Sistem
Suksesi, kepribadian khalifah, situasi dan sistem politik,
perkembangan
peradaban
1.
Abu Bakar As-Shiddiq 11-3 H/ 632-634 M
Abu Bakar memangku jabatan khalifah
berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat demokratis di muktamar Tsaqifah
Bani Sa’idah, memenuhi tata cara perundingan yang dikenal dunia modern saat
ini. Kaum Anshar menekankan pada persyaratan jasa (merit), mereka mengajukan calon Sa’ad Ibn Ubadah. Kaum muhajirin
menekankan pada persyaratan kesetiaan, mereka mengajukan Abu Ubaidah Ibn
Jarrah.2 Sementara
itu Ahlul bait menginginkan agar Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah atas dasar
kedudukannya dalam islam, juga sebagai menantu dan karib Nabi. Hampir saja
perpecahan terjadi. Melalui perdebatan dengan beradu argumentasi, akhirnya Abu
Bakar disetujui oleh jama’ah kaum muslimin untuk menduduki jabatan khalifah.
Muawiyah Rhu ketika
bertanya tentang sifat pribadi Abu
bakar rhu kepada ibnu abbas rhu, beliau ibnu abbas rhu katakan
"demi Allah, dia itu sangat suka
membaca Al-Quran, sangat membenci kepada kejahatan, tidak pernah membuat
kekejian, selalu melarang berbuat kemungkaran, sangat ahli tentang urusan
agamanya, kepada Allah amatlah takutnya, senantiasa bangun di waktu malamnya,
bila siang berterusan puasanya, senantiasa membelakangi urusan dunianya, kepada
rakyat terkenal adilnya, membuat makruf maksud kerjanya, senantiasa bersyukur
dalam segala hal-keadaan, pagi dan petang berzikir lidahnya, dan untuk maslahat
diri ditinggalkan kesemuanya. Dia senantiasa melebihi teman-temannya dalam
kewara'an, dalam kesederhanaan. dalam kezuhudan, dalam kecukupan, dalam
kebajikan, dalam kelengkapan, dalam kethaatan dan dalam menyesuaikan diri pada
semua keadaan, maka karena itu, mudah-mudahan Allah akan menurunkan kutukannya
terhadap siapa yang membencinya hinggalah ke hari kiamat!
Sebagai kahlifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan
masyarakat sepeninggal Muhammad SAW. Meski terjadi perbedaan pendapat tentang
tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang memuncak tersebut,
kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya bersumpah dengan tegas
ia menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran
(orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat dan mengaku diri sebagai
nabi).
Kekuasaan yang dijalankan pada massa khalifah Abu Bakar,
sebagaimana pada masa Rasululllah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah. Selain menjalankan roda
pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum,. Meskipun demikian, seperti
juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya
bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah
Abu Bakar mengririm kekuatan ke luar Arabia. Khalid Ibn Walid dikirim ke Irak
dan dapat menguasai Al-Hiyah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi dibawah
pimpinan empat jendral yaitu Abu Ubaidah, Amr Ibn ’Ash, Yazid Ibn Abi Sufyan,
dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18
tahun.
2. Umar Ibn Al-Khaththab 13-23
H/634-644 M
Umar Ibn Al-Khaththab diangkat dan
dipilih oleh para pemuka masyarakat dan disetujui oleh jama’ah kaum muslimin.
Pada saat menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara
masih labil dan pasukan yang sedang bertempur di medan perang tidak boleh
terpecah belah akibat perbedaan keinginan tentang siapa yang akan menjadi calon
penggantinya, ia memilih Umar Ibn Al-Khaththab. Pilihannya ini sudah dimintakan
pendapat dan persetujuan para pemuka masyarakat pada saat mereka menengok
dirinya sewaktu sakit.
Siapa yang tidak kenal
sahabat umar rhu? Muawiyah rhu yang waktu itu juga menanyakan sifat Umar Rhu kepada ibnu abbas
rhu juga, ibnu abbas rhu katakan "Bukankah
Umar itu pembela Islam, pelindung anak-anak yatim, induknya iman, tempat
bergantungnya orang-orang yang lemah dan tempat kembalinya semua orang yang
beragama. Dia adalah benteng bagi sekalian ummat, tempat bermohon bagi semua
rakyat. Dia berjuang menegakkan hak Allah dengan penuh tekun dan sabar,
sehinggalah Allah,memenangkan agama ini kepada ramai manusia, dan membuka
banyak negara yang di bawah taklukan musuhnya. Kini sebutan nama Allah tersebar
pada setiap lembah dan negeri, pada setiap tanah rata dan bukit-bukit, ada
setiap kota dan kampung halaman. Pada kata-kata yang keji ia selalu menjauhkan
diri, pada keadaan susah dan senang ia tetap mensyukuri, tidak pernah berhenti
dari mengingati Allah dan selalu menepati janji. Karena itu, mudah-mudahan
Allah akan menurunkan kemurkaannya kepada siapa yang membencinya hingga ke hari
penyesalan di hari kiamat nanti!
Pada masa kepemimpinan Umar Ibn Al-Khaththab, wilayah islam
sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia,
dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan begitu cepat, Umar Ibn
Al-Khaththab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi
pemerintahan, dengan diatur menjadi delapan wialayah propinsi : Mekah, Madinah,
Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang
dipandang perlu didirikan pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan
lembaga Yudikatif dengan Eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban,
Jawatan kepolisian dibentuk. Demikian juga jawatan pekerjaan umum, Umar Ibn
Al-Khaththab juga mendirikan Bait al-Mall. Dalam menyelesaikan permasalahan
yang berkembang dimayarakat Umar selalu berkomunikasi dengan orang-orang
yang memang dianggap mampu dibidangnya.
3.
Ustman
Ibn Affan 23-35 H/644-656 M
Ustman Ibn Affan dipilih dan
diangkat dari enam orang calon yang diangkat oleh khalifah Umar saat menjelang
wafatnya karena pembunuhan. Keenam orang tersebut adalah: Ali bin Abu Thalib,
Utsman bin Affan, Saad bin Abu Waqqash, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin
Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdullah bin Umar, putranya, tetapi ”tanpa
hak suara”.4 Umar menempuh cara sendiri
yang berbeda dengan cara Abu Abakar. Ia menunjukkan enam orang calon pengganti
yang menurutnya dan pengamatan mayoritas kaum muslimin memang pantas menduduki
jabatan Khalifah. Oleh sejarawan islam mereka disebut Ahl al-Hall a al’aqd
pertama dalam islam., merekalah yang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang
menjadi khalifah. Dalam pemilihan lewat perwakilan tersebut Ustman Ibn Affan
mendapatkan suaran lebih banyak, yaitu 3 suara untuk Ali dan 4 suara untuk
Ustman Ibn Affan.
Siapa yang tidak kenal
sahabat utsman rhu..Ketika Muawiyah rhu menanyakan sifat ustman rhu kepada ibnu abbas rhu, beliau ibnu abbas
katakan Dia adalah semulia-mulia
anak cucu, yang kepada kaum keluarga suka membantu, dan dalam medan perang
tidak gentar. Dia
di waktu malam terus dalam keadaan bersujud, bergenang air mata bila mengingati
Tuhan, siang dan malam menanggung fikiran, senantiasa bergerak ke arah sifat
yang dimuliakan, senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan yang mencelakakan,
demi memelihara diri dan mencari keselamatan. Dia mengeluarkan hartanya untuk
membiayai bala tentera, dan membayar harga yang mahal untuk membeli sumber air
untuk rakyat jelata, dan dia juga seorang yang menikahi dua puteri Nabi yang
mulia. Maka moga-moga Allah menurunkan kemurkaannya ke atas siapa yang
mencacinya hingga ke hari kiamat.
Pemerintah
khalifah Ustman Ibn Affan mengalami masa kemakmuran dan berhasil dalam beberapa
tahun pertama pemerintahannya. Ia melanjutkan kebijakan-kebijakan Khalifah
Umar. Pada separuh terakhir masa pemerintahannya, muncul kekecewaaan dan
ketidakpuasaan dikalangan masyarakat karena ia mulai mengambil kebijakan yang
berbeda dari sebelumnya. Ustman Ibn Affan mengangkat keluarganya (Bani
Ummayyah) pada kedudukan yang tinggi. Ia mengadakan penyempurnaan pembagian
kekuasaan pemerintahan, Ustman Ibn Affan menekankan sistem kekuasaan pusat yang
mengusaai seluruh pendapatan propinsi dan menetapkan seorang juru hitung dari
keluarganya sendiri.
4.
Ali
Ibn Abi Thalib 35-40 H/656-661 M
Ali Ibn Abi Thalib tampil memegang
pucuk kepemimpinan negara di tengah-tengah kericuhan dan huru-hara perpecahan
akibat terbunuhnya Usman oleh kaum pemberontak. Ali Ibn Abi Thalib dipilih dan
diangkat oleh jamaah kaum muslimin di madinah dalam suasana sangat kacau,
dengan pertimbangan jika khalifah tidak segera dipilih dan di angkat, maka
ditakutkan keadaan semakin kacau. Ali Ibn Abi Thalib di angkat dengan dibaiat
oleh masyarakat.
Dalam masa pemerintahannya, Ali Ibn
Abi Thalib mengahadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan
mereka, Ali Ibn Abi Thalib tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka
menuntut bela’ terhadap daerah Usman yang telah ditumpahkan secara dhalim.
Perang ini dikenal dengan nama perang jamal.5
Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Ibn Abi Thalib juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah. Yang didukung oleh sejumlah
bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaannya.
Pertempuran yang terjadi dikenal dengan perang shiffin, perang ini diakhiri
dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelsaikan maslah,
bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga Al-Khawarij (orang-orang yang
keluar dari barisan Ali)
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali adalah
: Terciptanya ilmu bahsa/nahwu (Aqidah nahwiyah), Bermkebangnya ilmu Khatt
al-Qur’an, Berkembangnya Sastra
Siapa yang tidak kenal dengan sahabat ali Rhu,
Muawiyah rhu waktu menanyakan sifat
Ali rhu kepada ibnu abbas rhu maka ibnu abbas rhu katakan "Dia itu, demi Allah, adalah panji-panji hidayah,
sarangnya taqwa, sumbemya segala akal dan kepintaran, pokok dari segala
kecantikan dan kesempurnaan. Dia
adalah cahaya yang bersinar di tengah kegelapan malam, selalu mengajak ke jalan
yang benar dan mencari ilmu yang mendalam. Dia ahli dalam mengartikan
kitab-kitab yang purba, pakar tentang pentakwilan Al-Quran yang mulia,
senantiasa berpegang kepada sebab-sebab petunjuk agama, selalu membelakangi
sikap yang zalim atau suka menganiaya, selalu menjauhkan diri dari jalan-jalan
buruk dan binasa, suka mendampingkan diri kepada orang yang beriman yang
taqwanya amat ketara. Dia adalah sebaik-baik orang yang bergamis dan menutup
kepala, seutama-utama orang yang berhaji kemudian bersa'i pula. Banyak
toleransinya dalam segala perkara, nampak jelas keadilannya dalam kehakimannya
di mana saja, amat bijak dalam pidato dan berbicara, tiada siapa yang dapat
mengalahkannya biar datangnya dari segala penjuru alam dan dunia, hanya yang
dapat mengatasinya ialah sekalian para Nabi dan Rasul yang mendapat keutamaan
Tuhan, khususnya Nabi Muhammad yang terpelihara dan terutama dalam semua waktu
dan zaman. Dia adalah orang yang pernah bersembahyang dengan Nabi sehingga
mereka menghadapi ke arah dua kiblat, apakah ada orang lain yang dapat
menandinginya? Dia telah menikahi semulia-mulia kaum perempuan (yakni Siti
Fathimah binti Rasulullah), apakah ada orang yang dapat menyamainya? Kemudian
dia juga ayah kepada dua cucunda Rasulullah yang sangat dikasihinya, apakah ada
lagi kelebihan yang lebih tinggi daripadanya? Kedua belah biji mataku belum
pernah melihat orang sepertinya, dan barangkali tidak akan dapat melihat
seumpamanya hingga ke hari kiamat, hari pertemuan dengan Allah, Tuhan semesta
alam. Jadi, siapa yang melaknatinya, maka turunlah laknat Allah dan laknat para
hambanya ke atas orang itu hinggalah ke hari kiamat".
wallahu'alam...
Masa
Khalifah
Rasyidah
Sistem
Suksesi, kepribadian khalifah, situasi dan sistem politik, perkembangan
peradaban.
5.
Abu Bakar As-Shiddiq 11-13 H/ 632-634 M
Abu Bakar memangku jabatan khalifah
berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat demokratis di muktamar Tsaqifah
Bani Sa’idah, memenuhi tata cara perundingan yang dikenal dunia modern saat
ini. Kaum Anshar menekankan pada persyaratan jasa (merit), mereka mengajukan calon Sa’ad Ibn Ubadah. Kaum muhajirin
menekankan pada persyaratan kesetiaan, mereka mengajukan Abu Ubaidah Ibn
Jarrah.2 Sementara
itu Ahlul bait menginginkan agar Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah atas dasar
kedudukannya dalam islam, juga sebagai menantu dan karib Nabi. Hampir saja
perpecahan terjadi. Melalui perdebatan dengan beradu argumentasi, akhirnya Abu
Bakar disetujui oleh jama’ah kaum muslimin untuk menduduki jabatan khalifah.
Muawiyah Rhu ketika
bertanya tentang sifat pribadi Abu
bakar rhu kepada ibnu abbas rhu, beliau ibnu abbas rhu katakan
"demi Allah, dia itu sangat suka
membaca Al-Quran, sangat membenci kepada kejahatan, tidak pernah membuat
kekejian, selalu melarang berbuat kemungkaran, sangat ahli tentang urusan
agamanya, kepada Allah amatlah takutnya, senantiasa bangun di waktu malamnya,
bila siang berterusan puasanya, senantiasa membelakangi urusan dunianya, kepada
rakyat terkenal adilnya, membuat makruf maksud kerjanya, senantiasa bersyukur
dalam segala hal-keadaan, pagi dan petang berzikir lidahnya, dan untuk maslahat
diri ditinggalkan kesemuanya. Dia senantiasa melebihi teman-temannya dalam
kewara'an, dalam kesederhanaan. dalam kezuhudan, dalam kecukupan, dalam
kebajikan, dalam kelengkapan, dalam kethaatan dan dalam menyesuaikan diri pada
semua keadaan, maka karena itu, mudah-mudahan Allah akan menurunkan kutukannya
terhadap siapa yang membencinya hinggalah ke hari kiamat!
Sebagai kahlifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan
masyarakat sepeninggal Muhammad SAW. Meski terjadi perbedaan pendapat tentang
tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang memuncak tersebut,
kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya bersumpah dengan tegas
ia menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran
(orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat dan mengaku diri sebagai
nabi).
Kekuasaan yang dijalankan pada massa khalifah Abu Bakar,
sebagaimana pada masa Rasululllah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah. Selain menjalankan roda
pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum,. Meskipun demikian, seperti
juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya
bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah
Abu Bakar mengririm kekuatan ke luar Arabia. Khalid Ibn Walid dikirim ke Irak
dan dapat menguasai Al-Hiyah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi dibawah
pimpinan empat jendral yaitu Abu Ubaidah, Amr Ibn ’Ash, Yazid Ibn Abi Sufyan, dan
Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun.
6. Umar Ibn Al-Khaththab 13-23
H/634-644 M
Umar Ibn Al-Khaththab diangkat dan
dipilih oleh para pemuka masyarakat dan disetujui oleh jama’ah kaum muslimin.
Pada saat menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara
masih labil dan pasukan yang sedang bertempur di medan perang tidak boleh
terpecah belah akibat perbedaan keinginan tentang siapa yang akan menjadi calon
penggantinya, ia memilih Umar Ibn Al-Khaththab. Pilihannya ini sudah dimintakan
pendapat dan persetujuan para pemuka masyarakat pada saat mereka menengok
dirinya sewaktu sakit.
Siapa yang tidak kenal
sahabat umar rhu? Muawiyah rhu yang waktu itu juga menanyakan sifat Umar Rhu kepada ibnu abbas
rhu juga, ibnu abbas rhu katakan "Bukankah
Umar itu pembela Islam, pelindung anak-anak yatim, induknya iman, tempat
bergantungnya orang-orang yang lemah dan tempat kembalinya semua orang yang
beragama. Dia adalah benteng bagi sekalian ummat, tempat bermohon bagi semua
rakyat. Dia berjuang menegakkan hak Allah dengan penuh tekun dan sabar,
sehinggalah Allah,memenangkan agama ini kepada ramai manusia, dan membuka
banyak negara yang di bawah taklukan musuhnya. Kini sebutan nama Allah tersebar
pada setiap lembah dan negeri, pada setiap tanah rata dan bukit-bukit, ada
setiap kota dan kampung halaman. Pada kata-kata yang keji ia selalu menjauhkan
diri, pada keadaan susah dan senang ia tetap mensyukuri, tidak pernah berhenti
dari mengingati Allah dan selalu menepati janji. Karena itu, mudah-mudahan
Allah akan menurunkan kemurkaannya kepada siapa yang membencinya hingga ke hari
penyesalan di hari kiamat nanti!
Pada masa kepemimpinan Umar Ibn Al-Khaththab, wilayah islam
sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia,
dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan begitu cepat, Umar Ibn
Al-Khaththab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi
pemerintahan, dengan diatur menjadi delapan wialayah propinsi : Mekah, Madinah,
Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang
dipandang perlu didirikan pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan
lembaga Yudikatif dengan Eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban,
Jawatan kepolisian dibentuk. Demikian juga jawatan pekerjaan umum, Umar Ibn
Al-Khaththab juga mendirikan Bait al-Mall. Dalam menyelesaikan permasalahan
yang berkembang dimayarakat Umar selalu berkomunikasi dengan orang-orang
yang memang dianggap mampu dibidangnya.
7.
Ustman
Ibn Affan 23-35 H/644-656 M
Ustman Ibn Affan dipilih dan
diangkat dari enam orang calon yang diangkat oleh khalifah Umar saat menjelang
wafatnya karena pembunuhan. Keenam orang tersebut adalah: Ali bin Abu Thalib,
Utsman bin Affan, Saad bin Abu Waqqash, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin
Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdullah bin Umar, putranya, tetapi ”tanpa
hak suara”.4 Umar menempuh cara sendiri
yang berbeda dengan cara Abu Abakar. Ia menunjukkan enam orang calon pengganti
yang menurutnya dan pengamatan mayoritas kaum muslimin memang pantas menduduki
jabatan Khalifah. Oleh sejarawan islam mereka disebut Ahl al-Hall a al’aqd
pertama dalam islam., merekalah yang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang
menjadi khalifah. Dalam pemilihan lewat perwakilan tersebut Ustman Ibn Affan
mendapatkan suaran lebih banyak, yaitu 3 suara untuk Ali dan 4 suara untuk
Ustman Ibn Affan.
Siapa yang tidak kenal
sahabat utsman rhu..Ketika Muawiyah rhu menanyakan sifat ustman rhu kepada ibnu abbas rhu, beliau ibnu abbas
katakan Dia adalah semulia-mulia
anak cucu, yang kepada kaum keluarga suka membantu, dan dalam medan perang
tidak gentar. Dia
di waktu malam terus dalam keadaan bersujud, bergenang air mata bila mengingati
Tuhan, siang dan malam menanggung fikiran, senantiasa bergerak ke arah sifat
yang dimuliakan, senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan yang mencelakakan,
demi memelihara diri dan mencari keselamatan. Dia mengeluarkan hartanya untuk
membiayai bala tentera, dan membayar harga yang mahal untuk membeli sumber air
untuk rakyat jelata, dan dia juga seorang yang menikahi dua puteri Nabi yang
mulia. Maka moga-moga Allah menurunkan kemurkaannya ke atas siapa yang
mencacinya hingga ke hari kiamat.
Pemerintah
khalifah Ustman Ibn Affan mengalami masa kemakmuran dan berhasil dalam beberapa
tahun pertama pemerintahannya. Ia melanjutkan kebijakan-kebijakan Khalifah
Umar. Pada separuh terakhir masa pemerintahannya, muncul kekecewaaan dan
ketidakpuasaan dikalangan masyarakat karena ia mulai mengambil kebijakan yang
berbeda dari sebelumnya. Ustman Ibn Affan mengangkat keluarganya (Bani
Ummayyah) pada kedudukan yang tinggi. Ia mengadakan penyempurnaan pembagian
kekuasaan pemerintahan, Ustman Ibn Affan menekankan sistem kekuasaan pusat yang
mengusaai seluruh pendapatan propinsi dan menetapkan seorang juru hitung dari
keluarganya sendiri.
8.
Ali
Ibn Abi Thalib 35-40 H/656-661 M
Ali Ibn Abi Thalib tampil memegang
pucuk kepemimpinan negara di tengah-tengah kericuhan dan huru-hara perpecahan
akibat terbunuhnya Usman oleh kaum pemberontak. Ali Ibn Abi Thalib dipilih dan
diangkat oleh jamaah kaum muslimin di madinah dalam suasana sangat kacau,
dengan pertimbangan jika khalifah tidak segera dipilih dan di angkat, maka
ditakutkan keadaan semakin kacau. Ali Ibn Abi Thalib di angkat dengan dibaiat
oleh masyarakat.
Siapa yang tidak kenal dengan sahabat ali Rhu,
Muawiyah rhu waktu menanyakan sifat
Ali rhu kepada ibnu abbas rhu maka ibnu abbas rhu katakan "Dia itu, demi Allah, adalah panji-panji
hidayah, sarangnya taqwa, sumbemya segala akal dan kepintaran, pokok dari
segala kecantikan dan kesempurnaan. Dia adalah cahaya yang bersinar di tengah kegelapan
malam, selalu mengajak ke jalan yang benar dan mencari ilmu yang mendalam. Dia
ahli dalam mengartikan kitab-kitab yang purba, pakar tentang pentakwilan
Al-Quran yang mulia, senantiasa berpegang kepada sebab-sebab petunjuk agama,
selalu membelakangi sikap yang zalim atau suka menganiaya, selalu menjauhkan
diri dari jalan-jalan buruk dan binasa, suka mendampingkan diri kepada orang
yang beriman yang taqwanya amat ketara. Dia adalah sebaik-baik orang yang
bergamis dan menutup kepala, seutama-utama orang yang berhaji kemudian bersa'i pula.
Banyak toleransinya dalam segala perkara, nampak jelas keadilannya dalam
kehakimannya di mana saja, amat bijak dalam pidato dan berbicara, tiada siapa
yang dapat mengalahkannya biar datangnya dari segala penjuru alam dan dunia,
hanya yang dapat mengatasinya ialah sekalian para Nabi dan Rasul yang mendapat
keutamaan Tuhan, khususnya Nabi Muhammad yang terpelihara dan terutama dalam
semua waktu dan zaman. Dia adalah orang yang pernah bersembahyang dengan Nabi
sehingga mereka menghadapi ke arah dua kiblat, apakah ada orang lain yang dapat
menandinginya? Dia telah menikahi semulia-mulia kaum perempuan (yakni Siti
Fathimah binti Rasulullah), apakah ada orang yang dapat menyamainya? Kemudian
dia juga ayah kepada dua cucunda Rasulullah yang sangat dikasihinya, apakah ada
lagi kelebihan yang lebih tinggi daripadanya? Kedua belah biji mataku belum
pernah melihat orang sepertinya, dan barangkali tidak akan dapat melihat
seumpamanya hingga ke hari kiamat, hari pertemuan dengan Allah, Tuhan semesta
alam. Jadi, siapa yang melaknatinya, maka turunlah laknat Allah dan laknat para
hambanya ke atas orang itu hinggalah ke hari kiamat".
Dalam masa pemerintahannya, Ali Ibn
Abi Thalib mengahadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan
mereka, Ali Ibn Abi Thalib tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka
menuntut bela’ terhadap daerah Usman yang telah ditumpahkan secara dhalim.
Perang ini dikenal dengan nama perang jamal.5
Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Ibn Abi Thalib juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah. Yang didukung oleh sejumlah
bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaannya.
Pertempuran yang terjadi dikenal dengan perang shiffin, perang ini diakhiri
dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelsaikan maslah,
bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga Al-Khawarij (orang-orang yang
keluar dari barisan Ali)
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali adalah
: Terciptanya ilmu bahsa/nahwu (Aqidah nahwiyah), Bermkebangnya ilmu Khatt
al-Qur’an, Berkembangnya Sastra.
REFERENSI
Nata,
Abuddin. Metodelogi Studi Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press), 1985
Tidak ada komentar:
Posting Komentar