KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam kami panjatkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad saw. Ilaahy, ya Tuhanku Engkaulah Tuhanku, keridhaan Tuhanlah yang aku
cari, hamba mengharapkan kasih-sayang_Mu serta mengharapkan menjadi abdi yang
tetap cinta dan terdekat kepada_Mu.
Ya Allah ya Tuhan,
bimbinglah kami dalam melaksanakan hajat kami karena sesungguhnya Engkaulah
Tuhan Maha Pengampun. Semoga makalah ini sesuai dengan tujuannya yaitu berguna
bagi kita semua dan semoga Tuhan melimpahkan rahmat_Nya kepada penulis makalah
ini dan kepada kita semua.
Selain dari pada itu, agar
para remaja-remaja kita dapat terisi jiwanya dengan dasar ajaran Tasawwuf atau
Thariqat dalam rangka membina mental pembangunan Nasional kita sekarang ini,
karena “Perbaikan lahiriah adalah hasil dari perbaikan bathiniah”.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
.................................................................................. 1
DAFTAR ISI.................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 3
A. Latar
Belakang................................................................................... 3
B. Identifikasi
Masalah........................................................................... 3
C. Rumusan
Masalah.............................................................................. 3
BAB II SEJARAH
THARIQAT.................................................................. 4
A. Pengertian.......................................................................................... 4
B. Sejarah Perkembangan Thariqat........................................................ 4
C. Lembaga
Thariqat.............................................................................. 7
D. Model
Thariqat.................................................................................. 9
E. Thariqat Termasuk Ilmu
Mukasyafah............................................... 10
BAB III
PENUTUP..................................................................................... 11
A. Kesimpulan....................................................................................... 11
B. Saran................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Asal-usul tarekat (al-tariqah)
Sufi dapat dilihat
pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah
berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia
Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut, di antara murid dan pengikut
para Sufi terkemuka itu aktif mengikuti pendidikan formal di lembaga-lembaga
pendidikan Sufi (ribbat, pesantren), di
antara Sufi yang memiliki banyak murid ialah Junaid al-Baghdadi dan Abu Said
al-Khayr.
Dalam
mengikuti pendidikan formal itu para murid mendapat bimbingan dan pelatihan
spiritual untuk mencapai peringkat kerohanian (maqam) tertentu dalam
ilmu suluk. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering
pula disamakan dengan ilmu Tharekat dan teori tentang maqam (peringkat
kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani), di antara
maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba
atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa`
(rasa hidup kekal dalam yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad
(persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).
B.
Identifikasi
Masalah
Untuk
memperkaya wawasan dan pemahaman pembaca tentang “Sejarah Thariqat”, maka dapat
disimpulkan beberapa pokok antara lain :
A) Thariqat dalam
islam
B) Thariqat disetiap
guru sufi
C.
Rumusan Masalah
A) Kapan lahirnya
thariqat
B) Apa pengertian
thariqat
C) Sejarah timbulnya
thariqat
BAB II
SEJARAH THARIQAT
A)
Pengertian
Kata al-tariqa
berarti jalan, sinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan
kerohanian, Tariqa atau tarekat kemudian
ditakrifkan sebagai jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena
kata syar (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang
cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal). Pengertian di atas
menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan
latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang dari pada jalan yang lebih besar,
yaitu Syariat, termasuk
di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang
lain.
Para
Sufi merujuk Hadis yang menyatakan, “Syariat ialah kata-kataku (aqwali),
tarekat ialah perbuatanku (a`mali) dan hakekat (haqiqa) ialah keadaan
batinku (ahwali), ketiganya saling terkait dan tergantung. Kemunculan
tarekat sufi juga sering dirujuk
pada hadis yang menyatakan,
“Setiap orang mukmin itu ialah cermin bagi mukmin yang lain” (al-mu`min
mir`at al-mu`minin). Mereka para sufi,
melihat dalam tingkah
laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka
sendiri.
Apabila
mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera
bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri, dengan
cara demikian “cermin
kalbu mereka menjadi lebih jernih atau terang” nampaklah bahwa introspeksi
merupakan salah satu cermin paling penting dalam jalan kerohanian sufi. Kebiasaan di atas mendorong
munculnya salah satu aspek penting gerakan Tasawuf, yaitu persaudaraan sufi yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin
pada diri sendiri, persaudaraan
sufi inilah yang kemudian
disebut Tharekat
Sufi.
B)
Sejarah Perkembangan Thariqat
Latar
belakang lahirnya tarekat adalah pada abad 3 dan 4 H, selanjutnya abad 6 dan 7
H (Masehi abad 12 dan 13) jaringan tarekat meluas keseluruh penjuru dunia Islam,
nama-namanya berbeda sesuai dengan pendirinya, namun dalam kenyataannya mereka
memiliki tujuan yang sama, yang berbeda hanya masalah praktek seperti pakaian,
wirid, dan dzikr, dari gambaran waktu sejarah itu ada jeda sekitar 150 tahunan,
dari awal kelahiran tasawuf dibandingkan dengan awal tharekat berdiri.
Secara
bahasa tharîqah (tarekat) dapat berarti jalan, metode, sistem, cara,
perjalanan, aturan hidup, lintasan, garis, pemimpin sebuah suku dan sarana. Tharîqah dalam arti jalan,
dapat kita temukan di dalam beberapa ayat Al-Qurân di antaranya adalah wahyu
Allâh berikut yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di
atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah lengah
terhadap ciptaan (Kami)”.
(Al-Mukminûn, 23:17)
Menurut
'Abdurrazzâq Al-Kâsyânî, tharîqah adalah jalan khusus yang ditempuh oleh para
Sâlik dalam perjalanan mereka menuju Allâh, yaitu dengan melewati
jenjang-jenjang tertentu dan meningkat dari satu maqâm ke maqâm yang lain. Dalam bukunya yang
berjudul Al-Kibrîtul Ahmar wal Iksîrul Akbar Habîb ‘Abdullâh bin Abû Bakar
Al-‘Aidarûs radhiyallâhu 'anhu menyebutkan :
“Menurut
para sufi, syariat adalah ibarat sebuah kapal, tarekat (tharîqah) adalah
lautnya dan hakikat (haqîqah) adalah permata yang berada di dalamnya.
Barang siapa menginginkan permata, maka dia harus naik kapal kemudian menyelam lautan,
hingga memperoleh permata tersebut.
Kewajiban pertama penuntut ilmu
adalah mempelajari syariat, yang dimaksud dengan syariat adalah semua perintah
Allâh dan Rasul-Nya seperti wudhu, shalat, puasa, zakat, haji, mencari yang
halal, meninggalkan yang haram dan berbagai perintah serta larangan
lainnya. Seyogyanya seorang hamba menghiasi lahirnya
dengan pakaian syariat hingga cahaya syariat tersebut bersinar dalam hatinya
dan kegelapan insâniyyah sirna dari hatinya.
Akhirnya dia dapat menempuh tarekat
dan cahaya tersebut dapat selalu bersemayam dalam hatinya, tharekat (tharîqah)
adalah pelaksanaan takwa dan segala sesuatu yang dapat
mendekatkanmu kepada Allâh seperti usaha
untuk melewati berbagai jenjang dan maqâm, setiap
maqâm memiliki tarekat tersendiri.
Munculnya
tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud (asketik) yang
merupakan cikal bakal tasawuf, apabila gerakan zuhud mengutamakan “penyelamatan
diri” melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak
ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqa)
menekankan pada “keselamatan bersama” di antaranya dalam bentuk pemupukan
kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithar, sufi yang pertama kali mempraktekkan
ithar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad, tharekatnya merupakan
salah satu tharekat sufi awal dalam sejarah.
Setiap guru sufi memiliki tarekat
yang berbeda, setiap guru akan menetapkan tarekatnya sesuai maqâm dan hâl-nya masing-masing,
di antara mereka ada yang tarekatnya mendidik masyarakat, ada yang tarekatnya
banyak membaca wirid dan mengerjakan shalat sunah, puasa sunah dan berbagai
ibadah lainnya, ada yang tarekatnya melayani masyarakat, seperti memikul kayu
bakar atau rumput serta menjualnya ke pasar dan kemudian hasilnya ia
shadaqahkan.
Adapun hakikat adalah sampainya
seseorang ke tujuan dan penyaksian cahaya tajallî, sebagaimana ucapan
Rasûlullâh kepada Hâritsah “Setiap kebenaran ada hakikatnya, lalu apakah hakikat
keimananmu?” Hâritsah menjawab “Aku palingkan diriku dari dunia sehingga batu
dan lumpur, emas maupun perak, sama saja bagiku, di siang hari aku berpuasa,
sedangkan di malam hari aku bergadang (shalat malam)”.
Keteguhan Hâritsah dalam memegang
agama Allâh serta menjalankan perintah-Nya adalah syariat, kehati-hatian dan
semangatnya untuk beribadah di malam hari, haus di siang hari dan berpaling
dari segala keinginan nafsu adalah tarekat, sedangkan tersingkapnya berbagai
keadaan akhirat kepada Hâritsah adalah hakikat”. Jika berbicara tentang
tharîqah berarti kita sedang membicarakan inti sari dan ruh Islam serta tujuan
akhir seorang muslim di dalam hubungannya dengan Allâh Subhânahu Wa
Ta'âlâ.
Sebelum membahas lebih jauh
permasalahan ini, pertama-tama kita harus mengetahui bahwa wahyu yang
diturunkan Allâh kepada Nabi Muhammad berisi hukum-hukum yang berhubungan
dengan jasmani dan hukum-hukum yang berhubungan dengan permasalahan hati,
bagaimana kondisi hatinya terhadap Allâh di saat dia beramal.
Hukum-hukum yang berhubungan dengan
perbuatan anggota tubuh ini selanjutnya dikenal dengan nama fiqih atau fiqhul
dhâhir, sedangkan hukum-hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat hati,
selanjutnya disebut fiqhul Bâthin, yang oleh sebagian besar umat Islam dikenal
dengan nama tasawuf. Ayat-ayat yang membahas
perbuatan anggota tubuh melahirkan beberapa madzhab dalam ilmu fiqih.
Sedangkan ayat-ayat yang membahas berbagai permasalahan hati serta metode
penyucian hati, melahirkan sejumlah tharîqah dalam tasawuf.
Sebenarnya
dalil atau landasan pendirian madzhab dan tharîqah tersebut sudah ada sejak
zaman Nabi Muhammad Saw. Pada saat itu, para
sahabat menerima seruan dakwah Rasûlullâh dengan hati yang suci dari gejolak
nafsu, bersih dari berbagai keinginan duniawi. Setiap
saat mereka berusaha memperkuat pondasi tauhid yang terdapat di dalam hatinya
dengan mengerjakan berbagai ibadah, seperti shalat, doa dan berbagai amal saleh
lain yang diajarkan oleh Rasûlullâh.
Kita pun menyaksikan bagaimana mereka
berijtihad di hadapan Rasûlullâh tentang sebuah persoalan dan Rasul membenarkan
kedua ijtihad tersebut, kita juga melihat ada sahabat yang menjadikan puasa
sunah sebagai ibadah pokoknya, ada pula yang menjadikan shalat malam sebagai
ibadah pokoknya dan ada pula yang berlama-lama ketika sujud dengan memperbanyak
doa yang diajarkan Rasulullah diberbagai kesempatan sebagai ibadah pokoknya. Kondisi-kondisi
semacam inilah yang menjadi landasan munculnya berbagai madzhab dalam fiqih dan
tharîqah dalam tasawuf.
Setelah agama Allâh (Islam) tersebar
luas di bumi Allâh, sebagaimana telah dijanjikan oleh Rasulullah, maka tersebar
pula ilmu-ilmu fiqih yang menjelaskan berbagai hukum dhahir dan ilmu-ilmu
tasawuf yang menjelaskan metode mengolah hati menjadi ihsân, yaitu senantiasa
memperhatikan bagaiman hubungan hati dengan Allah yang Maha Penyayang dan Maha
Mulia. Dalam kondisi semacam ini di tengah-tengah
masyarakat tumbuh berbagai madzhab dan thariqah
tersebut.
C)
Lembaga Thariqat
v
Qanqah
Biasanya
sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki
banyak murid atau pengikut, pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh
di negeri-negeri Islam, mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat
Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada
abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi, pada waktu itu
kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang
banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia, kanqah bukan hanya
pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan
kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal termasuk dalam hal
kepemimpinan.
Salah
satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama,
sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari
pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi atau perusahaan dagang, tempat
lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut, zawiyah
ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat
seorang Sufi menyepi, di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke
(dari kata takiyah, menyepi).
v
Ribat
Ribat
punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah
sebagai tangsi atau barak militer, pada masa berkecamuknya peperangan yang
menyebabkan orang mengungsi dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif
lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah
menjadi tempat tinggal para sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan
mereka.
Pada
abad ke-13 M ketika Baghdad ditaklukkan tentara Mongol, kanqah serta ribat dan
zawiyah berfungsi banyak, karena itu tidak heran apabila di berbagai tempat
organisasi kanqah tidak sama, ada kanqah yang menerima subsidi khusus dari
kerajaan, ada yang memperoleh dana dari sumber swasta yang berbeda-beda,
termasuk dari sumbangan para anggota tarekat, Kanqah yang mendapat dana dari
anggota sendiri dan mandiri disebut futuh (kesatria), dan mengembangkan
etika futuwwa (semangat kesatria).
Salah
satu contoh kanqah terkemuka ialah Kanqah Sa`id al-Su`ada yang didirikan pada
zaman Bani Mameluk oleh Sultan Salahudin al-Ayyubi pada tahun 1173 M di Mesir,
dalam kanqah itu hidup tiga ratus darwish, ahli suluk, guru sufi dan pengikut
mereka, serta menjalankan banyak aktivitas sosial keagamaan, organisasi kanqah
dipimpin oleh seorang guru yang terkemuka disebut Amir Majlis.
v Peranan Thariqat
Sebagai
bentuk organisasi sufi, tarekat ialah sebuah perkumpulan yang menjalankan
kegiatan latihan rohani menggunakan metode tertentu, biasanya metode itu
disusun oleh seorang guru tasawuf yang juga ahli psikologi, tarekat kadang
disebut madzab, ri`aya dan suluk, dalam tarekat seorang guru sufi
(pir) membimbing seorang murid (talib) dalam cara berpikir dan
berzikir; merasakan pengalaman keagamaan dan berbuat di jalan agama serta
bagaimana mencapai maqam (peringkat rohani) tertinggi seperti makrifat,
fana dan baqa`, serta faqir.
Pada
mulanya tarekat berarti metode kontemplasi (muraqabah) dan penyucian diri atau
jiwa (tadzkiya al-nafs), oleh karena semakin banyak orang yang ingin mendapat
latihan rohani tersebut, maka tarekat kemudian tumbuh menjadi organisasi yang
kompleks, penerimaan dan pembai`atan murid pun harus melalui ujian tertentu
yang cukup berat.
D)
Model Thariqat
Pada
abad ke-10 M tarekat dapat dibedakan dalam dua model:
1) Model Iraq, yang diasaskan
oleh Syekh Junaid al-Baghdadi.
2. Model Khurasan, yang
diasaskan oleh Yazid
al-Bhustami.
Perbedaan
keduanya mula-mula disebabkan karena mengartikan tawakkul berbeda, tetapi perbedaan yang paling
jelas antara keduanya terlihat pada ciri dan penekanan latihan rohaniannya.
Tarekat model Khurasan menekankan pada ghalaba (ekstase) dan sukr
(kemabukan mistikal), sedangkan
model Iraq menekankan pada sahw (sobriety).
Tarekat-tarekat
sufi yang besar dan memiliki banyak pengikut dan saling berhubungan satu dengan
yang lain secara aktif, biasa mendirikan organisasi sosial keagamaan atau
organisasi dagang yang disebut ta`ifa, organisasi
semacam ini pada mulanya tumbuh di Damaskus pada akhir abad ke-13 setelah
penaklukan tentara Mongol, organisasi
ini segera tumbuh di berbagai negeri Islam. Di antara tarekat-tarekat besar
yang aktif membina afilisasi dengan gilda-gilda yang banyak bermunculan pada
abad ke-13 – 16 M di seantero dunia Islam ialah Tarekat Qadiriyah, Tarekat
Shadiliyah, Tarekat Sattariyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Sanusiyah,
Tarekat Tijaniyah, dan lain sebagainya.
Pada
akhir abad ke-13 M, setelah penaklukan bangsa Mongol (Hulagu Khan) atas Baghdad
ahli-ahli tasawuf dan tarekat memainkan peranan penting dalam penyebaran agama
Islam di India dan kepulauan Nusantara, ini disebabkan hancurnya perlembagaan
Islam dan terbunuhnya banyak ulama, cendekiawan, fuqafa, qadi, guru agama,
filosof, ilmuwan, dan lain-lain akibat penghancuran kota-kota kaum muslimin
oleh tentara Mongol dan juga akibat perang salib yang berkepanjangan sejak abad
ke-12 M. Hal ini dapat dimaklumi karena pada umumnya para ulama, cendekiawan,
fuqaha, dan lain-lain itu berada di pusat-pusat kota dan sebagian besar bekerja
di istana sehingga ketika istana dan kota dihancurkan mereka pun ikut terbunuh.
Sebaliknya,
para sufi pada umumnya adalah orang yang mandiri dan suka mengembara ke
berbagai pelosok negeri untuk mencari ilmu atau menyebarkan agama, mereka
memiliki banyak pos-pos perhentian di seantera negeri Islam dan murid-murid
yang bertebaran di berbagai tempat, di antara pengikut mereka tidak sedikit
pula para pedagang yang aktif melakukan pelayaran ke berbagai negeri disertai
rombongan pemimpin tarekat serta para pengikutnya.
Di
tempat tinggal mereka yang baru, para sufi itu aktif mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan Islam, menyeru raja-raja Nusantara memeluk agama Islam seraya
mempelajari sistem kepercayaan masyarakat setempat dan kebudayaannya, tidak
sedikit pula dari mereka mempelopori lahir dan berkembangnya tradisi
intelektual dan keterpelajaran Islam, termasuk penulisan kitab keagamaan dalam
bahasa setempat dan kesusastraan.
Tokoh-tokoh
yang terkemuka sebagai guru kerohanian tidak hanya menguasai ilmu tasawuf,
tetapi juga bidang ilmu agama lain seperti fiqih, hadis, syariah, tafsir
al-Qur’an, usuluddin, ilmu kalam, nahu, adab atau kesusastraan, tarikh
(sejarah), dan lain sebagainya. Bahkan juga tidak jarang yang menguasai ilmu
ketabibab, ilmu hisab (arithmatika), mantiq (logika), falsafah, ilmu falaq
(astronomi), perkapalan, perdagangan, geografi, pelayaran, dan lain sebagainya.
E)
Thariqat Termasuk Ilmu Mukasyafah
Al-Hadimi
berkata : “Bahwa thariqat itu sebenarnya termasuk dalam ilmu mukasyafah yang
memencarkan Nur cahaya kedalam hati murid-muridnya sehingga dengan nur itu
terbukalah baginya segala sesuatu yang ghaib dari pada ucapan-ucapan Nabinya
dan rahasia-rahasia Tuhannya. Ilmu mukasyafah tidak dapat dipelajari, tetapi
diperoleh dengan riadhah dan mujahadah yang merupakan pendahuluan bagi petunjuk
hidayat Tuhan, sesuai dengan firmannya :
“Bahwa mereka yang
berjuang atau berjihad untuk Allah akan ditunjuki oleh Allah akan jalannya
(Thariqat).
Diantara
makhluk dan halik itu adalah perjalanan hidup yang harus kita tempuh, dalam
menempuh jalan itu dinamakan “THARIQAT” atau jalan, syariat yang kita kerjakan
itu harus diatas jalan (thariqat) tertentu agar tidak meleset, tidak tersesat
dari tujuan yang dituju, untuk siapa dipersembahkan amal ibadat kita itu. Itulah yang sangat perlu diketahui atau
dikenal ialah mengenal Tuhan yang sebenar-benarnya, apabila thariqat itu telah
dijalani dengan kesungguhan dan setia menjalani syarat rukun dan adabnya tentu akhirnya bertemulah dengan
“hakekat” itulah ujung segala jalan “thariqat”.
BAB III
PENUTUP
A) Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa tharîqah adalah sebuah metode atau
sistem khusus yang digunakan oleh seseorang dalam menempuh jalan menuju Allah. Sejarah islam
menunjukan bahwa thariqat-thariqat bermunculan pada abad ke-12 (abad ke-6 H)
dan sangat mengalami perkembangan pesat. Thariqat berasal dari kata thariqa yaitu jalan yang harus ditempuh
seorang calon sufi, tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah swt, thariqat
juga mengandung arti organisasi, tiap thariqat mempunyai syaikh, upacara
ritual, dan bentuk zikir sendiri.
Pada
awalnya kemunculannya, thariqat berkembang dari dua daerah yaitu Khurasan
(Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai timbul beberapa thariqat,
diantaranya : Thariqat Yasaviah (Ahmad Al-Yasavi), Thariqat Naqsabandiah
(Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi Al-Awasi Al-Bukhari), Thariqat Khalwatiyah
(Umar Al-Khalwati), Thariqat Safawiyah (Syafiuddin Al-Ardabili), dan Thariqat
Bairamiah (Hijji Bairan).
B) Saran
InsyaAllah makalah ini akan dapat
memenuhi keperluan-keperluan para pembaca, karena makalah ini berisi
dasar-dasar pengetahuan yang dipandang sangat penting dibidang ilmu tasawwuf.
Oleh karena itu, maka makalah ini bukanlah bacaan biasa, barang siapa yang
ingin mengetahui isinya maka ia harus mau berfikir.
Dan barang siapa yang sanggup berbuat
demikian, penulis yakin bahwa pembaca akan diperkaya pengetahuannya, insyaAllah
Tuhan akan memberikan kunci pembuka jalan keluar dari kesesatan. Mudah-mudahan
makalah ini dapat memenuhi keperluan para pembaca dan semoga berguna sesuai
tujuan dan kepentingan Agama, Bangsa dan Umat Islam pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa zahri. Kunci
Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1976
Harun Nasution.
Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid II. Jakarta : UI-Press. 1986
Rosihon Anwar. Akhalak
Tasawwuf. Bandung : CV Pustaka Setia. 2010
Syaikh Daud Al-Fathani. Dhiyaul Murid. Kuala Lumpur : Khazanah Fathaniyah. 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar