HIJRAH dan KEKUASAAN
- HIJRAH[1]
حدسنا اسحاق بن ابراهيم سمع محمد بن
فضيل عن عاصم عن ابي عثمان عن مجاشع – رضي الله عنه- قال : اتيت النبي- صلى الله
عليه و سلم- انا واخي فقالت : بيعنا على الهجرة , فقال : " مضت الهجرة لاهلها
, فقالت : علام تبايعنا؟ قال : " على الاسلام الجهاد(رواه البخاري ,كتاب
الجهاد,باب البيعة الحرب ان لا يفروا, رقم 2942)
Artinya: Telah menceritakan kepada
kami Ishaq bin Ibrahim telah mendengar Muhammad bin Fudhail dari ‘Ashim dari
Abi Ustman dari Majasyi’, katanya : Saya menghadap Rasulullah saw bersama
saudara saya, lalau saya berkata : “terimalah bai’at
kami untuk hijrah” lalu beliau bersabda : “hijrah telah lewat” lalu saya
bertanya : untuk apakah tuan membai’at kami? Beliau bersabda : “ untuk membela
Islam dan berjihad”.
Hadits berikut adalah satu hadits yang membicarakan tentang
hijrah dan jihad, meskipun jika dilihat secara sepintas tidak berkaitan dengan
pembahasan dakwah, namun penulis akan berusaha untuk mengintepretasikannya
dalam tinjauan dakwah. Untuk mendukung hadits berikut, kita akan membawakan
beberapa ayat yang memiliki kaitan dengan dakwah. Hijrah yang
kita sebutkan disini bukanlah berarti hijrah fisik, namun sesuai dengan
keterangan hadits yaitu hijrah kepada Islam dan jihad
Ø
Klasifikasi Hijrah
a) Hijrah secara fisik
Al-Qur’an mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melakukan
hijrah dari dar al-harbi, setiap negeri yang tidak dapat ditegakkan syari’at
Islam dan tidak menerima kepentingan kaum muslimin agar dapat bergabung dengan
jama’ah kaum muslimin dimana pun mereka berada. Disanalah kaum muslimin memiliki
kepemimpinan dan kekuasaan, dengan demikian, kaum muslimin dapat berlindung dibawah
bendera Islam, bukan lagi berlindung dibawah bendera orang-orang kafir.
Selain itu, ada juga berbagai hijrah fisik yang disebutkan
oleh Ibnu al-Arabi dalam tafsirnya, selain hijrah yang dilakukan dari dar
al-harbi ke dar al-Islam, yaitu sebagai berikut :
- Keluar dari negeri yang penuh
hikmah
- Keluar dari negeri yang
sesuatunya haram
- Melarikan diri dari intimidasi
fisik yang menyakiti badan
- Khawatir terserang penyakit
berbahaya yang sedang merajalela dalam suatu negeri dan meninggalkan negeri
itu menuju negeri yang sehat
- Pergi meninggalkan suatu daerah
karena khawatir akan keselamatan harta
b) Hijrah secara maknawi
Maka segeralah kembali kepada
(mentaati) Allah, sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari
Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan Tuhan yang lain disamping Allah.
Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu (Qs.
Adz-Dzariyat: 50-51).
Mengenai ayat diatas asy-Syaukani berkata “yaitu katakanlah
kepada mereka wahai Muhammad, kembalilah kejalan Allah dengan cara bertobat
dari kesalahan-kesalahanmu dan dari kekufuran dan maksiat”. Hasan bin Fadhal
berkata “keluarlah dari segala sesuatu yang kalian yakini selain Allah, siapa
saja yang menuju yang lain selain Allah, ia tidak akan menghalanginya.
Dikatakan juga, “pergilah dari ketaatan kepada setan menuju ketaatan kepada
Allah.
Jika kita lihat pendapat ahli tafsir tadi, kita akan
mendapatkan bahwa kembali kejalan Allah atau hijrah secara maknawi yaitu
hijrahnya seorang mukmin dari apa yang dilarang Allah kepada apa yang
diperintah Allah. Asal dari seluruh permasalahan itu adalah hijrah meninggalkan
kemusyrikan menuju kepada Allah (tauhidullah).
Ø Kandungan Hadits Dalam Tinjauan
Dakwah
a)
Mengajak Umat Manusia untuk Hijrah kepada Islam (tauhid)
Jika kita cermati kisah-kisah dakwah para rasul yang
diceritakan dalam al-Qur’an dan apa yang terjadi bagi mereka bersama umatnya
akan mendapati bahwasanya mereka semuanya menyeru umatnya pada satu seruan,
yaitu menyeru mereka untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu baginya dan
menyeru mereka agar menjauh dari kesyirikan. Bahkan masalah dakwah atau menyeru
kepada tauhid dan mengajak untuk menghindari kesyirikan dengan segala sarananya
itu adalah merupakan problem pertama yang diceritakan didalam al-Qur’an antara
para utusan Allah dengan umatnya.
b)
Hijrah untuk berdakwah
Jika ada suatu daerah yang memprihatinkan, dalam arti disana
banyak terjadi kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang menyimpang, maka wajib
bagi seorang da’i untuk berdakwah didaerah tersebut, satu hal yang harus
dilakukan adalah hijrah ke tempattersebut.
- Kekuasaan
dalam Dakwah[2]
Banyak yang bilang : “Bahwa DAKWAH
itu sebenarnya tak memerlukan kekuasaan, dakwah membutuhkan kesederhanaan dan
kebersahajaan untuk menarik simpati manusia, kesederahanaan dan kebersahajaan
yang dibalut oleh aktualisasi”. Kata-kata seperti ini sebenarnya adalah hasil
rekayasa dari para misionaris dan islampobia yang diracunkan kepada ummat
Islam, agar ummat Islam selalu lemah dan tertindas dan terus menerus jadi
sasaran pem ‘bully’ an. Kalau kita kembali kedakwah Rasulullah dan para
sahabatnya, sudah sangat jelas dan gamblang tentang bagaimana
teknik-teknik dan berpolitik ala Rasulullah untuk kemajuan dakwah Islam.
Contoh sederhana saja bagaiman dakwah
itu sangat butuh kekuasaan adalah pada saat Rasul di Mekkah, Rasul tidak
berkuasa sama sekali, tanpa bisa berbuat banyak, diboikot, dakwah macet,
pengikut Islam sedikit. Bandingkan ketika Rasulullah setelah hijrah ke Madinah,
keadaan Rasul disana adalah sebagai pemegang kekuasaan, terutama Dakwah
Islamnya, bagaiman hasilnya setelah Islam berkuasa ? sungguh luar biasa,
Madinah menjadi kota bercahaya, sejahtera, syariat Islam ditegakkan, dakwah
Islam dan pengikutnya bertambah luas dan banyak. Intinya adalah bahwa tauladan
Rasulullah untuk memperluas dakwah dimulainya dengan memegang kekuasaan
terlebih dahulu.
REFERENSI
www.makalah88.blogspot.com/2012/01/hijrah-dan-jihad-dalam-tinjauan-dakwah.html,akses
tanggal 24 Mei 2013
www.politik.kompasiana.com/2013/05/28/dakwah-dan-kekuasaan-563908.html,
akses 23 Mei 2013
[1]www.makalah88.blogspot.com/2012/01/hijrah-dan-jihad-dalam-tinjauan-dakwah.html,
akses tanggal 24 Mei 2013
[2]www.politik.kompasiana.com/2013/05/28/dakwah-dan-kekuasaan-563908.html,
akses 23 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar