Minggu, 21 Februari 2016

Sejarah Pengumpulan dan Pembukuan Al-qur’an

Nama               : Maryamatul Munawwarah
Nim                 : 1113111006
Jurusan            : KPI

B. Sejarah Pengumpulan dan Pembukuan Al-qur’an
            Diklasifikasikan dalam tiga priode yaitu : Periode kenabian Muhammad SAW, periode Abu Bakar dan periode Utsman bin Affan.
v  Al-qur’an di Masa Nabi SAW
            Apresiasi dasar umat islam terhadap psoses hafalan, periwayatan dan penulisan didasarkan pada teks al-qur’an yakni QS. Al-Qiyamah : 16-19 dan QS. Taha : 114. Nampaknya Nabi saw, karena semangatnya yang besar untuk menangkap sebanyak mungkin wahyu menjadi terburu-buru mengulangi kata-kata nyang diucapkan Jilbril as. Ayat-ayat diatas diturunkan untuk menghilangkan kekhawatiran Nabi dan untuk mengindikasikan dengan jelas bahwa tanggung jawab untuk menyempurnakan ingatan Nabi saw.
            Setiap kali setelah menerima firman Allah swt nabi langsung mengumumkannya dihadapan para sahabat dan memerintahkan mereka untuk menghafalnya, ada beberapa riwayat yang mengindikasikan bahwa para sahabat menghafal dan mempelajari al-qur’an lima ayat-sebagian meriwayatkan sepuluh-setiap kali pertemuan. Mereka merenungkan ayat-ayat tersebut dan mengimplementasikan ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya sebelum meneruskan pada teks berikutnya.
v  Al-qur’an di Masa Abu Bakar ra
            Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatar belakangi pengumpulan naskah-naskah al-qur’an yang terjadi pada masa Abu Bakar yaitu Atsar yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ra. Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang dilakukan Abu Bakar yakni mengumpulkan al-qur’an menjadi sebuah mushaf.
            Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah al-qur’an dan menulisnya kembali, sahabat ‘Ali bin Abi Thalib berkomentar “Orang yang paling berjasa terthadap meshaf adalah Abu Bakar, semoga ia mendapat rahmad Allah karena pada masa pemerintahannya dan atas persetujuannyalah upaya pengumpulan al-qur’an dilakukan selain itu Abu Bakar_lah yang pertama kali menyebut al-qur’an sebagai mushaf.
v  Al-qur’an di masa Umar bin Khattab ra
            Pada masa khalifah yang kedua ini, relatif tidak terdapat perkembangan yang signifikan terkait upaya kodifikasi al-qur’an, selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah pertama yaitu mengemban misi untuk menyebarkan islam dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya yaitu al-qur’an pada wilayah-wilayah pemerintah islam baru yang telah berhasil dikuasi dengen cara mengirim para sahabat yang kredibitas serta memiliki kompetensi penguasa yang bisa dipertanggung jawabkan. Seperti diantaranya adalah Mu’adz ibn Jabal, ‘Ubadah ibn Shamith dan Abu Darda.
v  Al-qur’an di Masa ‘Utsman ibn ‘Affan ra
            Terkait dengan al-qur’an, salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca al-qur’an karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab, tentu hal itu akan membuat kesulitan bagi mereka dalam membacanya, terlebih ketika itu standarisasi kaidah tata tulis dan tata bahasa arab belum dibakukan. Huzaifah ibn al-Yaman berkata “Wahai Utsman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan al-qur’an, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani.
            Sejarawan ulung Ibn ‘Asakir menyebutkan dalam bukunya History of Damascus : Dalam ceramah Ustman mengatakan “Orang-orang telah berbeda dalam bacaan mereka dan saya menganjurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan dihadapan nabi Muhammad saw, hendaklah diserahkan kepadaku”. Maka orang-orang menyerahkan ayat-ayatnya yang ditulis diatas kertas kulikt dan tulang serta daun-daun, semua penyumbang menjawab disertai sumpah dan semua barang yang dikumpulkan telah diberi tanda yang kemudian diberikan pada Zaid bin Tsabit.
            Kondifikasi dan penyalinan kembali mushaf al-qur’an ini terjadi pada tahun 25 H, Utsman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pe-lafazh-an agar mengacu pada bahasa suku quraisy karena al-qur’an diturunkan dengan gaya bahasa mereka. Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi pada Hafshah, selanjutnya Utsman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip al-qur’an selain mushaf hasil salinannya yang berjumlah 5 mushaf.
            Sampai sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit, pada masa khalifah Utsman bin Affan, mushaf pertama ditemukan dikota Tasqand yang ditulis dengan Khat Kufiy, mushaf kedua terdapat dimuseum al-Husainiy dikota Kairo mesir dan mushaf ketiga dan keempat terdapat dikota Istambul Turki.
v  Al-qur’an di Masa Ali ibn Thalib ra dan Setelahnya
            Pada masa khalifah yang keempat ini realitas jumlah kuantitas umat islam semakin kompleks, umat islam sudah terdapat hampir disemua belahan dumia yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda sehingga memberikan inspirasi pada salah seorang sahabat Ali inb Thalib yang bernama Abu al-Aswad ad-Duwali untuk membuat tanda baca yang berupa tanda titik.
            Dan atas persetujuan dari Ali ibn Thalib akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada mushaf diriwayatkan bahwa yang mendorong Abu al-Aswad ad-Duwaliu membuat tanda titik adalah suatu ketika Abu aswad menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca “Wa Rasuluhu” yang seharusnya dibaca “Wa Rasulihi” yang terdapat pada QS. At-Taubah : 3 dan dikhawatirkan dapat merusak makna.
            Abu Aswad menggunakan titik bundar penuh yang bewarna mereh untuk menandai fathah, kasrah, dhammah, tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai hamzah, jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawal huruf halq (izhhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti “adzabun ‘alim” dan membubuhkan tanda titik dua vertikal untuk menandai idgham seperti “ghafuru ar-rahim”.

C. Standarisasi Mushaf di Indonesia
            Ada tiga mushaf standar Indonesia :
·         Al-qur’an standar 30 jus, yaitu mushaf al-qur’an yang biasa banyak ditemukan dan dubaca umum oleh umat islam Indonesia.
·         Mushaf al-qur’an Braille, yaitu mushaf al-qur’an yang digunakan umat islam kalangan tunanetra sebagai pembantu mereka dalam mengenal dan me-lafazh-kan al-qur’an.

·         Al-qur’an Bahriy, yaitu al-qur’an li al-huffazh (bagi para penghafal al-qur’an).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar