Minggu, 21 Februari 2016

CINTAKU, SUAMIMU

Nama      : Maryamatul Munawwarah
Nim        : 1113111006
MK         : BPKI (Bimbingan Penulisan Karya Ilmiah)
Jurusan   : KPI

CINTAKU, SUAMIMU

            Pagi telah merekah, mentaripun bersinar demikian eloknya, fina baru selesai mandi, lalu berganti pakaian dan bersiap-siap untuk pergi kekampus, karena hari ini adalah hari pertama fina masuk kuliah dan fina pun benar-benar tak ingin terlambat. “Fin, ayo berangkat,!” seru rani diruang tunggu, “Sebentar” jawab fina, tiga menit telah berlalu fina pun keluar dari kamarnya “Ayo kita berangkat” ajak fina sambil menarik tangan rani, “Yach.... aku yang nunggu kenapa kamu yang menarik tanganku,??” tanya rani dengan raut yang aneh, “Emmmz, gitu aja marah” canda fina “Hehehehe” tawa fina dan rani yang hampir bersamaan.
            Matahari seakan condong dan haripun seperti seram dan mencekam saat fina dan rani menginjakkan kaki disebuah ruangan, ruangan yang benar-benar membuat mereka kebingungan mencarinya, “Hari pertama yang sangat menyebalkan” gertu fina didalam hatinya, “Fin, kita duduk disana aja yah” ajak rani yang hampir membuat fina kaget, “Oh.... iya” jawab fina seadanya.
            Tiga puluh menit telah berlalu, namun tak ada sorangpun yang biasa dipanggil dosen masuk keruangan mereka, akhirnya dengan kesepakatan semua mahasiswa yang ada diruangan itu merekapun keluar menuju suatu tempat, “Mau kemana kita,?” tanya rani “Gak tau”  jawab fina sekenanya “Kita semua harus keruangan ketua program studi terlebih dahulu” jawab salah seorang yang fina tidak tau namanya, “Ngapain,?” tanya fina bingung “Gak tau juga, yang pasti kita harus kesana, ada bawa slip pembayaran daftar ulangkan,?” lanjut orang tersebut, jawab fina dan rani bersamaan “Iya”.
            Beberapa menit dalam perjalan, merekapun sampai ditempat tujuan, satu per satu dari mereka bergiliran masuk keruangan itu, Kini tiba giliran fina “Duch.... gimana nih.?” Tanya fina yang tampak gemetaran “Masuk aja” jawab seseorang yang baru keluar dari ruangan itu. Dengan perasaan yang teramat takut dan bingung fina pun memberanikan diri untuk maju menapaki langkahnya, “Assalamu’alaikum.....” sapa fina dengan suara yang terdengar begitu bergetar “Wa’alaikumsalam, silahkan masuk” jawab wanita yang berada dirungan itu “Iya...” jawab fina sambil menganggukan kepala “Ada bawa slip pembayaran.?” Tanya wanita itu dengan ramah, “Ada, ini kak” jawab fina datar sambil memberikan barang yang dimaksud “Ya sudah, ini...” kata wanita yang dipanggil fina dengan sebutan kakak tadi “Terimakasih kak, assalamu’alaikum....” pamit fina yang langsung melangkahkan kaki keluar dari ruangan tersebut.
            “Ini untuk apa sih,?” tanya fina dan keraguannya, jawab salah seorang dari mereka “Itu adalah kertas yang harus kita bawa setiap hari untuk menandakan kalau kita hadir pada saat perkuliahan berlangsung”. Dengan perasaan gelisah fina pun tak lagi melanjutkan pertanyaannya, fikirannyapun terbang melayang keangkasa, tidak lama selang beberapa waktu fina dan beberapa teman kostnya pulang bersama-sama, “Gimana tadi, udah ngambil kertas diruang prodi,?” tanya tia kepada fina “Udah, emangnya apa kegunaan kertas itu,?” tanya fina dengan polosnya “Gak tau juga pastinya” jawab tia singkat “Emmmz.....” jerit batin fina.
            Pagi haripun kembali cerah, seperti mentari yang tak terlindungi oleh awan, fina pun berangkat menuju kampus Tunas Bangsa, beberapa menit kemudian didalam ruang kelas merekapun dikejutkan oleh suara “Assalamu’alaikum....” sapa seorang yang yang kemudian masuk keruangan mereka “Wa’alaikumsalam....” jawab mereka sekelas dengan serempak, “Baiklah, bapak akan memperkenalkan diri terlebih dahulu, nama bapak Dira dan bapak akan mengajar kalian pada mata kuliah Bahasa Indonesia, sekarang silahkan kalian memperkenalkan diri” kata pak dira dengan senyuman.
            Akhirnya satu per satu dari mereka mulai memperkenalkan diri, ada yang dari SMA, SMK, MAN, dan ada juga dari Pontren, tibalah giliran fina untuk memperkenalkan diri, dengan suara yang terdengar sedikit gemetar akhirnya berhasil juga fina memperkenalkan dirinya, setelah perkenalan selesai dan berbagai pengalaman hidup telah diceritakan oleh dosen mereka yang biasa disebut pak dira, fina pun termenung sesaat, entah apa yang ada dalam alam fikirannya “Ya Allah.... nada suara itu, nada suara itu sudah terasa demikian akrab ditelingaku, oh Tuhan.... mengapa aku bergetar jika mendengar suaranya, ada rasa untuk mendekap suara yang membuat aliran darahku mengalir kian deras, tiap kali suara itu merasuk,darahku berdesir ada semacam sesak menyumbat pembuluh darah, mengapa aku ingin menitikkan air mata ketika mendengar suaranya,?” jerit batin fina yang hampir membuat kelopak matanya mengalirkan bulir-bulir bening.
            “Ya Allah.... wajah itu, tutur kata itu, senyum itu, tatapan mata itu seakan-akan mengingatkanku dengan seseorang yang telah mengisi dan mengajariku tiga tahun terakhir ini,  sosok seorang guru yang selama ini kukagumi dan kusegani” sentak batin fina yang mulai berkecamuk didada, “Terimakasih atas segala perhatian kalian, semoga kita bisa bertemu kembali pada minggu yang akan datang dan jangan lupa tugasnya membuat karya tulis” kata pak dira yang membuat lamunan fina buyar “Baik pak....” jawab mereka serempak.
            Waktu terus mengalir bagai aliran sungai ditengah lautan dan tak bisa dipungkiri waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, malam telah lewat dan pagipun telah datang, dengan bersegera fina pun melakukan aktivitas pagi ini dengan penuh semangat dan senyumam, setelah sepersekian detik fina pun berangkat kekampus dengan sumringah, “Kenapa fin, senyum-senyum terus dari tadi,?” tanya risa teman sekost fina “Emmmzz, eng.... enggak ada apa-apa kok” jawab fina yang terkejut dengan senyuman tanpa isyarat, sesampainya dikampus, Fina, Risa, Rani dan Irma pun berpisah kerena berlainan fakultas.
            Kini tinggal fina dan rani yang berjalan bersamaan menuju ruang kelas mereka, “Fin, buat karya tulis apa,?” tanya rani memecah sunyi diperjalanan menuju kelas “Aku.... membuat puisi” jawab fina singkat “Kamu,?” lanjut fina “Sama, aku juga membuat puisi” jawab rani. “Betapa bahagianya hari ini bisa melihat sosok insan yang sangatku kagumi” fikir fina didalam hatinya saat melihat pak dira akan segera masuk keruang kelas, “Gimana, sudah siap belajar,?” tanya pak dira memecah ribut yang terdengar disisi kelas “Sekarang, tolong kumpulkan tugas kalian” lanjut pak dira “Siap pak” jawab mereka sekelas bersamaan dan refleks langsung mengumpulkan tugas yang dimaksud pak dira, pak dira pun mulai membaca satu per satu karya tulis mereka dan akhirnya memanggil “Ica, Sifa, Fina dan Dion, silahkan tulis  judul karya tulis kalian dipapan tulis” kata pak dira yang mengandung tanya bagi mereka sekelas “Ya ampun.... apa yang salah dengan tulisanku,?” tanya fina didalam hatinya dengan perasaan yang tak menentu.
            Akhirnya dengan mengumpulkan segala keberanian dan kekuatan, fina pun melangkah kedepan dengan perasaan yang teramat kacau sambil menulis “Cinta Diwaktu Gerimis” itulah judul puisinya, dengan kekuatan yang tersisa fina pun kembali ketempat duduknya semula, ternyata setelah diterangkan satu per satu oleh pak dira, judul puisi yang dibuat oleh fina mempunyai kesalahan dalm penulisannya yaitu tulisan “Diwaktu” yang seharusnya menggunakan huruf kecil, tetapi fina malah menulis “D” dengan huruf kapital, “Ya Tuhan.... hatiku benar-benar galau, kenapa dalam karyaku yang pertama harus ada sedikit kesalahan.... tapi, bukankah kesalahan awal dari kesuksesan,?” rintih hati fina, “Ya Allah.... kala ia memandang, aku seolah bisu oleh tatapannya, kala ia berbicara, kurasakan ketentraman luar biasa, rasa kagumku padanya serupa tuan rumah yang tau getar-getar jiwa tamunya” lanjut fina didalam hati.
            “Ada apa fin,?... kenapa matamu seperti ingin meneteskan air mata,?” tanya salah seorang teman fina “Eng.... enggak ada apa-apa, aku hanya teringat masa laluku” jawab fina seadanya, “Oya, KHK nya mana,?” tanya pak dira yang akan segera mangakhiri perkuliahan, dengan segera merekapun mengumpulkan kertas yang disebut KHK tadi didepan pak dira. Tak lama kemudian setelah pak dira keluar dari kelas, fina pun menanyakan kepada salah seorang teman sekelasnya “Rik, kira-kira pak dira itu sudah mempunyai istri atau belum yah,?” “Kalau gak salah sudah” jawab riki singkat dengan wajah bingung “Memangnya kenapa,?” lanjutnya “Oh.... Cuma pingin tau aja” jawab fina dengan senyuman “Kirain.....” kata riki memenggal kalimatnya “Apaan,?... biasa aja” jawab fina yang agak gugup.
            “Tuhan.... kenapa rasa ini bisa tumbuh begitu cepatnya,?.... aku takut rasa kagum ini terus bertambah, takut sampai mencintai dan menyayangi suami orang, takut rasa ini tak bisa kupendam lagi....” rintih fina didalam hati kecilnya. Kini bulir-bulir bening itu mulai mengalir dipipi fina, didalam kamarnya ia seperti asing, mata dan fikirannya nanar entah kemana, “Tuhan.... mengapa ada rasa sakit dalam mengagumi,?.... mengapa ada luka saat semua angan-anganku terbang melintasi awan,?.... salahkah aku bila mengagumi milik orang,?.... haruskah aku berbohong dengan menyembunyikan rasa ini,?.... apakah aku tergolong manusia yang sesat hanya karena terpesona dan mengagumi keindahan ciptaan_Mu yang telah memiliki belahan jiwa,?....” ungkap fina dalam sedu sedannya malam itu, “Oh.... seandainya saja rasa kagumku ini diketahui oleh pak dira, betapa indahnya dunia” harap fina sambil menerawang sisi-sisi kamarnya.
            Detik berganti detik dan kerudung kesedihanpun mulai tersingkap, fina pun diselimuti oleh sepinya malam dan akhirnya tertidur pulas dalam dekapan angin. Keesokan harinya, fina terlihat begitu pucat, tak bersemangat dan tampak sangat lemah, “Kamu sakit fina,?” tanya irma teman sekostnya “Enggak, aku hanyak gak enak badan” jawab fina asal-asalan “Gak usah kuliah aja” timpal risa “Emmz.... gak apa-apa, tenang aja” kata fina meyakinkan teman-temannya “Ya udah kalau gak apa-apa” lanjut risa. Pagi itu seakan-akan awan hitam menyelimuti fikiran, raga, hati dan perasaan fina, dia benar-benar seperti orang asing yang tak tau jati dirinya, “Oh angin.... inikah takdirku,?” jerit hati kecil fina, perkuliahanpun usai, fina langsung buru-buru pulang tanpa memperdulikan orang-orang yang berada disekelilingnya.
            Hari ini adalah hari dimana fina bisa bertemu kembali dengan pak dira, dengan perasaan yang teramat kalut akhirnya fina pun memberanikan diri untuk menatap pak dira, tapi apa yang terjadi,?.... Hatinya bergoncang seolah diterjang angin daya, jantungnya oleng seolah diterpa gelombang, fikirannya buyar seolah disambar halilintar. Lima menit telah fina lalui demkian galaunya, sebab waktu-waktu yang berlalu beriringan dengan begitu eratnya, “Pak, ini tugas kemarin” seru salah sorang teman kelas fina “Oh.... iya, kumpulkan semua sekarang” kata pak dira, dengan kegelisahan yang mendalam fina pun beranjak dari tempat duduknya untuk mengumpulkan tugas, namun sorot matanya tidak sedikitpun mengerlingkan kearah pak dira, “Kenapa aku tak sanggup melihat tatapannya,?” batin fina berkecamuk “Tuhan.... tolonglah aku, hilangkanlah sedikit demi sedikit rasa ini” jerit hati kecil fina, “Ran, kepalaku pusing” seru fina mengejutkan rani yang berada disampingnya “Pusing,? Maksud kamu,?...” tanya rani bingung “Iya, aku gak tau kenapa tiba-tiba saja pusing banget....” timpal fina “Ya sadah, lima belas menit lagi perkuliahan ini selesai kita langsung pulang” hibur rani “Iya” jawab fina lemah.
            “Angin.... kenapa rasa ini semakin menggunung, semakin kucoba menahan perasaan ini, semakin besar tumbuh benih-benih sayang ini” fikir fina menerawang dialam bebas, “Kenapa sosok pak dira terus berlabuh dilautan hati dan jantungku,?” rintih fina. Malam bertabur bintang diselimuti sang mega, saat itu pula fina mulai mengambil sebuah buku yang telah lama tidak dibukanya bahkan telah sedikit usang, sambil mengambil sebuah pulpen dari tasnya, fina pun menggores tinta itu diatas kertas putih, kini hanya derapan-derapan goresan tangan finalah yang terdengar dikesunyian malam, “Hati, hati.... kenapa harus ada hati yang terluka,? Mengapa,?... mengapa tak ada lagi setitik cahaya yang menerangi hatiku,? Aku benci hidup ini.... benci.... mengapa semua harus terjadi.? Mengapa duka dan lara selalu menghampiriku,? Kemana perginya kebahagiaan, kesenangan dan kegembiraan untukku ya Allah,?” fina berhenti sejenak sambil menarik nafas dalam-dalam dan mengusap bulir-bulir bening yang deras sedari tadi.
            “Ya Allah, apa yang yang terjadi denganku,?.... semestinya aku harus ikhlas meskipun terbebani, karenaku yakin dengan sadar sesadarnya Allah tidak akan mengujiku dengan apa-apa yang tidak mungkin sanggupku hadapi, Ya ‘Adl.... wahai zat yang maha adil, aku menyesal menulis kata-kata tadi dan mengapa aku hampir saja putus asa dengan apa yang telah terjadi dimemori hidupku, Ya Allah.... ampunilah dosaku, lindungilah aku dari sifat putus asa dan tenangkanlah hatiku dalam menghadapi kepompong kehidupan ini, aku sadar bermetamorfosis dalam kehidupan ini memang sangat sulit, karena setiap jalan yang ditapaki selalu ada halangan dan rintangannya” seru fina dalam hatinya dengan perasaan yang menggelora, namun tak dapat dipungkiri ternyata air matanya terus mengalir bagai derasnya air hujan yang jatuh dari langit.
            Pagi kembali cerah, tetapi hari ini tak secerah harapan fina “Mulai hari ini aku tidak akan lagi mau mengingat-ingat pak dira” fikir fina dialam bawah sadarnya “Jika aku harus melupakannya dan berhenti mengaguminya, aku tak yakin bisa melakukan itu karena rasa ini telah berkembang biak diseluruh aliran darahku” lanjut fina dalam lamunannya. Kini pak dira telah berada tepat didepan kelas fina, dengan hati yang dag, dig, dug, akhirnya terpancar juga senyum dari bibir fina “Subhanallah.... senyumnya menggetarkan hati dan jantungku” kata fina saat bertatapan dengan pak dira “Ran, menurutmu pak dira itu gimana sih,?...” tanya fina dengan rani “Yah.... sepertinya baik, enak diajak ngobrol” jawab risa “Gitu aja,? Lanjut fina “Yah.... kitakan belum pernah curhat dengan bapak....” “Emmz....” keluh fina.
 “Jika aku tak mengagumi pak dira, itu berarti omong kosong yang setinggi-tingginya, karena        dari awal bertemu dengannya rasa kagum itu telah menghampiri dan menyelimuti batinku, kuakui awalnya hanya karena kumerindukan sosok guru yang sangat kukagumi yang sangat mirip atau persis dengan pak dira, dari ujung rambut sampai ujung kakinya dan begitu juga sifatnya, senyumnya, tatapan matanya dan tingkah lakunya” kata fina didalam hati sambil menatap lekat-lekat wajah pak dira, perkuliahanpun hampir selesai dan kini fina dikejutkan oleh sumber suara yang sangat dikenalnya yaitu suara pak dira “Bapak minta sekarang kalian memberikan atau mengungkapkan kesan perasaan kalian tentang selama mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah bapak ajarkan” kata pak dira dengan sebuah senyuman khasnya.
            Satu per satu ditanya, ada yang mengatakan senang, sulit, dan ada juga yang mengatakan asyik, kini tibalah pak dira berada dihadapan fina “Kesan saya selama mengikuti perkuliahan ini sangat senang, banyak ilmu yang saya dapatkan dan banyak hal yang belum saya ketahui sebelumnya kini telah saya dapatkan, tapi.... sekarang, hari ini, detik ini semua seakan berubah....” kata fina tersendak dan tak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya karena sama sekali tak bisa disembunyikan lagi bulir-bulir bening itu sehingga mampu turun dengan derasnya tanpa direncanakan sedikitpun, “Kenapa,? Bapak tidak akan pergi jauh” kata pak dira dengan senyuman “Ya Allah.... kenapa aku tidak bisa melanjutkan kata-kata ini lagi,?” bentak batin fina dalam fikirannya, “Fin, kenapa,?” tanya beberapa orang teman sekelas fina yang tampak kebingungan melihat kejadian tersebut, lagi-lagi fina hanya mampu menangis sesegukan sampai akhirnya pak dira mengungkapkan sesuatu “Semoga kita bisa bertemu lagi dikesempatan UAS (Ujian Akhir Semester) bulan depan” ungkap pak dira dengan pancaran ketulusannya.
            Lagi-lagi fina seakan merasakan sosok pak dira orang yang sangat dikaguminya akan pergi sejauh mungkin darinya, pak dira pun melanjutkan kata-katanya. Fina mendengarkan untaian nasihat dari pak dira dengan penuh takzim, tak banyak yang bisa fina katakan meskipun hanya sekedar dalam hati karena matanya tak sanggup membendung air mata lagi, fina menangis, menangis, dan menangis hingga sampai akhirnya pak dira telah keluar dari ruangan kelas itu. “Ya Allah.... betapa besarnya rasa kagum ini, mengapa aku harus mengagumi orang yang telah memiliki belahan jiwa dan sandaran hati,?.... orang yang tak mungkin bisa membalas rasa sayangku,?.... apakah ini garis takdir yang terbaik untukku yang hanya bisa mengagumi tanpa dicintai,?.... kini aku benar-benar bingung oleh perasaan ini, apa yang sebenarnya terjadi di relung hatiku sekarang, apakah rasa ini hanya sebatas mengagumi, ataukah menyayangi dan ataukah mencintai,?.... aku benar-benar bingung ya Allah” ujar fina panjang lebar dalam sedu sedannya dimalam nan sunyi sepi.
            Detik jampun berlarut dalam keheningan yang seakan turut mewakili perasaan yang sedang berkecamuk didalam fikiran, hati, dan otak fina. Fina hanya bisa terdiam membisu mengingat memori yang telah terjadi beberapa menit yang lalu, mulailah fina larut dalam alam fikirannya dan teringat sejenak dengan kata-kata yang pernah didengarnya dari seorang gurunya yaitu “Tugas kita didunia ini bukan mencari kesuksesan, tetapi tugas kita yang sesungguhnya adalah mencoba, karena dengan mencoba kita bisa memahami, mengerti, dan tau arti hidup yang sesungguhnya, dan jadilah orang yang tegar dalam menghadapi permasalahan,  jangan pernah sekalipun menampakkan sikap cengeng.


..........................................*Selesai*........................................

Cerita ini kutulis ketika mata kuliah BPKI tahun kedua bangku kuliahku, empat tahun silam yaitu tahun 2012.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar