Tak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang mana
semua yang kita lakukan tidak dapat lepas dari orang lain dan setiap manusia
ingin hidup dengan sejahtera, kondisi Sejahtera yang dimaksud menunjuk pada
kesejahteraan sosial yaitu tercukupinya kebutuhan material dan non-material.
Dalam masyarakat Indonesia, kondisi sejahtera itu diartikan hidup aman dan
bahagia karena semua kebutuhan dasar dapat terpenuhi, seperti makanan yang
cukup, gizi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, pendapatan yang layak dan
perlindungan.
Nilai-niai kesejahteraan yang terkandung didalam Al-Qur’an merupakan
tugas atau kewajiban manusia untuk menegakkan keadilan, hal itu merupakan
perintah. Maka perintah zakat bagi umat islam yang mampu merupakan kewajiban yang
bersifat imperatif karena didalam harta yang kita miliki ada hak orang lain
dalam hal ini orang fakir dan miskin, selain itu terdapat pula larangan untuk
memakan harta anak yatim dan orang miskin.
Islam memang memiliki konsep kesejahteraan sosial yang sangat
tinggi, namun kebanyakan dari kita melupakannya, tanggung jawab sosial dan
keadilan sosial adalah suatu yang harus ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari.
Islam selalu mengajarkan kepada umatnya utuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan
islam juga selalu mengajarkan pada umatnya untuk mencari rezki yang halal guna
dapat menolong orang-orang yang ada disekeliling kita.
Bukankah kesejahteraan yang tinggi itu terletak pada “keselamat
dunia akhirat” (fitdunya hasanah wafil akhirrati hasanah). Zakat,
infak dan sedekah adalah konsep tolong menolong yang harus terus dipeliharan
dan dikembangkan, mungkin sebagian dari kita masih ingat bagaiman gerakan 1
koin untuk perita mampu mengumpulkan uang yang begitu banyak. Andai saja itu
dapat tetap kita jalankan dan di kelola dengan baik untuk pengentasan
kemiskinan dinegeri ini maka mungkin dalam hitungan tahun angka kemiskinan dinegeri
kita dapat turun dengan drastis.
- KEAMANAN[2]
Stabilitas keamanan sangat erat hubungannya dengan
keimanan, ketika keimanan lenyap, niscaya keamanan akan tergoncang. Dua unsur
ini saling mendukung, Allah berfirman dalam QS. Al-An'am : 82 yang artinya : “Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan Iman mereka dengan kezhaliman, mereka
itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk”
Dalam sebuah ayat, Allah menjanjikan orang-orang
yang beriman dan mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk
menggantikan rasa takut mereka dengan curahan rasa aman. Ingatlah janji Allah
pasti terlaksana, Allah berfirman QS. An-Nur : 55 artinya : “Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan
amal-amal shalih bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama mereka yang diridhai-Nya untuk mereka dan Dia
benar-benar akan mengganti (keadaan) mereka sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatupun dengan Aku dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.
Jadi, cara penting yang harus ditempuh dalam
menciptakan keamanan ialah dengan menyebarkan dakwah menuju aqidah yang benar
kepada umat manusia dan membasmi kesyirikan, besar maupun kecil. Dan jika
sebuah pemerintahan atau masyarakat benar-benar mencita-citakan terciptanya keamanan
dilingkungannya, hendaknya mengacu kepada agama Allah yang memberikan perhatian
ekstra terhadapnya dalam banyak ayat. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
terciptanya keamanan yaitu :
·
Penyebaran Aqidah yang
benar kepada umat. Sebab, aqidah yang benar, iman dan tauhid akan menghalangi
berkeliarannya orang yang bermaksiat, penjahat dan orang yang mengintimidasi.
Islam telah menetapkan hukuman yang berat bagi orang yang mengancam keamanan
masyarakat, misalnya, hukuman untuk muharabah (memerangi Allah dan Rasul-Nya
dengan cara berbuat onar) sangat tegas dalam Al-Qur'an dan Sunnah
·
Penegakan shalat juga
melahirkan efek balik tertahannya kemungkaran dan kekejian. Diantaranya akan
mempertaruhkan keamanan, Allah berfirman dalam QS az-Zumar : 45 artinya : “Sesungguhnya
shalat akan mampu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran”
·
Membayar Zakat. Jika
para orang kaya enggan membayar zakat, niscaya akan menimbulkan rasa iri dan
dengki dikalangan orang miskin, mencuri hartanya, mencongkel rumahnya. Orang
kayapun tidak akan merasa aman dengan harta yang ia miliki, dengan dibayarnya
zakat, maka akan terjalin ukhwah antara mereka
·
Penegakkan Amar Ma'ruf
Nahi Mungkar. Allah berfirman yang artinya : “Seandainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi
ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”
(Al-baqarah : 251)
·
Penegakan Hukum Allah.
Allah berfirman artinya : “Dan dalam (pelaksanaan) qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”
(Al-Baqarah : 179)
·
Taat kepada pemimpin
negara dalam perkara yang bukan maksiat, tidak mengobarkan api pembangkangan,
tidak memprovokasi rakyat, tidak melakukan penghinaan kepada pemerintah,
ataupun dengan pembangkangan secara verbal atau dengan takfir sebelum sampai
pada level pembangkangan dengan senjata.
·
Mentaati ulama rabbani
dan selalu berhubungan dengan mereka, sebab mereka merupakan pondasi keamanan
masyarakat. Seharusnya, mereka selalu didepankan dan diminta bimbingannya.
C. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat dikatakan sebagai dakwah yang
dilakukan melalui tindakan didalam kehidupan masyarakat. Pemberdayaan tidak
hanya berdasarkan kehendak tetapi juga memberdayakan dirinya sendiri misalnya memberdayakan
masyarakat dalam salah satu komunitas tersebut untuk bisa meningkatkan
ekonominya dengan kemauan yang kuat, sehingga nantinya kelompok masyarakat
tersebut mampu memberdayakan dirinya sendiri.[3]
Kemudian terkait dengan komunitas atau masyarakat khusus dalam
penuturannya yaitu masyarakat yang memiliki subkultur atau budaya khusus, misalnya
nelayan, pemulung atau bisa juga komunitas punk.
Dakwah harus disesuaikan dengan masyarakat sasaran, materi dakwah
juga perlu dipilah antara untuk kader dakwah dan masyarakat sasaran, motivasi
untuk kader tidak harus sama dengan motivasi untuk kelompok sasaran. Pemilahan
sasaran dakwah secara jeli juga penting, mengingat ketimpangan ekonomi dalam
masyarakat sebenarnya semakin melebar, gambaran itu menunjukkan betapa besar
dan luas sasaran dakwah.[4]
Penting untuk diperhatikan, bila dakwah berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan kelompok, maka perlu pendekatan yang partisipatif, bukan pendekatan
teknokratis. Dengan pendekatan itu, kebutuhan digali oleh motivator dakwah
(kader) bersama kelompok sasaran yang akan diberdayakan, pemecahan masalah
direncanakan dan dilaksanakan oleh kader kelompok, bahkan kegiatanpun dinilai
bersama untuk rnemperbaiki aktifitas selanjutnya. Pendekatan macam ini perlu
sistem monitoring dalam pelaporan yang up to date, inilah yang sekarang dikalangan
Lembaga Swadaya Masyarakat sedang populer disebut “Riset Aksi”.
Dengan demikian dakwah tidak dilakukan dengan perencanaan global
yang turun dari atas (top down), yang kadang-kadang sampai dibawah tidak
menyelesaikan masalah. Perencanaan model top down sering mengabaikan pemetaan
masalah, potensi dan hambatan spesifik berdasarkan wilayah atau kelompok,
apalagi per jenis kegiatan. Tipe satu kelompok masyarakat disatu desa, tidak akan
sama dengan kelompok lain ditempat yang berbeda.
Dakwah inilah yang sekarang disebut dengan dakwah bil hal atau
dakwah pembangunan atau dakwah bil hikmah menurut bahasa Al-Qur’an. Seperti
yang tercantum dalam surat Al-Nahl ayat 125, “Serulah manusia kejalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik”. Dakwah bil hal mempunyai implikasi terhadap pengembangan masyarakat,
yaitu:
- Masyarakat
yang menjadi sasaran dakwah, pendapatannya bertambah untuk membiayai
pendidikan keluarga atau memperbaiki kesehatan
- Dapat
menarik partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sebab masyarakat
terlibat sejak perencanaan sampai pelaksanaan usaha dakwah bil hal
- Dapat
menumbuhkan atau mengembangkan swadaya masyarakat dan dalam proses jangka panjang
bisa menumbuhkan kemandirian
- Dapat
rnengembangkan kepemimpinan daerah setempat dan terkelolanya sumber daya
manusia yang ada, sebab anggota kelompok sasaran tidak saja jadi obyek
kegiatan, tetapi juga menjadi subyek kegiatan
- Terjadinya
proses belajar-mengajar antara sesama warga yang terlibat dalam kegiatan.
Sebab kegiatan direncanakan dan dilakukan secara bersarna, hal ini
menimbulkan adanya sumbang saran secara timbal balik.
REFERENSI
www.mujaiyah.wordpress.com/2011/06/07/islam-muhammad-dan-konsep-kesejahteraan-umat/,
akses tanggal 16 Mai 2013
www.almanhaj.or.id/content/2480/slash/0/pentingnya-stabilitas-keamanan-dalam-islam/,
akses tanggal 16 Mai 2013
www.umy.ac.id/en/alternatif-metode-dakwah-melalui-pemberdayaan-masyarakat.html,
akses tanggal 17 Mai 2013
www.jombang.nu.or.id/nuansa-fiqh-sosial-10-dakwah-dan-pemberdayaan-rakyat/,
akses tanggal 17 Mai 2013
[1]www.mujaiyah.wordpress.com/2011/06/07/islam-muhammad-dan-konsep-kesejahteraan-umat/,
akses tanggal 16 Mai 2013
[2]www.almanhaj.or.id/content/2480/slash/0/pentingnya-stabilitas-keamanan-dalam-islam/,
akses tanggal 16 Mai 2013
[3]www.umy.ac.id/en/alternatif-metode-dakwah-melalui-pemberdayaan-masyarakat.html,
akses tanggal 17 Mai 2013
[4]http://jombang.nu.or.id/nuansa-fiqh-sosial-10-dakwah-dan-pemberdayaan-rakyat/,
akses tanggal 17 Mai 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar