Nama : Maryamatul Munawwarah
Nim :
1113111006
MK :
BPKI (Bimbingan Penulisan Karya Ilmiah)
Jurusan : KPI
CINTAKU, SUAMIMU
Pagi
telah merekah, mentaripun bersinar demikian eloknya, fina baru selesai mandi,
lalu berganti pakaian dan bersiap-siap untuk pergi kekampus, karena hari ini
adalah hari pertama fina masuk kuliah dan fina pun benar-benar tak ingin
terlambat. “Fin, ayo berangkat,!” seru rani diruang tunggu, “Sebentar” jawab
fina, tiga menit telah berlalu fina pun keluar dari kamarnya “Ayo kita
berangkat” ajak fina sambil menarik tangan rani, “Yach.... aku yang nunggu
kenapa kamu yang menarik tanganku,??” tanya rani dengan raut yang aneh, “Emmmz,
gitu aja marah” canda fina “Hehehehe” tawa fina dan rani yang hampir bersamaan.
Matahari
seakan condong dan haripun seperti seram dan mencekam saat fina dan rani
menginjakkan kaki disebuah ruangan, ruangan yang benar-benar membuat mereka
kebingungan mencarinya, “Hari pertama yang sangat menyebalkan” gertu fina
didalam hatinya, “Fin, kita duduk disana aja yah” ajak rani yang hampir membuat
fina kaget, “Oh.... iya” jawab fina seadanya.
Tiga
puluh menit telah berlalu, namun tak ada sorangpun yang biasa dipanggil dosen
masuk keruangan mereka, akhirnya dengan kesepakatan semua mahasiswa yang ada
diruangan itu merekapun keluar menuju suatu tempat, “Mau kemana kita,?” tanya
rani “Gak tau” jawab fina sekenanya
“Kita semua harus keruangan ketua program studi terlebih dahulu” jawab salah
seorang yang fina tidak tau namanya, “Ngapain,?” tanya fina bingung “Gak tau
juga, yang pasti kita harus kesana, ada bawa slip pembayaran daftar ulangkan,?”
lanjut orang tersebut, jawab fina dan rani bersamaan “Iya”.
Beberapa
menit dalam perjalan, merekapun sampai ditempat tujuan, satu per satu dari
mereka bergiliran masuk keruangan itu, Kini tiba giliran fina “Duch.... gimana
nih.?” Tanya fina yang tampak gemetaran “Masuk aja” jawab seseorang yang baru
keluar dari ruangan itu. Dengan perasaan yang teramat takut dan bingung fina
pun memberanikan diri untuk maju menapaki langkahnya, “Assalamu’alaikum.....”
sapa fina dengan suara yang terdengar begitu bergetar “Wa’alaikumsalam,
silahkan masuk” jawab wanita yang berada dirungan itu “Iya...” jawab fina
sambil menganggukan kepala “Ada bawa slip pembayaran.?” Tanya wanita itu dengan
ramah, “Ada, ini kak” jawab fina datar sambil memberikan barang yang dimaksud
“Ya sudah, ini...” kata wanita yang dipanggil fina dengan sebutan kakak tadi
“Terimakasih kak, assalamu’alaikum....” pamit fina yang langsung melangkahkan
kaki keluar dari ruangan tersebut.
“Ini
untuk apa sih,?” tanya fina dan keraguannya, jawab salah seorang dari mereka
“Itu adalah kertas yang harus kita bawa setiap hari untuk menandakan kalau kita
hadir pada saat perkuliahan berlangsung”. Dengan perasaan gelisah fina pun tak
lagi melanjutkan pertanyaannya, fikirannyapun terbang melayang keangkasa, tidak
lama selang beberapa waktu fina dan beberapa teman kostnya pulang bersama-sama,
“Gimana tadi, udah ngambil kertas diruang prodi,?” tanya tia kepada fina “Udah,
emangnya apa kegunaan kertas itu,?” tanya fina dengan polosnya “Gak tau juga
pastinya” jawab tia singkat “Emmmz.....” jerit batin fina.
Pagi
haripun kembali cerah, seperti mentari yang tak terlindungi oleh awan, fina pun
berangkat menuju kampus Tunas Bangsa, beberapa menit kemudian didalam ruang
kelas merekapun dikejutkan oleh suara “Assalamu’alaikum....” sapa seorang yang
yang kemudian masuk keruangan mereka “Wa’alaikumsalam....” jawab mereka sekelas
dengan serempak, “Baiklah, bapak akan memperkenalkan diri terlebih dahulu, nama
bapak Dira dan bapak akan mengajar kalian pada mata kuliah Bahasa Indonesia,
sekarang silahkan kalian memperkenalkan diri” kata pak dira dengan senyuman.
Akhirnya
satu per satu dari mereka mulai memperkenalkan diri, ada yang dari SMA, SMK,
MAN, dan ada juga dari Pontren, tibalah giliran fina untuk memperkenalkan diri,
dengan suara yang terdengar sedikit gemetar akhirnya berhasil juga fina
memperkenalkan dirinya, setelah perkenalan selesai dan berbagai pengalaman
hidup telah diceritakan oleh dosen mereka yang biasa disebut pak dira, fina pun
termenung sesaat, entah apa yang ada dalam alam fikirannya “Ya Allah.... nada
suara itu, nada suara itu sudah terasa demikian akrab ditelingaku, oh Tuhan....
mengapa aku bergetar jika mendengar suaranya, ada rasa untuk mendekap suara
yang membuat aliran darahku mengalir kian deras, tiap kali suara itu
merasuk,darahku berdesir ada semacam sesak menyumbat pembuluh darah, mengapa
aku ingin menitikkan air mata ketika mendengar suaranya,?” jerit batin fina
yang hampir membuat kelopak matanya mengalirkan bulir-bulir bening.
“Ya
Allah.... wajah itu, tutur kata itu, senyum itu, tatapan mata itu seakan-akan
mengingatkanku dengan seseorang yang telah mengisi dan mengajariku tiga tahun
terakhir ini, sosok seorang guru yang
selama ini kukagumi dan kusegani” sentak batin fina yang mulai berkecamuk
didada, “Terimakasih atas segala perhatian kalian, semoga kita bisa bertemu
kembali pada minggu yang akan datang dan jangan lupa tugasnya membuat karya
tulis” kata pak dira yang membuat lamunan fina buyar “Baik pak....” jawab
mereka serempak.
Waktu
terus mengalir bagai aliran sungai ditengah lautan dan tak bisa dipungkiri
waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, malam telah lewat dan pagipun telah
datang, dengan bersegera fina pun melakukan aktivitas pagi ini dengan penuh
semangat dan senyumam, setelah sepersekian detik fina pun berangkat kekampus
dengan sumringah, “Kenapa fin, senyum-senyum terus dari tadi,?” tanya risa
teman sekost fina “Emmmzz, eng.... enggak ada apa-apa kok” jawab fina yang
terkejut dengan senyuman tanpa isyarat, sesampainya dikampus, Fina, Risa, Rani
dan Irma pun berpisah kerena berlainan fakultas.
Kini
tinggal fina dan rani yang berjalan bersamaan menuju ruang kelas mereka, “Fin,
buat karya tulis apa,?” tanya rani memecah sunyi diperjalanan menuju kelas “Aku....
membuat puisi” jawab fina singkat “Kamu,?” lanjut fina “Sama, aku juga membuat
puisi” jawab rani. “Betapa bahagianya hari ini bisa melihat sosok insan yang
sangatku kagumi” fikir fina didalam hatinya saat melihat pak dira akan segera
masuk keruang kelas, “Gimana, sudah siap belajar,?” tanya pak dira memecah
ribut yang terdengar disisi kelas “Sekarang, tolong kumpulkan tugas kalian”
lanjut pak dira “Siap pak” jawab mereka sekelas bersamaan dan refleks langsung
mengumpulkan tugas yang dimaksud pak dira, pak dira pun mulai membaca satu per
satu karya tulis mereka dan akhirnya memanggil “Ica, Sifa, Fina dan Dion,
silahkan tulis judul karya tulis kalian
dipapan tulis” kata pak dira yang mengandung tanya bagi mereka sekelas “Ya
ampun.... apa yang salah dengan tulisanku,?” tanya fina didalam hatinya dengan
perasaan yang tak menentu.
Akhirnya
dengan mengumpulkan segala keberanian dan kekuatan, fina pun melangkah kedepan
dengan perasaan yang teramat kacau sambil menulis “Cinta Diwaktu Gerimis”
itulah judul puisinya, dengan kekuatan yang tersisa fina pun kembali ketempat
duduknya semula, ternyata setelah diterangkan satu per satu oleh pak dira,
judul puisi yang dibuat oleh fina mempunyai kesalahan dalm penulisannya yaitu
tulisan “Diwaktu” yang seharusnya menggunakan huruf kecil, tetapi fina malah
menulis “D” dengan huruf kapital, “Ya Tuhan.... hatiku benar-benar galau,
kenapa dalam karyaku yang pertama harus ada sedikit kesalahan.... tapi, bukankah
kesalahan awal dari kesuksesan,?” rintih hati fina, “Ya Allah.... kala ia
memandang, aku seolah bisu oleh tatapannya, kala ia berbicara, kurasakan
ketentraman luar biasa, rasa kagumku padanya serupa tuan rumah yang tau
getar-getar jiwa tamunya” lanjut fina didalam hati.
“Ada
apa fin,?... kenapa matamu seperti ingin meneteskan air mata,?” tanya salah
seorang teman fina “Eng.... enggak ada apa-apa, aku hanya teringat masa laluku”
jawab fina seadanya, “Oya, KHK nya mana,?” tanya pak dira yang akan segera
mangakhiri perkuliahan, dengan segera merekapun mengumpulkan kertas yang
disebut KHK tadi didepan pak dira. Tak lama kemudian setelah pak dira keluar
dari kelas, fina pun menanyakan kepada salah seorang teman sekelasnya “Rik,
kira-kira pak dira itu sudah mempunyai istri atau belum yah,?” “Kalau gak salah
sudah” jawab riki singkat dengan wajah bingung “Memangnya kenapa,?” lanjutnya
“Oh.... Cuma pingin tau aja” jawab fina dengan senyuman “Kirain.....” kata riki
memenggal kalimatnya “Apaan,?... biasa aja” jawab fina yang agak gugup.
“Tuhan....
kenapa rasa ini bisa tumbuh begitu cepatnya,?.... aku takut rasa kagum ini
terus bertambah, takut sampai mencintai dan menyayangi suami orang, takut rasa
ini tak bisa kupendam lagi....” rintih fina didalam hati kecilnya. Kini
bulir-bulir bening itu mulai mengalir dipipi fina, didalam kamarnya ia seperti
asing, mata dan fikirannya nanar entah kemana, “Tuhan.... mengapa ada rasa
sakit dalam mengagumi,?.... mengapa ada luka saat semua angan-anganku terbang
melintasi awan,?.... salahkah aku bila mengagumi milik orang,?.... haruskah aku
berbohong dengan menyembunyikan rasa ini,?.... apakah aku tergolong manusia
yang sesat hanya karena terpesona dan mengagumi keindahan ciptaan_Mu yang telah
memiliki belahan jiwa,?....” ungkap fina dalam sedu sedannya malam itu, “Oh....
seandainya saja rasa kagumku ini diketahui oleh pak dira, betapa indahnya
dunia” harap fina sambil menerawang sisi-sisi kamarnya.
Detik
berganti detik dan kerudung kesedihanpun mulai tersingkap, fina pun diselimuti
oleh sepinya malam dan akhirnya tertidur pulas dalam dekapan angin. Keesokan
harinya, fina terlihat begitu pucat, tak bersemangat dan tampak sangat lemah,
“Kamu sakit fina,?” tanya irma teman sekostnya “Enggak, aku hanyak gak enak
badan” jawab fina asal-asalan “Gak usah kuliah aja” timpal risa “Emmz.... gak
apa-apa, tenang aja” kata fina meyakinkan teman-temannya “Ya udah kalau gak
apa-apa” lanjut risa. Pagi itu seakan-akan awan hitam menyelimuti fikiran,
raga, hati dan perasaan fina, dia benar-benar seperti orang asing yang tak tau
jati dirinya, “Oh angin.... inikah takdirku,?” jerit hati kecil fina,
perkuliahanpun usai, fina langsung buru-buru pulang tanpa memperdulikan
orang-orang yang berada disekelilingnya.
Hari
ini adalah hari dimana fina bisa bertemu kembali dengan pak dira, dengan
perasaan yang teramat kalut akhirnya fina pun memberanikan diri untuk menatap
pak dira, tapi apa yang terjadi,?.... Hatinya bergoncang seolah diterjang angin
daya, jantungnya oleng seolah diterpa gelombang, fikirannya buyar seolah
disambar halilintar. Lima menit telah fina lalui demkian galaunya, sebab waktu-waktu
yang berlalu beriringan dengan begitu eratnya, “Pak, ini tugas kemarin” seru
salah sorang teman kelas fina “Oh.... iya, kumpulkan semua sekarang” kata pak
dira, dengan kegelisahan yang mendalam fina pun beranjak dari tempat duduknya
untuk mengumpulkan tugas, namun sorot matanya tidak sedikitpun mengerlingkan
kearah pak dira, “Kenapa aku tak sanggup melihat tatapannya,?” batin fina berkecamuk
“Tuhan.... tolonglah aku, hilangkanlah sedikit demi sedikit rasa ini” jerit
hati kecil fina, “Ran, kepalaku pusing” seru fina mengejutkan rani yang berada
disampingnya “Pusing,? Maksud kamu,?...” tanya rani bingung “Iya, aku gak tau
kenapa tiba-tiba saja pusing banget....” timpal fina “Ya sadah, lima belas
menit lagi perkuliahan ini selesai kita langsung pulang” hibur rani “Iya” jawab
fina lemah.
“Angin....
kenapa rasa ini semakin menggunung, semakin kucoba menahan perasaan ini,
semakin besar tumbuh benih-benih sayang ini” fikir fina menerawang dialam
bebas, “Kenapa sosok pak dira terus berlabuh dilautan hati dan jantungku,?”
rintih fina. Malam bertabur bintang diselimuti sang mega, saat itu pula fina
mulai mengambil sebuah buku yang telah lama tidak dibukanya bahkan telah
sedikit usang, sambil mengambil sebuah pulpen dari tasnya, fina pun menggores
tinta itu diatas kertas putih, kini hanya derapan-derapan goresan tangan
finalah yang terdengar dikesunyian malam, “Hati, hati.... kenapa harus ada hati
yang terluka,? Mengapa,?... mengapa tak ada lagi setitik cahaya yang menerangi
hatiku,? Aku benci hidup ini.... benci.... mengapa semua harus terjadi.?
Mengapa duka dan lara selalu menghampiriku,? Kemana perginya kebahagiaan,
kesenangan dan kegembiraan untukku ya Allah,?” fina berhenti sejenak sambil
menarik nafas dalam-dalam dan mengusap bulir-bulir bening yang deras sedari
tadi.
“Ya
Allah, apa yang yang terjadi denganku,?.... semestinya aku harus ikhlas
meskipun terbebani, karenaku yakin dengan sadar sesadarnya Allah tidak akan
mengujiku dengan apa-apa yang tidak mungkin sanggupku hadapi, Ya ‘Adl.... wahai
zat yang maha adil, aku menyesal menulis kata-kata tadi dan mengapa aku hampir
saja putus asa dengan apa yang telah terjadi dimemori hidupku, Ya Allah....
ampunilah dosaku, lindungilah aku dari sifat putus asa dan tenangkanlah hatiku
dalam menghadapi kepompong kehidupan ini, aku sadar bermetamorfosis dalam
kehidupan ini memang sangat sulit, karena setiap jalan yang ditapaki selalu ada
halangan dan rintangannya” seru fina dalam hatinya dengan perasaan yang
menggelora, namun tak dapat dipungkiri ternyata air matanya terus mengalir
bagai derasnya air hujan yang jatuh dari langit.
Pagi
kembali cerah, tetapi hari ini tak secerah harapan fina “Mulai hari ini aku
tidak akan lagi mau mengingat-ingat pak dira” fikir fina dialam bawah sadarnya
“Jika aku harus melupakannya dan berhenti mengaguminya, aku tak yakin bisa
melakukan itu karena rasa ini telah berkembang biak diseluruh aliran darahku”
lanjut fina dalam lamunannya. Kini pak dira telah berada tepat didepan kelas
fina, dengan hati yang dag, dig, dug, akhirnya terpancar juga senyum dari bibir
fina “Subhanallah.... senyumnya menggetarkan hati dan jantungku” kata fina saat
bertatapan dengan pak dira “Ran, menurutmu pak dira itu gimana sih,?...” tanya
fina dengan rani “Yah.... sepertinya baik, enak diajak ngobrol” jawab risa “Gitu
aja,? Lanjut fina “Yah.... kitakan belum pernah curhat dengan bapak....”
“Emmz....” keluh fina.
“Jika
aku tak mengagumi pak dira, itu berarti omong kosong yang setinggi-tingginya,
karena dari awal bertemu dengannya
rasa kagum itu telah menghampiri dan menyelimuti batinku, kuakui awalnya hanya
karena kumerindukan sosok guru yang sangat kukagumi yang sangat mirip atau
persis dengan pak dira, dari ujung rambut sampai ujung kakinya dan begitu juga
sifatnya, senyumnya, tatapan matanya dan tingkah lakunya” kata fina didalam
hati sambil menatap lekat-lekat wajah pak dira, perkuliahanpun hampir selesai
dan kini fina dikejutkan oleh sumber suara yang sangat dikenalnya yaitu suara
pak dira “Bapak minta sekarang kalian memberikan atau mengungkapkan kesan perasaan
kalian tentang selama mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah bapak
ajarkan” kata pak dira dengan sebuah senyuman khasnya.
Satu
per satu ditanya, ada yang mengatakan senang, sulit, dan ada juga yang
mengatakan asyik, kini tibalah pak dira berada dihadapan fina “Kesan saya
selama mengikuti perkuliahan ini sangat senang, banyak ilmu yang saya dapatkan
dan banyak hal yang belum saya ketahui sebelumnya kini telah saya dapatkan,
tapi.... sekarang, hari ini, detik ini semua seakan berubah....” kata fina
tersendak dan tak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya karena sama sekali tak
bisa disembunyikan lagi bulir-bulir bening itu sehingga mampu turun dengan
derasnya tanpa direncanakan sedikitpun, “Kenapa,? Bapak tidak akan pergi jauh”
kata pak dira dengan senyuman “Ya Allah.... kenapa aku tidak bisa melanjutkan
kata-kata ini lagi,?” bentak batin fina dalam fikirannya, “Fin, kenapa,?” tanya
beberapa orang teman sekelas fina yang tampak kebingungan melihat kejadian
tersebut, lagi-lagi fina hanya mampu menangis sesegukan sampai akhirnya pak
dira mengungkapkan sesuatu “Semoga kita bisa bertemu lagi dikesempatan UAS
(Ujian Akhir Semester) bulan depan” ungkap pak dira dengan pancaran
ketulusannya.
Lagi-lagi
fina seakan merasakan sosok pak dira orang yang sangat dikaguminya akan pergi
sejauh mungkin darinya, pak dira pun melanjutkan kata-katanya. Fina mendengarkan
untaian nasihat dari pak dira dengan penuh takzim, tak banyak yang bisa fina
katakan meskipun hanya sekedar dalam hati karena matanya tak sanggup membendung
air mata lagi, fina menangis, menangis, dan menangis hingga sampai akhirnya pak
dira telah keluar dari ruangan kelas itu. “Ya Allah.... betapa besarnya rasa
kagum ini, mengapa aku harus mengagumi orang yang telah memiliki belahan jiwa
dan sandaran hati,?.... orang yang tak mungkin bisa membalas rasa
sayangku,?.... apakah ini garis takdir yang terbaik untukku yang hanya bisa
mengagumi tanpa dicintai,?.... kini aku benar-benar bingung oleh perasaan ini,
apa yang sebenarnya terjadi di relung hatiku sekarang, apakah rasa ini hanya
sebatas mengagumi, ataukah menyayangi dan ataukah mencintai,?.... aku
benar-benar bingung ya Allah” ujar fina panjang lebar dalam sedu sedannya
dimalam nan sunyi sepi.
Detik jampun berlarut dalam
keheningan yang seakan turut mewakili perasaan yang sedang berkecamuk didalam
fikiran, hati, dan otak fina. Fina hanya bisa terdiam membisu mengingat memori
yang telah terjadi beberapa menit yang lalu, mulailah fina larut dalam alam
fikirannya dan teringat sejenak dengan kata-kata yang pernah didengarnya dari
seorang gurunya yaitu “Tugas kita didunia ini bukan mencari kesuksesan, tetapi
tugas kita yang sesungguhnya adalah mencoba, karena dengan mencoba kita bisa
memahami, mengerti, dan tau arti hidup yang sesungguhnya, dan jadilah orang
yang tegar dalam menghadapi permasalahan,
jangan pernah sekalipun menampakkan sikap cengeng.
..........................................*Selesai*........................................
Cerita ini kutulis ketika mata kuliah BPKI tahun kedua bangku kuliahku, empat tahun silam yaitu tahun 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar