METODOLOGI
DAKWAH
MAHABBATULLAH
dan TAQWA
DOSEN
PENGAMPU :
Dr.
H. Harjani Hefni, MA
DISUSUN OLEH :
Maryamatul Munawwarah
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM (KPI)
JURUSAN DAKWAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONTIANAK
2013
MAHABBATULLAH dan TAQWA
A.
RUMUS MAHABBATULLAH
Cinta Pada
Guru Pintu Cinta Pada Rasulullah, Cinta pada Rasulullah Pintu Cinta Pada Allah.[1]
Untuk sampai kepada Allah terlebih dulu harus kenal dengan Allah dan
untuk kenal dengan Allah terlebih dulu harus kenal dengan Rasul-Nya bukan hanya
mengikuti dari kelakuan Nabi tapi terlebih utama mengenal jiwa atau pribadi
Nabi yang berangsur-angsur akan tumbuh rasa cintanya kepada Rasulullah.
Jika hatinya sudah dipenuhi Mahabbah kepada Rasul, maka ia akan
Rindu untuk bertemu atau berjumpa dengan Beliau dan rasa rindu itulah yang akan
mengantarkan ia kepada Gerbang Mahabbatullah untuk menjadikan dirinya lebih
dekat kepada Allah Swt.
Ulama adalah pewaris nabi, dizaman tidak ada nabi dan rasul, dialah
yang mendidik umat dengan iman dan Islam. Dia mempertemukan umat dengan jalan
hidup yang sebenar-benarnya seperti yang Allah tunjuk dalam Al Quran dan Hadis
yaitu satu-satunya jalan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
“Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para
nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu. Karena itu,
siapa saja yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang besar.” (HR Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, al-Hakim,
al-Baihaqi dan Ibn Hibban).
Ø
Cinta Pada Guru Gerbang Cinta
Pada Rasul
Didalam ajaran tasawuf, adab kepada guru Mursyid adalah sesuatu yang
utama dan pokok, karena hampir seluruh pengajaran tasawuf itu berisi tantang
pembinaan akhlak manusia menjadi akhlak yang baik, menjadi akhlak yang mulia
sebagaimana akhlak Rasulullah SAW. Seorang murid harus selalu bisa memposisikan
(merendahkan) diri didepan Guru, harus bisa melayani Gurunya dengan
sebaik-baiknya sebagaimana yang penulis dapatkan dalam literatur (http://edisugianto.wordpress.com/2011/09/16/pintu-mahabbatullah/,
akses tgl 28 Maret 2013).
Abu yazid al-Busthami terkenal dengan ketinggian adapnya, setiap
hari selama bertahun-tahun Beliau menjadi khadam (pelayan) melayani gurunya
sekaligus mendengarkan nasehat-nasehat yang diberikan gurunya. Suatu hari Gurunya
menyuruh Abu Yazid membuang sampah ke jendela “Buang sampah ini ke jendela”,
dengan bingung Abu Yazid berkata “Jendela yang mana guru?” “Bertahun-tahun
engkau bersamaku, tidakkah engkau tahu kalau dibelakangmu itu ada jendela” Abu
Yazid menjawab, “Guru, bagaimana aku bisa melihat jendela, setiap hari
pandanganku hanya kepadamu semata, tidak ada lain yang kulihat”.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita Abu Yazid, kalau
Abu Yazid tidak pernah memalingkan pandangan dari gurunya, kalau kita masih
sempat ber-SMS ria, masih sempat bermain game dan masih sempat ketawa ketiwi.
Kalau Abu Yazid tidak pernah tahu dimana letak jendela, kalau kita malah bisa
tahu berapa jumlah jendela dirumah Guru sekalian warna gordennya, mungkin juga
kita tahu jumlah pot bunga diruangannya.
Merendahkan diri dihadapan guru bukanlah tindakan bodoh, akan tetapi
merupakan tindakan mulia, dalam diri guru tersimpan Nur ‘Ala Nurin yang pada
hakikatnya terbit dari zat dan fi’il Allah SWT yang merupakan zat yang Maha
Positif. Disaat kita merendahkan diri dihadapan guru, disaat itu pula Nur Allah
mengalir kedalam diri kita lewat guru, saat itulah kita sangat dekat dengan
Tuhan, seluruh badan bergetar dan air matapun tanpa terasa mengalir membasahi
pipi.
Ø Ciri-ciri Orang yang Mahabbatullah[2]
Orang yang mahabbulillah itu dalam menjalankan ibadah
tak ubahnya orang yang lagi mabuk kepayang,
lagi majnun jadi tidak ada perasaan lelah bosan dalam beribadah baik
pagi siang malam yang diinginkan hanyalah rindu dekat dengan sang Kholiq. Tak pernah menghiraukan apa kata
orang karena dia merasa bahagia dekat dengan Tuhannya.
Barang siapa yang mau melaksanakan hal hal yang fardhu
disebabkan cintanya kepada Allah, maka ia termasuk orang yang beruntung dan
lebih beruntung lagi orang yang mau mengerjakan hal hal yang fardhu tadi
ditambah dengan mengerjakan sunah sunah
nafilah, orang yang demikian ini bakal
menjadi kekasihnya Allah, dia berhak menyandang derajat Al Mahbub minallah,
orang yang dicintai Allah.
- CARA
MENCAPAI TAQWA.
Ada
seorang berkata : “Demi Allah, bagaimana saya bisa menggapai mutiara yang
berharga ini dan sampai kepada tingkatan yang mulia.
Sesungguhnya orang mukmin itu, jika dirangsang dengan perbuatan baik, maka bangkitlah
keinginan untuk melakuakannya dan jika ditakut-takuti dengan perbuatan buruk,
maka dia pun berusaha menghindarinya. Dan tidak ada kebaikan pada orang yang
manakala dicegah (dari perbuatan terlarang), dia tidak menghindarinya dan
manakala diperintah (dengan perbuatan baik) tidak terbangkit keinginannya untuk
melakukan perintah tersebut.
Imam Al Ghazali rahimahullah berkata : “Keutamaan jiwa seorang mukmin, hanya
ada manakala ditegakkan diatas ketaqwaan, yaitu dengan kemauan keras ia tinggalkan setiap bentuk
kemaksiatan dan memelihara jiwa dari setiap penyimpangan. Jika Anda melakukan
yang demikian, niscaya anda menjadi taqwa kepada Allah (takut dengan
sebenar-benarnya), melalui kedua mata, lisan, perut, kelamin dan seluruh
anggota tubuh. Berarti, anda telah mengendalikan dengan kendali taqwa.”
Jika Anda bertanya : “ Bagaimana saya bisa menjaga seluruh anggota badan yang
lima dari maksiat kepada Allah swt dan bagaimana saya bisa mengendalikannya
dengan ketaatan kepada Allah?
Maka jawabannya adalah : “Allah lah pemberi taufiq kepada kita semua”.
Tentang
hal ini, yaitu faktor yang dapat membantu mencapai ketaqwaan, ada lima perkara dalam (http://mahad-ib.blogspot.com/2012/02/hakikat-taqwa-bag-7-cara-mencapai-taqwa.html,
akses tanggal 29 Maret 2013) :
- Mahabbatullah, kecintaan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Allah-lah yang menguasai hati seorang
hamba. Ia mampu menanggalkan kecintaan hamba terhadap segala sesuatu
(selain-Nya) sehingga rela berkorba dalam menempuh (jalan ketaqwaan).
- Hati Anda harus dapat merasakan
adanya pengawasan Allah dan malu kepada-Nya dengan sebenar-benar malu.
- Anda harus mengetahui segala
sesuatu yang ada di jalan maksiat, dan akibat yang ditimbulkannya berupa
kerusakan-kerusakan dan penyakit-penyakit.
- Anda harus mengetahui bagaimana
menundukkan hawa nafsu dan menaati Maula (Allah Subhanahu wa Ta’ala)
- Hendaknya Anda mengetahui tipu
daya – tipu daya syaithan berikut ranjau-ranjaunya, dan hendaklah waspada
dari bisikan dan tipu muslihatnya.
Ø Cara Meningkatkan Taqwa
Untuk
memperkokoh dan meningkatkan kadar ketakwaan kita kepada Allah, ada beberapa dalam
(http://ephaaphril.blogspot.com/2012/02/cara-meningkatkan-taqwa.html,
akses tanggal 30 Maret 2013) cara yaitu :
- Dengan al- mu’ahadah yaitu
ingat dengan perjanjian kita kepada Allah swt. Janji itu sering kita
ikrarkan, misal ketika kita shalat paling sedikit 17 kali kita berjanji
kepada Allah untuk menyembah hanya kepada Allah dan minta pertolongan, bahkan
setiap kita membaca surat al-Fatihah ayat 5 : “Kepada-Mu kami menyembah
dan kepada-Mu kami mohon pertolongan”. Dengan demikian, setiap kita sudah
berjanji untuk menjalankan kehidupan ini dengan sesuatu yang bernilai
ibadah dan Allah sesungguhnya menciptakan manusia ini dengan tujuan untuk
beribadah kepada-Nya.
- Dengan al-Muraqabah yaitu
merasa dekat kepada Allah swt.
Hal ini perlu karena orang akan merasakan bahwa dia selalu diawasi oleh Allah dan membuatnya selalu berfikir sebelum berbuat dan tidak berani menyimpang dari jalan yang telah diatur-Nya. Sikap ini mutlak harus dilakukan , karena sebenarnya Allah itu sangat dekat dengan kita, sesuai dengan firman Allah swt dalam surat al-Hadid ayat 4 yang artinya : “Dan Allah bersama kamu dimana saja kamu berada, Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”. - Dengan al- Muhasabah atau introspeksi
diri yang juga merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, apalagi kelak
amal manusia akan hitung oleh Allah swt. Karena itu sebelumnya manusia
harus menghitung sendiri amal-amalnya agar dia tahu apakah selama ini dia
lebih banyak amal shaleh atau amal salah.
- Dengan al- Mu’aqabah yaitu
memberikan sangsi atau menghukum dirinya sendiri bila tidak melakukan
hal-hal yang semestinya dilakukan, apalagi jika sampai melakukan maksiat.
Perlunya sangsi ini diberlakukan pada diri seseorang muslim, karena akan
membatasi jangan sampai mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang
lain.
- Dengan al-Mujahadah yaitu
bersungguh sungguh dalam menjalankan ajaran Islam, hal ini karena Islam
memang harus dilakukan dengan penuh kesungguhan. Tanpa kesungguhan, sangat
sulit seorang dapat melakukan ajaran Islam.
Dengan demikian, ketaqwaan kepada
Allah harus kita mantapkan terus karena dengan demikian seorang muslim akan
memperoleh kebahagiaan yang hakiki didunia dan akhirat.
[2]http://sejukk.blogspot.com/2012/12/bagaimana-cara-meraih-derajat-al-mahbub.html,
akses tanggal 29 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar