BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dakwah dalam Islam merupakan tugas yang sangat mulia, yang juga tugas para
Nabi dan Rasul, juga merupakan tanggung jawab seorang muslim. Dakwah bukanlah
pekerjaan mudah, tidak mudah seperti membalikan telapak tangan, dan juga tidak
dapat di lakukan oleh sembarang orang. Seorang da’i harus mempunyai persiapan-persiapan
yang matang baik dari segi keilmuan maupun dari segi budi pekerti. Sangat
susuah di bayangkan bahwa suatu dakwah akan berhasil, jika seorang da’i tidak
mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai dan tingkah laku yang buruk baik secara
pribadi ataupun sosial.
Juru dakwah atau da’i merupakan
poros dari suatu proses dakwah. Eksistensi, strateginya berada pada entitas
konseptor, aplikator, motor dan mesin dakwah. Tanpa kemampuan praktis dan
teoritis dakwah, maka sulit bagi da’i untuk mengaktualisasikan ajaran
dakwahnya. Terutama ketika pluralitas fungsi dai berhadapan dengan realitas
tantangan dakwah yang kompleks sehingga posisi da’i juga menjadi kompleks. Da’i
berada pada posisi Dalam melaksanakan proses dakwah
akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran,
pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan
corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang
da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami
psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
Kompleksitas merupakan Kemunculan tatanan keteraturan pada level
lebih tinggi dalam sistem yang tersusun dari banyak komponen, yang mana sistem
tersebut dapat mengatur dirinya sendiri.
Dalam pembahasan kali ini akan dikupas tentang kepribadian da’i,
mudah-mudahan dengan sedikit dikupas tentang masalah ini, akan memberikan
penerangan kepada kita semua.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana kepribadian Da’i?
C. Tujuan
Tujuan dari
makalah ini adalah untuk mendeskripsikam kepribadian Da’i, sehingga mahasiswa
yang kelak akan menjadi juru dakwah mengerti dan paham tentang kepribadian seorang
Da’i.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Da’i
Kata da’i berasal dari bahasa Arab
bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, kalau muanas
(perempuan) disebut da’iyah Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, da’i
adalah orang yang pekerjaannya berdakwah, pendakwah: melalui kegiatan dakwah
para da’i menyebarluaskan ajaran Islam. Dengan kata lain, da’i adalah orang
yang mengajak kepada orang lain baik secara langsung atau tidak langsung,
melalui lisan, tulisan, atau perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam
atau menyebarluaskan ajaran Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi
yang lebih baik menurut Islam.
Da’i
dapat diibaratkan sebagai seorang guide atau pemandu terhadap
orang-orang yang ingin mendapat keselamatan hidup dunia dan akhirat. Dalam hal
ini da’i adalah seorang petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami
terlebih dahulu mana jalan yang boleh dilalui dan yang tidak boleh dilalui oleh
seorang muslim, sebelum ia memberi petunjuk jalan kepada orang lain. Ini yang
menyebabkan kedudukan seorang da’i di tengah masyarakat menempati posisi
penting, ia adalah seorang pemuka (pelopor) yang selalu diteladani oleh
masyarakat di sekitarnya.
Segala
perbuatan dan tingkah laku dari seorang da’i akan dijadikan tolak ukur oleh
masyarakatnya. Da’i akan berperan sebagai seorang pemimpin di tengah masyarakat
walau tidak pernah dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin. Kemunculan da’i sebagai
pemimpin adalah kemunculan atas pengakuan masyarakat yang tumbuh secara
bertahap. Oleh karena itu, seorang da’i harus selalu sadar bahwa segala tingkah
lakunya selalu dijadikkan tolak ukur oleh masyarakatnya sehingga ia harus
memiliki kepribadian yang baik.
B.
Kepribadian Seorang Da’i
Da’i
dalam prespektif ilmu komunikasi dapat dikategorikan sebagai komunikator yang
bertugas menyebarkan dan menyampaikan informasi-informasi dari sumber (source)
melalui saluran yang sesuai (chanel) pada komunikan (receiver).
Untuk menjadi komunikator yang baik dituntut adanya kredibilitas yang tinggi
yaitu suatu tingkat kepercayaan yang tinggi padanya dari komunikannya.
Komunikator yang baik adalah komunikator yanag mampu menyampaikan informasi
atau pesan (message) kepada komunikan sesuai dengan yang diinginkan
Adapun
kredibilitas yang dimilki da’i tidaklah tumbuh dengan sendirinya, melainkan
harus dibina dan terus dikembangkan. Seorang da’i yang berkredibilitas tinggi
adalah seorang yang mempunyai kompetensi di bidang yang ingin ia sebarkan,
mempunyai jiwa yang tulus dalam beraktifitas, senang terhadap pesan-pesan yang
ia miliki, berbudi luhur serta mempunyai status yang cukup walau tidak harus
tinggi. Dari sana berarti seorang da’i yang ingin memiliki kredibilitas tinggi
harus berupaya membentuk dirinya dengan sungguh-sungguh. Dari penjelasan di
atas, menunjukkan bahwa di antara aspek yang mampu membangun kredibilitas
adalah aspek yang berkaitan dengan kepribadian,sebuah sifat hakiki pada seorang
da’i.
Kepribadian
yang harus dimiliki oleh seorang da’i terbagi menjadi dua yaitu kepribadian
yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Adapun penjabarannya adalah sebagai
berikut:
1. Kepribadian yang Bersifat Rohaniah
Kriteria
kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan dakwah, karena pada
hakikatnya berdakwah tidak hanya menyampaikan teori, tapi juga harus memberikan
teladan bagi umat yang diseru. Keteladanan jauh lebih besar pengaruhnya
daripada kata-kata, hal ini sejalan dengan ungkapan hikmah “kenyataan itu lebih
menjelaskan dari ucapan”. Klasifikasi kepribadian da‘i yang bersifat rohaniah
mencangkup sifat, sikap, dan kemampuan diri pribadi da’i. Ketiga masalah
tersebut mencangkup keseluruhan kepribadian yang harus dimiliki.
a.
Sifat-Sifat Da’i
1) Beriman dan bertakwa kepada Allah swt
Yaitu takwa dengan sebenar-benarnya
taqwa, mengimani dan mengikuti aturan-aturan-Nya, melaksanakan segala
perinta-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Sifat dasar da’i ini
dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran : “Apakah kamu menyuruh manusia berbuat
kebaikan padahal kamu lupa terhadap dirimu sendiri sedangkan kamu sendiri
membaca kitab Tuhan. Apakah kamu tidak berpikir.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 44)
2) Ahli taubat
Sifat taubat dalam diri da’i,
berarti ia harus mampu untuk lebih menjaga atau takut untuk berbuat maksiat
atau dosa dibandingkan orang-orang yang menjadi mad’u-nya. Jika ia merasa telah
melakukan dosa atau maksiat hendaklah ia bergegas untuk bertaubat dan menyesali
atas perbuatannya dengan mengikuti panggilan Ilahi.
3) Ahli Ibadah
Seorang da’i adalah mereka yang
selalu beribadah kepada Allah dalam setiap gerakan, perbuatan atau perkataan di
mana pun dan kapan pun. Dan segala ibadahnya ditujukan dan diperuntukkan hanya
kepada Allah, dan bukan karena manusia (riya’).
4) Amanah dan Shidiq
Amanah (terpercaya) dan Shidq
(jujur) adalah sifat utama yang harus dimilki seorang da’i sebelum sifat-sifat
yang lain, karena ia merupakan sifat yang dimiliki oleh seluruh para nabi dan
rasul. Amanah dan shidq adalah dua sifat yang selalu ada bersama, karena amanah
selalu bersamaan dengan shidq (kejujuran), maka tidak ada manusia jujur yang
tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya yang tidak jujur. Amanah dan
shidq merupakan hiasan para nabi dan orang-orang saleh, dan mestinya juga
menjadi hiasan dalam pribadi da’i karena apabila seorang da’i memiliki sifat
dapat dipercaya dan jujur maka mad’u akan cepat percaya dan menerima ajakan
dakwahnya.
5) Pandai bersyukur
Orang-orang yang bersyukur adalah
orang-orang yang merasakan karunia Allah dalam dirinya, sehingga perbuatan dan
ungkapannya merupakan realisasi dari rasa kesyukuran tersebut. Syukur dengan
perbuatan berarti melakukan kebaikan, syukur dengan lisan berarti selalu
mengucapkan ungkapan-ungkapan yang baik (kalimat thayyibat). Syukur juga
mempunyai dua dimensi, syukur kepada Allah dan syukur kepada manusia. Seorang
da’i yang baik adalah da’i yang mampu menghargai nikmat-nikmat Allah dan
menghargai kebaikan orang lain.
6) Tulus ikhlas dan tidak mementingkan
pribadi
Apa yang dilakukan seorang da’i
merupakan bagian dari perhatiannya kepada umat, ia menginginkan umat beriman
dan selamat dunia akhirat.
7) Ramah dan penuh pengertian
Yaitu menunjukkan sikap hormat dan
menghargai kepada siapapun.
8) Tawaddu (rendah hati)
Rendah hati bukanlah rendah diri
(merasa terhina dibanding derajat dan martabat orang lain), tawaddu (rendah
hati) dalam hal ini adalah sopan dalam pergaulan, tidak sombong, tidak suka
menghina, dan mencela orang lain. Da’i yang mempunyai sifat tawaddu akan
selalu disenangi dan dihormati orang karena tidak sombong dan berbangga diri
yang dapat menyakiti perasaan orang lain.
9) Sederhana dan jujur
Kesederhanaan adalah merupakan
pangkal keberhasilan dakwah, dalam kehidupan sehari-hari selalu ekonomis dalam
memenuhi kebutuhan. Sederhana di sini adalah tidak bermegah-megahan, angkuh dan
sebagainya, sehingga dengan sifat sederhana seorang ini orang tidak merasa
segan dan takut kepadanya.
10) Tidak memiliki sifat egois
Ego adalah suatu watak yang
menonjolkan keakuan, angkuh dalam pergaulan, merasa diri paling hebat, terhormat,
dan lain-lain. Sifat ini benar-benar harus dijauhi oleh da’i. Orang yang
mempunyai sifat ego hanya akan mementingkan dirinya sendiri, maka bagaimana
mungkin seorang da’i akan dapat bergaul dan memengaruhi orang lain jika ia
sendiri tidak peduli dengan orang lain.
11) Sabar dan tawakal
Yaitu sikap pasrah dan menyerahkan
segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha secara maksimal.
12) Memiliki jiwa toleran
Toleransi dapat dipahami sebagai
suatu sikap pengertian dan dapat mengadaptasi diri secara positif (menguntungkan
bagi diri sendiri maupun orang lain) bukan toleransi dalam arti mengikuti jejak
lingkungan. Salah satu contoh ayat yang menunjukkan sifat toleransi dalam surat
Al-Kafirun ayat 6, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”
13) Sifat terbuka (demokratis)
Seorang da’i adalah manusia biasa
yang juga tidak luput dari salah dan lupa. Karena itu agar dakwah dapat
berhasil, da’i diharuskan memiliki sifat terbuka dalam arti bila ada kritikan
dan saran hendaklah diterima dengan gembira, bila ia mendapat kesulitan sanggup
bermusyawarah dan tidak berpegang teguh pada pendapat (ide) nya yang kurang
baik.
14) Tidak memiliki penyakit hati
Sombong, dengki, ujub, dan iri harus
disingkirkan dari sanubari seorang da’i. Tanpa membersihkan sanubari dari
sifat-sifat tersebut, tidak mungkin tujuan dakwah akan tercapai. Salah satu
contoh penyakit hati bila seseorang merasa iri bila temannya mendapat
kebahagiaan dunia dan akhirat, sifat tersebut membuat seseorang tidak mungkin
mengajak kepada kebaikan bila dirinya sendiri iri melihat sasaran dakwah
mendapat kebahagiaan.
15) Istiqamah
Sebuah sikap yang konsisten atau
teguh pendirian dalam menegakkan kebenaran. Sifat istiqamah dibangun dengan
memiliki sikap komitmen atas tugas seorang da’i.
16) Raja’ dan Hub
Yaitu penuh pengharapan dan
optimisme kepada rahmat Allah, yang melahirkan sikap percaya diri dan jauh dari
perasaan putus asa. Hub adalah mencintai Allah di atas segala-galanya. Apa yang
dilakukannya atas dasar kecintaan kepada Allah.
17) Sifat antusias
Sikap
semangat dan positif dengan apa yang dilakukannya. Memiliki semangat dan ghirah
dalam melaksanakan dakwah Islam.
b.
Sikap seorang da’i
Sikap dan tingkah laku da’i
merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dakwah, masyarakat sebagai
suatu komunitas sosial lebih cenderung menilai karakter dan tabiat seseorang
dari pola tingkah laku keseharian yang dapat dilihat dan didengar. Memang benar
ungkapan para ulama bahwa “Lihatlah apa yang dikatakan dan janganlah melihat
siapa (orang) yang mengatakan”, namun alangkah baiknya jika tingkah laku dan
sikap da’i juga merupakan cerminan dari perkataannya. Di
antara sikap-sikap ideal yang harus dimilki oleh para da’i adalah:
1) Berakhlak mulia
Dalam
kata lain, memiliki budi pekerti yang mulia dalam seluruh perkataan dan
perbuatannya. Rasulullah SAW sendiri diutus tidak lain untuk memperbaiki
moralitas umat manusia, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku (Rasulullah) diutus
oleh Allah SWT ke dunia ini tak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak (budi
pekerti).”
2) Ing ngarso sung tulodho, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani
Menjadi
teladan atau figur, kreatif inovatif, dan memotivasi secara positif.
3) Disiplin dan bijaksana
Menepati
seluruh norma agama dan masyarakat dan melakukan sesuatu penuh pemikiran dan
pertimbangan yang matang.
4) Wara’ dan berwibawa
Sikap
wara’ adalah menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan
mengindahkan amal shaleh, sikap ini dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i.
Sebab kewibawaan merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
percaya menerima suatu ajakan.
5) Berpandangan luas
Artinya
berwawasan luas dan menghindari sikap picik.
6) Berpengetahuan yang cukup
Dalam
arti memiliki pengetahuan yang memadai mengenai segala hal yang berhubungan
dengan dakwahnya. Untuk menjadikan pesan dakwah sampai secara tepat kepada
mad’u, seorang da’i juga harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang semua
hal yang berhubungan dengan mad’u baik bahasa, tradisi, psikologis, budaya, dan
temperamen (emosional) mad’u.
2. Kepribadian yang bersifat jasmani
a. Sehat jasmani
Segala aktifitas yang dilakukan
manusia sudah barang tentu akan optimal bila dikerjakan dalam keadaan sehat,
termasuk aktifitas dakwah.
b. Berpakaian sopan dan rapi
Berpakaian yang dipandang baik
menurut agama dan masyarakat. Dalam psikologi dakwah, Achmad Mubarok
menambahkan bahwa seorang da’i juga harus memiliki beberapa kemampuan
diantaranya,
1) Kemampuan berkomunikasi
Dakwah
adalah mengomunikasikan pesan kepada mad’u. Komunikasi dapat dilakukan dengan
lisan, tulisan, atau perbuatan, dengan kata-kata atau dengan bahasa perbuatan. Komunikasi
dapat berhasil manakala pesan dakwah itu dipahami oleh mad’u dan pesan dakwah
tersebut mudah dipahami bila disampaikan sesuai dengan cara berpikir dan merasa
mad’u.
2) Pemberani
Dalam
tingkatan tertentu seorang da’i adalah pemimpin masyarakat. Kapasitas
kepemimpinan seorang da’i boleh sekurang-kurangnya hanya dalam bidang keagamaan
tapi tidak menutup kemungkinan untuk menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan
dalam bidang sosial, ilmu pengetahuan, kebudayaan, ekonomi, bahkan mungkin
militer. Daya tarik kepemimpinan seseorang antara lainterletak pada
keberaniannya. Keberanian diperlukan da’i untuk menyuarakan kebenaran manakala
ia dihadapkan pada berbagai tantangan.
C.
Bagaimanakah Hubungan Kepribadian Da’i Dengan Keberhasilan
Dakwah?
Berhasil
atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru
dakwah. Sikap penuh keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima
dengan baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah
perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri
kepribadia seorang juru dakwah.
Jika diteropong dengan Psikologi,
kepribadian Da’i sangat berhubungan erat dengan keberhasialan atau kesuksesan
kegiatan dakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah akan banyak cobaan yang dihadapi
oleh juru dakwah. Oleh Karena itu kepribadian seorang Da’i berperan penting
dalam keberhasilan proses dakwah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Da’i adalah orang yang mengajak orang
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui lisan, tulisan maupun
perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebar luaskan ajaran
Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam.
Kepribadian
adalah kualitas secara keseluruhan dari seseorang yang tampak dari cara-cara
berbuat, cara-cara berfikir, cara-cara mengeluarkan pendapat, sikap, minat,
filsafat hidup dan kepercayaan.
Berhasil atau tidaknya suatu
kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh
keyakinan bahwa
dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh pendengar, sikap yakin
bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan
pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadia seorang juru dakwah.
Dalam melaksanakan proses
dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti
pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut
akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk
mengefektifkan sorang da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u
diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
B.
Saran
Seorang
da’i yang baik dan benar adalah yang dapat mengenal mad’unya dan apa yang
didakwahkannya dapat sampai kepada mad’unya tersebut. Untuk mencapai hal itu
maka seorang da’i harus banyak belajar agar dapat mencapai tujuan dakwah. Selain itu, keberhasilan dakwah juga ditentukan oleh
kepribadian da’inya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002)
Machsin
Lalu E & Faizah. 2006.Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana.
Toto
Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: cv Gaya Media Pratama,1997)
http://rizalalsam.blogspot.com/2010/12/mengenal-dai-dan-kepribadiannya.html (Senin,04-3-2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar