KAFIR ATAU KUFUR
Oleh:
Maryamatul Munawwarah
A. Pengertian Kafir atau Kufur
Kekafiran atau kufur dalam bahasa Arab asal
berarti penutup. Adapun dalam istilah syariat berarti lawan dari iman. Kufur
bisa terjadi karena beberapa sebab antara lain:
1.Mendustakan atau tidak mempercayai.
2.Ragu terhadap sesuatu yang jelas dalam syari’at.
3. Berpaling dari agama Allah.
4. Kemunafikan yakni menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman.
5. Sombong terhadap perintah Allah `Azza wa Jalla seperti yg dilakukan iblis.
6. Tidak mau mengikrarkan kebenaran agama Allah bahkan terkadang dibarengi dgn memerangi padahal hati yakin kalau itu benar seperti yg terjadi pada Fir’aun.
1.Mendustakan atau tidak mempercayai.
2.Ragu terhadap sesuatu yang jelas dalam syari’at.
3. Berpaling dari agama Allah.
4. Kemunafikan yakni menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman.
5. Sombong terhadap perintah Allah `Azza wa Jalla seperti yg dilakukan iblis.
6. Tidak mau mengikrarkan kebenaran agama Allah bahkan terkadang dibarengi dgn memerangi padahal hati yakin kalau itu benar seperti yg terjadi pada Fir’aun.
Keenam hal ini termasuk dalam kufur akbar yg menjadikan
pelaku keluar dari Islam atau murtad. Terkadang kufur besar terjadi dengan
ucapan atau perbuatan yang sangat bertolak belakang dengan iman seperti mencela
Allah dan Rasul-Nya atau menginjak al Qur’an dalam keadaan tahu kalau itu adalah
Al Qur’an dan tidak terpaksa. Di samping yang tersebut di atas ada pula kufur
ashghar yg tidak mengeluarkan pelaku dari agama atau tidak menjadikan murtad.
Kufur ashghar yaitu perbuatan-perbuatan dosa yang disebut dengan istilah
kekafiran dalam Al Qur’an maupun As Sunnah tapi belum mencapai derajat kufur
besar. Misal kufur ni’mat sebagaimana tersebut dalam
surat An-Nahl ayat 112 atau membunuh seorang muslim.
B.
Kufur dan
Karakteristiknya Dalam Al-Quran
Salah satu masalah
pokok yang banyak dibicarakan oleh al-Qur'an adalah kufr (kekafiran). Kufr,
pada dasarnya, merupakan antitesis dari iman, sedangkan iman adalah bagian dari
ajaran atau aspek Islam yang paling pokok dan fundamental. Bila sistem iman
rusak, maka runtuhlah bangunan agama secara keseluruhan. Di sinilah urgensi
pembahasan tentang kufr. Dari segi bahasa, kufr mengandung arti
“menutupi”. Malam disebut kafir karena ia menutupi siang atau menutupi
benda-benda dengan kegelapannya. Awan juga disebut kafir karena ia menutupi
matahari. Demikian pula para petani terkadang disebut kafir karena ia menutupi
benih dengan tanah. Secara istilah (terminologi), para ulama
berbeda-beda dalam menetapkan batasan kufr.
Ulama Ahlus Sunnah
wal Jamaah mengartikan kufr sebagai "pendustaan kepada Rasulullah Saw.
dan ajarannya”, sedangkan kaum Khawarij mengartikan kufr bagi orang
yang meninggalkan ajaran dan hukum-hukum Allah. Namun, secara umum kufr
dari segi bentuknya bisa terbagi menjadi beberapa kategori, antara lain:
A. Kufr al-Inkar
“Kufr al-inkar”
adalah kekafiran dalam arti pengingkaran terhadap eksistensi Tuhan sebagai
pencipta, pemelihara, dan pengatur alam ini, megingkari para rasul-Nya, dan
seluruh ajaran yang mereka bawa. Karena mengingkari pokok-pokok agama ini, maka
mereka dikategorikan sebagai penganut ateisme, materialisme, dan naturalisme
yang hanya mempercayai hal-hal yang bersifat material dan alamiah.
Menurut mereka, kehidupan ini hanya berlangsung secara alamiah, murni tanpa
kendali dari luar. Hal ini diungkapkan al-Qur'an dalam surat al-Jatsiyah ayat
24 yang artinya: "Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain
hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati, hidup, dan tidak ada yang
membinasakan kita selain masa. Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan
tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." Ciri yang menonjol pada diri orang-orang kafir
jenis ini adalah orientasi kehidupan mereka yang terfokus pada dunia dan
kenikmatannya saja. Maka, timbullah pribadi-pribadi yang materialis dan
hedonis, yakni menghargai sesuatu yang mendatangkan kenikmatan duniawi dan
jasmani saja. Bagi mereka, kehidupan akhirat sama sekali tidak ada.
B. Kufr al-Juhud
“Kufr al-juhud” tidak
berbeda jauh dengan kufr al-inkar. Kufr al-juhud adalah mengakui dengan hati
(kebenaran yang dibawa oleh Rasululah) tetapi mengingkarinya dengan
lidah. Menurut Thabataba'i, kufr al-juhud berarti pengingkaran
terhadap ajara-ajaran Tuhan dalam keadaan tahu bahwa apa yang diingkari itu
adalah kebenaran. Fir'aun dan kelompoknya adalah contoh orang kafir jenis
ini, sebagaimana diterangkan dalam QS. an-Naml ayat 13-14 yang artinya: “Maka
tatkala mu`jizat-mu`jizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah
mereka: "Ini adalah sihir yang nyata". Dan, mereka mengingkarinya
karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini
(kebenaran)-nya. Maka, perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat
kebinasaan.” Iblis adalah contoh lain dari kafir juhud ini. Ia sebenarnya tahu
dan yakin akan kebenaran Tuhan dan hari kebangkitan, tetapi ia dikuasai oleh
rasa dengki, sombong, dan angkuh, maka ia pun membangkang kepada Tuhan. Maka,
ciri dari kufr jenis ini adalah rasa sombong dan superioritas.
C. Kufr an-Nifaq
“Kufr an-nifaq” dapat
dianggap sebagai kebalikan dari kufr al-juhud. Kalau kufr al-juhud
berarti mengatahui dan menyakini dengan hati tetapi ingkar dengan lidah, maka
kufr al-nifaq mengandung arti pengakuan dengan lidah, tetapi pengingkaran
dengan hati. Hal ini didasarkan pada firman Allah surat al-Ma'idah ayat
41 yang artinya: "Hai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang
yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang
mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati
mereka belum beriman.” Kemunafikan dimasukkan dalam kategori kufr, karena pada
hakikatnya perilaku tersebut adalah kekafiran yang terselubung. Orang-orang
munafiq pada dasarnya ingkar kepada Allah, Rasul, dan ajaran-ajarannya, kendatipun
secara lahir mereka memakai baju mukmin. Karena itu, dalam banyak ayat
orang-orang munafik diidentifikasi sebagai orang kafir. Di antara ciri-ciri
orang munafik dalam al-Qur'an adalah berkepribadian goyah, selalu
bimbang, gelisah, dan sikap bermuka dua. Ia sangat sulit untuk bersatu dan
menjalin persahabatan sejati, karena selalu berbuat khianat.
D. Kufr asy-Syirk
Syirik berarti
mempersekutukan Tuhan dengan menjadikan sesuatu selain diri-Nya sebagai
sembahan, obyek pemujaan, dan atau tempat menggantungkan harapan dan dambaan.
Syirik digolongkan sebagai kekafiran sebab perbuatan itu mengingkari
keesaan Tuhan, yang berarti mengingkari kemahakuasaan dan kemahasempurnaan-Nya.
Dalam al-Qur'an, orang-orang musyrik terkadang ditunjuk dengan term kafir. Para
ulama membagi jenis syirik menjadi syirik besar (syirk jaliy) yaitu
mempersekutukan Allah seperti disebut di atas dan syirik kecil (syirk
khafiy) yaitu melakukan suatu perbuatan bukan atas dasar keikhlasan untuk
mencari ridha Allah, khususnya yang berkaitan dengan amalan-amalan keagamaan,
melainkan karena tujuan-tujuan lain yang bersifat keduniaan. Namun, yang banyak
disoroti al-Qur'an adalah syirik dalam bentuk pertama (syirik jaliy), khususnya
dalam bentuk keberhalaan (paganisme). Syirk adalah perbuatan yang
tidak diampuni oleh Allah swt., karena agama diturunkan untk menyucikan jiwa,
sedangkan syirik berarti mengotori jiwa dan merendahkan akal manusia. Dari jiwa
yang kotor dan akal yang rendah, akan timbul bermacam-macam kejahatan dan
perilaku tak bermoral lainnya.
E. Kufr an-Ni'mat
Kufr an-ni'mat adalah
menyalahgunakan nikmat yang diperoleh, menempatkan bukan pada tempatnya, atau
memanfaatkan bukan pada hal-hal yang dikehendaki dan diridhai oleh pemberi
nikmat. Kecenderungan manusia mengkafiri nikmat-nikmat Tuhan tampaknya amat
kuat. Ini dapat dilihat pada QS. Yunus ayat 23, di mana digambarkan bahwa
ketika manusia sedang berlayar di tengah lautan lalu datang amukan badai,
mereka segera berdoa kepada Tuhan: "Jika Engkau menyelamatkan kami,
pastilah kami akan menjadi orang yang bersyukur". Akan tetapi, begitu
Tuhan menyelamatkan mereka, mereka pun segera melupakan janji yang pernah
diucapkan. Mereka kembali kafir terhadap nikmat-Nya serta berbuat zalim dan
melakukan kerusakan di muka bumi. Watak manusia seperti ini secara lebih
tegas dipaparkan dalam ayat 12 surat Yunus yang artinya: "Dan apabila
manusia ditimpa bahaya, dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk,
atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali)
melalui jalannya yang sesat, seolah-olah dia tidak pernah berdo`a kepada Kami
untuk menghilangkan bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang
melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan". Untuk
meredam kecenderungan kuat tersebut, Tuhan berulangkali menegaskan wajibnya
manusia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dan larangan untuk mengkafiri nikmat
tersebut.
F. Kufr al-Irtidad
Istilah “irtidad”
atau “riddat” berakar dari kata “radd”. Menurut ar-Raghib, term riddat khusus
digunakan bagi orang-orang yang kembali kepada kekafiran sesudah beriman.
Fenomena riddat yang terlihat cukup menonjol dalam masyarakat, khususnya
masyarakat modern, adalah yang berlatar belakang perkawinan campuran antar
agama. Seorang muslim atau muslimat, karena kawin dengan orang non-Islam,
akhirnya melepas agamanya dan menukarnya dengan agama pasangannya. Ini terjadi
karena persitiwa pertukaran agama tersebut dianggap wajar saja dan tidak
prinsipil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar