SEJARAH DAKWAH
MASA KHULAFAURRASYIDIN
“UTSMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB”
DOSEN
PENGAMPU:
Dr. H. Harjani Hefni, MA / Bambang SR, M.Ag
Disusun
Oleh:
Maryamatul Munawwarah
Program Studi Komunikasi Penyiaran
Islam
Jurusan Dakwah
SekolahTinggi Agama Islam Negeri
Pontianak
2013
a.
Metode Dakwah
Utsman bin Affan
Metode
dakwah beliau dapat dilihat dari pidato beliau dihadapan publik setelah beliau
dibaiat menjadi khalifah ketiga. Utsman berkata “sesungguhnya aku diberi tugas dan aku terima. Ketahuilah bahwa aku
berkewajiban terhadap tiga hal
setelah Al-Qur’an dan As-Sunah, yaitu mengikuti orang-orang sebelumku yang
telah kalian sepakati dan kalian ikuti, mengikuti tradisi orang-orang baik yang
diperoleh dari orang-orang baik, dan tidak menghukum kalian kecuali jika
terpaksa hukuman harus diberikan. Sesungguhnya dunia ini hijau dan menarik bagi
manusia sehingga banyak di antara mereka yang condong kepadanya. Maka janganlah
kalian condong dan percaya, dan ketahuilah bahwa dunia ini tidak mau
meninggalkan kecuali manusia sendiri yang meninggalkannya.”
Pidato
Utsman memberikan gambaran kepada kita metode dakwah beliau, diantaranya:
a. Berdakwah
dengan melaksanakan tugas kekhalifahan yang diamanahkan secara maksimal.
b. Meneruskan
dakwah para pendahulunya, Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.
c. Berdakwah dalam bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah.
d. Mengikuti
tradisi baik yang sudah ada.
e. Tidak
mendahulukan hukuman dalam mendidik rakyat.
f. Mengajak
rakyat agar hidup sederhana.
Sebagian
masyarakat memangkang kepemimpinan beliau stelah dihasut oleh Ibnu Saba’. Kaum
munafik berkumpul dan mengepung rumah beliau. Setelah melakukan negoisasi,
mereka memasuki rumah khlifah dan membunuh Utsman yang saat itu telah berusia
delapan puluh tahun. Ketika dibunuh beliau sedang puasa dan membaca Al-Qur,an.
Pembunuhan ini terjadi tahun 36 H dan menjadi mata rantai perselisihan panjang
di tubuh kaum muslimin.
b. Dakwah
Ali bin Abi Thalib
Rasulullah
memberikan pelajaran kepada Ali. “
Berilah orang yang tak pernah memberi kepadamu, maafkanlah orang yang telah
merugikan anda dan bersilaturrahmilah dengan orang yang pernah memutuskan
hubungan dengan anda ” Selain itu, Rasulullah juga mengajarkan “ Barang siapa mempekerjakan tenaga buruh
lalu berbuat zalim kepadanya, dan tidak memenuhi upahnya, akulah musuh orang
itu di hari kiamat” Beliau mengatakan pula “ Barang siapa dapat menahan nafsu amarah dan melaksanakannya, Allah
akan menggatikannya dengan keimanan dan keamanan” Ajaran-ajaran yang
disampaikan Rasulullah itulah yang dipraktekkan Ali dan Fatimah dalam
kesehariannya.
Ali
bin Abi Thalib mendapat tempat di hati umat. Hal itu terjadi bukan saja karena
kedekatannya kepada Nabi dalam arti hubungan sedarah dan hubungan keluarga,
tetapi juga karena sifat-sifat pribadinya yang simpatik dan sangat khas, yang
juga tidak lepas dari didikan Nabi. Dalam usianya yang baru 30 tahun, di
tengah-tengah para sahabat yang sebagian sudah dua kali lipat umurnya, Khalifah
Abu bakar selalu meminta pendapat Ali dalam menghadapi berbagai persoalan. Ketika menghadapi masalah hukum Umar juga selalu
meminta pendapat Ali, sehingga ia pernah berkata “ setiap ada masalah hukum,
Abu Hasan (Ali bin Abu Thalib) harus dimintakan pendapatnya”.
Ali juga dikenal dengan kezuhudan
dan kebenarannya. Dengan keberanian yang luar biasa Ali tidur diranjang
Rasulullah di malam Hijrah ke madinah padahal ia tahu bahwa pada malam itu kaum
quraisy telah mengumpulkan berapa pemuda untuk mengepung rumah Rasulullah dan
membunuh beliau. Ali menyerahkan nyawanya untuk orang yang dicintainya, ini
merupakan suatu bentuk kecintaan sejati beliau terhadap Rasulullah dengan siap
untuk mendapatkan resiko apapun termasuk dibunuh. Sebelum berperang Ali juga
mengajak musuhnya untuk mengikuti jalan Allah, Rasulnya dan Islam. Setelah
ajakan itu ditolak maka barulah Ali mengajaknya untuk berperang dan merekapun
terbunuh. Sedangkan didalam menghadapi musuh, Ali tidak pernah memulai. Tetapi,
jika diserang maka ia tidak pernah mundur, Ali berkata kepada sahabatnya “ Jangan memulai mengajak berduel, tetapi
jika ditantang jangan mundur”. Rasulullah memberikan pedang Zulfikar kepada Ali karena
keberaniaannya. Disaat menjadi pemimpin pasukan, maka Ali selalu memberi
tahukan kepada anak buahnya jangan sekali-sekali melakukan balas dendam, jangan
membunh musuh dari belakang dan membunuh musuh yang sedang terluka parah.
Selain
pemberani Khalifah Ali bin Abu Thalib senantiasa berakhlak baik sehingga beliau
dikenal sebagai pemilik akhlak mulia baik ketika masih anak-anak maupun telah dewasa. Selama
masa itu, ia lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada ilmu dan
belajar-mengajar. Bahkan Rasulullah pernah mengatakan “Aku adalah kota ilmu dan Ali merupakan pintunya”.
Ketika
selesai di baiat, Ali menyampaikan pidato. Setelah mengucapkan puji dan syukur
kepada Allah antara lain ia berkata: “
Allah telah menurunkan Al-quran sebagai petunjuk yang jelas mana yangb baik dan
mana yang buruk. Ambillah yang baik dan tinggalkan yang buruk. Laksanakanlah
segala kewajiban kepada Allah, yang akan mengantarkan kalian ke syurga. Bagi
kalian sudah jelas segala yang diharamkan oleh Allah, dan ini merupakanlain
deng bagi setiap muslim. Laksanakanlah dengan ikhlas dan bersatulah. Seorang
muslim ialah yang akan menyelamatkan orang
lain dengan lidah atau tangannya atas dasar kebenaran, dan tak boleh
mengganggu. Utamakanlah kepentingan umum. Takutlah kalian kepada Allah mengenai
hak-hak manusia dan negerinya sampai persoalan sjengkal tanah dan binatangpun
kalian harus ikut bertanggung jawab. Taatlah kepada Allah dan jangan melanggar
perintahnya. Bila kalian melihat yang baik ambillah dan bila melihat yang buruk
tinggalkanlah”.
Dalam
berdakwahnya Ali mengunakan berbagai media dalam bentuk tulisan untuk menulis
berbagai karangan. Sedangkan dalam penyampaian dakwahnya disaat menjadi
Khalifah, beliau berjalan hilir mudik dipasar untuk melakukan pengawasan tanpa
disertai pembantu ataupun pengawas. Disitulah beliau memberikan
petunjuk-petunjuk, membantu yang lemah berbincang-bincang dengan para pedagang,
serta memerintahkan kepada mereka agar berlaku tawaduk, bergaul dengan baik,
dan membacakan mereka ayat-ayat Allah.
Setelah
menjadi Khalifah, beliau sibuk mengahadapi orang-orang yang tidak setuju dengan
pemerintahannya. Terjadilah perang Jamal, Shiffin dan Nahrawan. Banyak hukum
yang dapat diambil pelajaran dari perang saudara yang terjadi pada zaman Ali
bin Abi Thalib, antaranya memperlakukan tawanan dengan baik dan melepaskannya
setelah perang atau membuat perjanjian untuk tidak kembali berperang, tidak
membagi-bagi harta musuh sebagi jaminan kecuali senjata dan kendaraan yang kalah perang sebagai tawanan atau budak,
tidak mengharamkan kepada para penentang akan haknya untuk menerima harta fa’i atau untuk sholat di masjid dan
tidak boleh memulai perang ntuk mereka.
Ali
meninggal dunia di tangan Abdurrahan bin Muljam al-Khariji di Kufah pada fajar
hari tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H dalam usia 58 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman At-Tamimi.
Utsman bin Affan yang Terjalimi. Ebook
Ali Audah. Ali bin Abi Thalib: Sampai kepada Hasan dan
Husaein. 2008. Jakarta: PT. Pustaka Litra Antarnusa
Musthafa Murad. Kisah
Hidupa Ali bin Thalib. 2007. Jakarta: Zaman
Wahyu Ilahi. Pengantar SEJARAH DAKWAH. 2007. Jakrta:
Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar