Sabtu, 05 Maret 2016

SEJARAH DAKWAH MASA KHULAFAURRASYIDIN “UTSMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB"

SEJARAH DAKWAH
MASA KHULAFAURRASYIDIN
UTSMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB”


DOSEN PENGAMPU:
 Dr. H. Harjani Hefni, MA / Bambang SR, M.Ag



Disusun Oleh:
Maryamatul Munawwarah


Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Jurusan Dakwah
SekolahTinggi Agama Islam Negeri
Pontianak
2013
a.       Metode Dakwah Utsman bin Affan
            Metode dakwah beliau dapat dilihat dari pidato beliau dihadapan publik setelah beliau dibaiat menjadi khalifah ketiga. Utsman berkata “sesungguhnya aku diberi tugas dan aku terima. Ketahuilah bahwa aku berkewajiban terhadap tiga hal setelah Al-Qur’an dan As-Sunah, yaitu mengikuti orang-orang sebelumku yang telah kalian sepakati dan kalian ikuti, mengikuti tradisi orang-orang baik yang diperoleh dari orang-orang baik, dan tidak menghukum kalian kecuali jika terpaksa hukuman harus diberikan. Sesungguhnya dunia ini hijau dan menarik bagi manusia sehingga banyak di antara mereka yang condong kepadanya. Maka janganlah kalian condong dan percaya, dan ketahuilah bahwa dunia ini tidak mau meninggalkan kecuali manusia sendiri yang meninggalkannya.”
            Pidato Utsman memberikan gambaran kepada kita metode dakwah beliau, diantaranya:
a.       Berdakwah dengan melaksanakan tugas kekhalifahan yang diamanahkan secara maksimal.
b.      Meneruskan dakwah para pendahulunya, Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.
c.       Berdakwah  dalam bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah.
d.      Mengikuti tradisi baik yang sudah ada.
e.       Tidak mendahulukan hukuman dalam mendidik rakyat.
f.       Mengajak rakyat agar hidup sederhana.  
            Sebagian masyarakat memangkang kepemimpinan beliau stelah dihasut oleh Ibnu Saba’. Kaum munafik berkumpul dan mengepung rumah beliau. Setelah melakukan negoisasi, mereka memasuki rumah khlifah dan membunuh Utsman yang saat itu telah berusia delapan puluh tahun. Ketika dibunuh beliau sedang puasa dan membaca Al-Qur,an. Pembunuhan ini terjadi tahun 36 H dan menjadi mata rantai perselisihan panjang di tubuh kaum muslimin.
b.      Dakwah Ali bin Abi Thalib
Rasulullah memberikan pelajaran kepada Ali. “ Berilah orang yang tak pernah memberi kepadamu, maafkanlah orang yang telah merugikan anda dan bersilaturrahmilah dengan orang yang pernah memutuskan hubungan dengan anda ” Selain itu, Rasulullah juga mengajarkan “ Barang siapa mempekerjakan tenaga buruh lalu berbuat zalim kepadanya, dan tidak memenuhi upahnya, akulah musuh orang itu di hari kiamat” Beliau mengatakan pula “ Barang siapa dapat menahan nafsu amarah dan melaksanakannya, Allah akan menggatikannya dengan keimanan dan keamanan” Ajaran-ajaran yang disampaikan Rasulullah itulah yang dipraktekkan Ali dan Fatimah dalam kesehariannya.
Ali bin Abi Thalib mendapat tempat di hati umat. Hal itu terjadi bukan saja karena kedekatannya kepada Nabi dalam arti hubungan sedarah dan hubungan keluarga, tetapi juga karena sifat-sifat pribadinya yang simpatik dan sangat khas, yang juga tidak lepas dari didikan Nabi. Dalam usianya yang baru 30 tahun, di tengah-tengah para sahabat yang sebagian sudah dua kali lipat umurnya, Khalifah Abu bakar selalu meminta pendapat Ali dalam menghadapi berbagai persoalan. Ketika menghadapi masalah hukum Umar juga selalu meminta pendapat Ali, sehingga ia pernah berkata “ setiap ada masalah hukum, Abu Hasan (Ali bin Abu Thalib) harus dimintakan pendapatnya”.
            Ali juga dikenal dengan kezuhudan dan kebenarannya. Dengan keberanian yang luar biasa Ali tidur diranjang Rasulullah di malam Hijrah ke madinah padahal ia tahu bahwa pada malam itu kaum quraisy telah mengumpulkan berapa pemuda untuk mengepung rumah Rasulullah dan membunuh beliau. Ali menyerahkan nyawanya untuk orang yang dicintainya, ini merupakan suatu bentuk kecintaan sejati beliau terhadap Rasulullah dengan siap untuk mendapatkan resiko apapun termasuk dibunuh. Sebelum berperang Ali juga mengajak musuhnya untuk mengikuti jalan Allah, Rasulnya dan Islam. Setelah ajakan itu ditolak maka barulah Ali mengajaknya untuk berperang dan merekapun terbunuh. Sedangkan didalam menghadapi musuh, Ali tidak pernah memulai. Tetapi, jika diserang maka ia tidak pernah mundur, Ali berkata kepada sahabatnya “ Jangan memulai mengajak berduel, tetapi jika ditantang jangan mundur”. Rasulullah memberikan pedang Zulfikar kepada Ali karena keberaniaannya. Disaat menjadi pemimpin pasukan, maka Ali selalu memberi tahukan kepada anak buahnya jangan sekali-sekali melakukan balas dendam, jangan membunh musuh dari belakang dan membunuh musuh yang sedang terluka parah.
Selain pemberani Khalifah Ali bin Abu Thalib senantiasa berakhlak baik sehingga beliau dikenal sebagai pemilik akhlak mulia baik ketika  masih anak-anak maupun telah dewasa.  Selama masa itu, ia lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada ilmu dan belajar-mengajar. Bahkan Rasulullah pernah mengatakan “Aku adalah kota ilmu dan Ali merupakan pintunya”.
Ketika selesai di baiat, Ali menyampaikan pidato. Setelah mengucapkan puji dan syukur kepada Allah antara lain ia berkata: “ Allah telah menurunkan Al-quran sebagai petunjuk yang jelas mana yangb baik dan mana yang buruk. Ambillah yang baik dan tinggalkan yang buruk. Laksanakanlah segala kewajiban kepada Allah, yang akan mengantarkan kalian ke syurga. Bagi kalian sudah jelas segala yang diharamkan oleh Allah, dan ini merupakanlain deng bagi setiap muslim. Laksanakanlah dengan ikhlas dan bersatulah. Seorang muslim ialah yang akan menyelamatkan orang  lain dengan lidah atau tangannya atas dasar kebenaran, dan tak boleh mengganggu. Utamakanlah kepentingan umum. Takutlah kalian kepada Allah mengenai hak-hak manusia dan negerinya sampai persoalan sjengkal tanah dan binatangpun kalian harus ikut bertanggung jawab. Taatlah kepada Allah dan jangan melanggar perintahnya. Bila kalian melihat yang baik ambillah dan bila melihat yang buruk tinggalkanlah”.
            Dalam berdakwahnya Ali mengunakan berbagai media dalam bentuk tulisan untuk menulis berbagai karangan. Sedangkan dalam penyampaian dakwahnya disaat menjadi Khalifah, beliau berjalan hilir mudik dipasar untuk melakukan pengawasan tanpa disertai pembantu ataupun pengawas. Disitulah beliau memberikan petunjuk-petunjuk, membantu yang lemah berbincang-bincang dengan para pedagang, serta memerintahkan kepada mereka agar berlaku tawaduk, bergaul dengan baik, dan membacakan mereka ayat-ayat Allah.
            Setelah menjadi Khalifah, beliau sibuk mengahadapi orang-orang yang tidak setuju dengan pemerintahannya. Terjadilah perang Jamal, Shiffin dan Nahrawan. Banyak hukum yang dapat diambil pelajaran dari perang saudara yang terjadi pada zaman Ali bin Abi Thalib, antaranya memperlakukan tawanan dengan baik dan melepaskannya setelah perang atau membuat perjanjian untuk tidak kembali berperang, tidak membagi-bagi harta musuh sebagi jaminan kecuali senjata dan kendaraan yang  kalah perang sebagai tawanan atau budak, tidak mengharamkan kepada para penentang akan haknya untuk menerima harta fa’i atau untuk sholat di masjid dan tidak boleh memulai perang ntuk mereka.
            Ali meninggal dunia di tangan Abdurrahan bin Muljam al-Khariji di Kufah pada fajar hari tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H dalam usia 58 tahun.
                       

DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman At-Tamimi. Utsman bin Affan yang Terjalimi. Ebook
Ali Audah. Ali bin Abi Thalib: Sampai kepada Hasan dan Husaein. 2008. Jakarta: PT. Pustaka Litra Antarnusa
Musthafa Murad. Kisah Hidupa Ali bin Thalib. 2007. Jakarta: Zaman
Wahyu Ilahi. Pengantar SEJARAH DAKWAH. 2007. Jakrta: Kencana



Tidak ada komentar:

Posting Komentar