atau dengan pernyataan dan prinsip-prinsip yang diciptakan oleh ulama terdahulu. Sedangkan ulama itu sangat menentang filsafat Yunani, serta tidak bisa memuaskan para penentang Islam dengan menyodorkan Islam begitu saja. Katakanlah Islam diajarkan sedemikian rupa dan harus diterima sebagai kebenaran.
Sayid Ahmad Khan menetapkan prinsip untuk melihat secara jelas kebenaran Agama dan juga untuk mengisi kebenaran Islam, dalam arti apakah Agama yang dipertanyakan itu sesuai dengan hakekat manusia atau tidak, sesuai dengan watak yang diciptakan untuk manusia itu atau watak yang berada diluar manusia. Beliau menggaris bawahi Allah telah menciptakan kita dan memberi petunjuknya, petunjuk Allah ini sesuai dengan hukum kealaman yang berlaku terhadap kita dan juga sesuai dengan fitrah kita, hal ini menunjukan bukti akan kebenaran Islam itu.
  1. Bidang Hukum
Pengabdiannya kepada negara dalam masalah ini sudah dibuktikannya sejak dia berumur 20 tahun tepatnya tahun 1857, beliau bekerja sebagai wakil hakim dipengadilan dan terkenal sebagai wakil hakim yang adil dan cakap. Sebagai praktisi hukum beliau menghabiskan waktunya untuk kesejahteraan rakyat dengan didukung oleh kemampuan dan pandangannya yang luas, beliau mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada yang biasa diperoleh seorang wakil hakim.[8]  Usaha-usaha yang dilakukan Sayid Ahmad tidak hanya bermanfaat bagi umat Islam tetapi juga bagi semua rakyat India. Ini tercermin dalam tindakannya tatkala mengajukan rencana Undang-undang secara perseorangan, yang dengan itu memperoleh tempat dalam buku Himpunan Undang-undang, Kaziz Act (Undang-undang gadhi) dan rencana Undang-undang yang memberikan kekuatan untuk wajib suntik cacar diputuskan atas inisiatif Sayid Ahmad.
Sejalan dengan ide-ide pembaharuan hukum positif, Sayid Ahmad juga mengadakan perbaikan-perbaikan dalam hukum Islam. Beliau menolak faham taqlid, bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber hukum Islam menurutnya hanyalah al-Qur’an dan Hadist. Pendapat ulama masa lampau tidak mengikat bagi umat Islam dan diantara pendapat mereka, ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Hadist juga tidak semuanya dapat diterimanya, karena ada hadist palsu. Hadist dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya.[9]
  1. Bidang Teologi
Konsepsinya tentang Tuhan diperolah dari faham Dies di Perancis abad 18, baginya Tuhan merupakan wujud yang samar-samar. Hukum alam itu kekal dan Tuhan tidak dapat berbuat sesuatu untuk mengubahnya, sehingga tidak ada perasaan untuk memujinya, demikian Sayid Khan mengatakan.[10]
Tidak itu saja, beliau berasumsi tentang kalamullah, bahwa al-Qur’an diturunkan dengan maknanya bukan lafadznya, beliau mengutip dalil al-Qur’an. Menurutnya ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah hanya terbatas dalam masalah ibadah, ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan mu’amalah (sosial, ekonomi serta budaya) hanya tergambar dalam masyarakat primitif dimana nabi hidup dan yang kesemuanya itu sudah tidak sesuai dengan zaman modern.[11]

  1. Penutup
Demikian deskripsi tentang Sayid Ahmad Khan dan mungkin dapat dikatakan sebagai pembaharu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pembaharu-pembaharu yang lain, beliau berhasil membuat institusi gerakan sehingga gerakanya lebih efektif dan terkoordinasi dalam memobilisasi gerakan. Yaitu dengan lembaga pendidikanya Aligarh, dengan lembaganya beliau tidak mengandalkan kapasitas individunya tetapi bagaimana lembaga itu dapat mendukung dan mensosialisasikan ide-ide gerakan. Hal seperti ini banyak dilakukan oleh para pembaharu di Indonesia abad-20, mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga formal maupun non formal sebagai wadah institusionalisasi sebuah ide dan gerakan.
Kalau boleh dinilai sebenarnya ide-ide pembaharuan Ahmad Khan sangat radikal, dengan diakuinya hukum alam yang kekal. Tetapi dilihat dari pemikiran politiknya beliau tidak sampai pada tataran pemisahan Agama dan politik dalam arti tidak sampai berorientasi sekuler. Bahkan dengan pemikiran politiknya, ada indikasi pemicu terwujudnya Negara Islam Pakistan.
Dengan umurnya yang relatif panjang, lebih satu abad, menjembatani jurang pemisah antara Islam abad pertengahan dengan Islam modern di India, beliau sendiri peninggalan raja-raja Mughal dan masuk dalam era baru. Sayyid Ahmad Khan memberi umat muslim India suatu keutuhan baru, kebijaksanaan politik baru, cita-cita pendidikan baru, pendekatan baru terhadap masalah-masalah nasional dan individual mereka dengan perahu Aligarh. Didepanya terbentang disintegrasi dan kemunduran, beliau menyatukan umat muslim India menjadi pendekar pembaharu pertama dari bangsa baru. Akhirnya beliau sakit pada tanggal 24 maret1898 dan dua hari kemudian dengan berkomat kamit membaca AlQur’an, beliau meninggal dunia.[12]       















REFERENSI

Hasan Asari, 2007. Modernisasi Islam tokoh Gagasan dan Gerakan, Bandung : Citapustaka Media

            TIM UIN Syarif Hidayatullah, 2005. Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakrata : Ichtiar Baru Van Hoeve


Abu Ali An-Nadawi, 1995. Pertentangan Alam Pikiran Islam dengan Alam Pikiran Barat, Terj. Mahyudin Syaf, Bandung : Al-Ma`arif


Al Sa’idy, Al-Mujaddidun fi Al-Islam, lahore : Tp, 1977

Abdul Sani, 1998. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta : Grafindo persada

Harun Nasution, 1982. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang

John. J. Donohul. John. L. Posito, 1995. Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi Terhadap Masalah-masalah, terj. Machnun Husein, Jakarta : Grafindo Persada

Mukti Ali, 1992. Alam Fikiran Islam Modern di Dunia India dan Pakistan, Bandung : Mizan

Maryam Jameelah, 1982. Islam and Modernsm, terj. A. Jaenuri Syafiq A. Mughni, Surabaya : Usaha Nasional


www.republika.co.id.html, akses tanggal 01 November 2013




[1] Mukti Ali. Alam Fikiran Islam Modern, (Bandung : Mizan, 1998), hal. 51.
[2] TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, (Jakrata : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), Jilid I, hal. 109
[3] Abu Ali An-Nadawi, Pertentangan Alam Pikiran Islam dengan Alam Pikiran Barat, Terj. Mahyudin Syaf, (Bandung : Al-Ma`arif, 1995 ), hal. 69
[4] Mukhti Ali, ibid, hal. 56
[5] www.republika.co.id.html, akses tanggal 01 November 2013
[7]Jonh. Donohul.John. L. Posito. Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi Masalah-masalah.Terj.Machnun Husein, (Jakarta : Grafindopersada, 1995), hal. 60-64

[8] Mukti Ali. ibid, 58-75
[9] Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1982), Hal. 169
[10] Jameelah, Islam and Modernisme,  (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hal. 66
[11] Jameelah, ibid,  hal. 67
[12] Mukti Ali, hal : 94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar