Minggu, 21 Februari 2016

MAD'U

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
Kompleksitas  merupakan Kemunculan tatanan keteraturan pada level lebih tinggi dalam sistem yang tersusun dari banyak komponen, yang mana sistem tersebut dapat mengatur dirinya sendiri.
Dalam pembahasan kali ini akan dikupas tentang kompleksitas dan bentuk-bentuk interaksi psikologis antara subyek dakwah dan sasaran dakwah, mudah-mudahan dengan sedikit dikupas tentang masalah ini, akan memberikan penerangan kepada kita semua.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana memahami mad’u?
2.      Apa saja yang mempengaruhi mad’u?
3.      Bagaimana interaksi antara da’i dan mad’u?
C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan sasaran dakwah atau objek dakwah yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan mad’u. Sehingga sebagai seorang da’i, kita dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kondisi mad’u.





BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan sistem adalah pendekatan yang dipergunakan dalam aktivitas dakwah. Artinya aktivitas dakwah tidak akan sukses tanpa ada suatu unsur atau faktor tertentu. Sistem dakwah tidak ubahnya dengan sistem manusia, Bila salah satu anggota tubuhnya sakit maka, sakitlah semuanya. Ini berarti bahwa keberhasilan suatu aktivitas dakwah tidak mungkin disukseskan atas dasar satu faktor atau dua faktor saja, tetapi keberhasilan dakwah ditentukan oleh kesatuan faktor-faktor atau unsur-unsur yang saling membantu, memengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain.
A.    Manusia sebagai individu
Individu berasal dari kata latin, “individum” artinya, yang tidak berbagi. Individu merupakan sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas dalam lingkungan sosialnya melainkan juga memiliki kepribadian serta pola tingkah laku yang spesifik.
Dalam membentuk kepribadian seorang manusia, faktor intern (bawaan) dan faktor ekstern (lingkungan) saling memengaruhi, pribadi terengaruh lingkungan dan lingkungan diubah oleh pribadi. Faktor intern yang ada dalam pribadi manusia terus berkembang, dan hasil perkembangannya dipergunakan untuk mengembangkan pribadi tersebut lebih lanjut. Dengan demikian, jelaslah bagaiman uniknya pribadi tersebut, sebab tentu saja tidak ada pribadi yang sama, yang benar-benar identik dengan pribadi yang lain.
Selain dengan fisik, keunikan psikis tiap manusia membawa perbedaan-perbadaan mendasar. Secara psikologis, manusia sebagai objek dakwah dibedakan oleh berbagai aspek :
1.      Sifat-sifat kepribadian (personality trains ) yaitu adanya sifat-sifat manusia yang penakut, pemarah, suka bergaul, peramah, sombong, dan sebagainya.
2.      Intelegensi yaitu aspek kecerdasan sesorang mencakup kewaspadaan, kemampuan belajar, kecepatan berpikir, kesanggupan dalam mengambil keputusan yang tepat dan cepat, kepandaian menagkap dan mengolah kesan-kesan atau masalah, dan kemampuan mengambil kesimpulan.
3.      Pengetahuan (knowledge)
4.      Keterampilan (skill)
5.      Nilai-nilai (values)
6.      Peranan (roles)
Ketika dakwah dilakukan terhadap seorang individu, perubahan individu harus diwujudkan dalam satu landasan yang kokoh serta berkaitan erat dengannya, sehingga perubahan yang terjadi pada dirinya itu menciptakan arus gelombang paling tidak riak yang menyentuh orang lain.
B.     Manusia sebagai Angota Masyarakat (Kelompok)
Manusia secara herarki merupakan makhluk social, sejak ia dilahirkan ia memerlukan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya. Pada tahap awal pertumbuhannya ia memerlukan orang tuanya atau keluarganya. Menanjak dewasa, ia terlibat kontak social dengan teman-teman sepermainanya, ia mulai mengerti bahwa dalam kelompok sepermainanya terdapat peraturan-peraturan tertentu, norma-norma social yang harus dipatuhi dengan suka rela guna dapat melanjutkan hubungan tersebut dengan lancar. Ia pun turut membentuk norma-norma pergaulan tertentu yang sesuai bagi interaksi kelompoknya. Dengan demikian sejak awal manusia sudah mengenal norma-norma, nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat atau kelompok dimana ia hidup dan sejak dini juga telah tertanam dalam diri seorang anak, karenanya walaupun secara pribadi (individu) manusia adalah unik namun tak terlepas dari pengaruh budaya masyarakat dimana ia hidup.
Masyarakat dapat memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa, dan sebagainya. Dalam arti sempit yang dimaksud masyarakat adalah hubungan sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu (territorial, bangasa, golongan, dan lain-lain)
Masyarakat yang merupakan sasaran dakwah (objek dakwah) tersebut meliputi masyarakat yang dilihat dari berbagai segi :
1.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil serta masyarakat di daerah marginal di kota besar.
2.      Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah, dan keluarga.
3.      Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiokultural berupa golongan priyai, abangan, dan santri. Klasifikasi ini terutama terletak dalam masyarakat jawa.
4.      Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.
5.      Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi atau pekerjaan) berupa golonga petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negri (administrator).
6.      Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial-ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah, dan miskin.
7.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari jenis kelamin (sex) berupa golongan pria, wanita, dan sebagainya.
8.      Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tunasusila, tunasuwisma, tunakarya, narapidana, dan sebagainya.
Masyarakat dalam perkembangannya sangat dipengaruhi olehberbagai hal di antara nya adalah:
a.      Pengaruh Budaya
Kebudayaan disebut culture dalam bahasa belanda, culture dalam bahasa Inggris dan tsaqafat dalam bahasa arab. Budaya (culture) berasal dari bahasa latin “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan. Dari arti bahasa ini berkembang lah arti culture sebagai: “Segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Dalam bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang berarti budi tau akal. Jadi, kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk kesempurnaan hidup.
Kebudayaan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Faktor geografis
Letak geografis artinya tempat tempat tinggal suatu masyarakat. Tempat tinggal suatu masyarakat secara geogarafis ini, dapat dibagi kedalam beberapa tempat seperti pedesaan, pengunungan, perkotaan, suku terasing (pedalaman), dan sebagainya. Selain tempat tinggal suatu masyarakat, alam dan iklim pun sangat berpengaruh pada masyrakat tersebut. Sebuah contoh, masyarakat yang berada di daerah iklim dingin (seperti daerah kutub) pada umumnya menggunakan jenis pakaian yabg berpkaian tebal. Tetapi sebaliknya, mereka yang hidup di daerah panas (tropis) kebanyakan menggunakan yang serba tipis. Dengan demikian memiliki pakaian, membuat kain (peradabanya) selalu dipengaruhi oleh tempat tinggal.
2.      Faktor keturunan
Masyarakat adalah keturunan dua manusia yaitu adam dan hawa. Namun, setelah sekian ribu tahun dari keturunan dua insan tersebut berkembang menjadi miliaran manusia di muka bumi.
3.      Pengaruh dari dunia luar
Perpindahan bangsa-bangsa ke bangsa yang lain (migration) sejak dahulu kala sudah sering terjadi. Di zaman modern, dimana komunikasi dan trasnportasi sudah lancar mengakibatkan perpindahan bangsa atau penduduk sangat memungkinkan. Perpindahan antar bangsa mengakibatkan kebudayaan asli suatu bangsa dapat luntur dan bercampur (antara kebudayaan asli dan pendatang)
Pengaruh kebudayaan luar ini memungkinkan terjadinya tiga peristiwa:
1.      Kebudayaan asli dapat dimusnahkan oleh kebudayaan pendatang atau disebut dengan asimilasi.
2.      Kebudayaan asli dengan pendatang bercampur menjadi satu, sehingga tidak tampak yang asli maupaun pendatang (sintesis)
3.      Antara kedua kebudayaan tersebut saling berdampingan, isi mengisi dan saling memajukan (assosiasi atau akulturasi).
Perubahan suatu kebudayaan bukanlah semata-mata disebabkan adanya perpindahan bangsa atau penduduk masyarakat (immigration), akan tetapi faktor lain pun banyak yang memengaruhi, seperti media masa, pendidikan warga, dan sebagainya.
b.      Organisasi sosial
Setiap masyarakat memiliki hubungan social yang bervariasi yang terkristalisas dalam kelompok-kelompok social, baik kelompok social besar atau kecil, permanen atau temporer, organisasi formal maupun nonformal. Relasi-relasi dalam organisasi sosial atau kelompok social ini dipengaruhi oleh kepercayaan, norma dan sikap kelompok.
Organisasi-organisasi social memiiki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia, sebagai contoh sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumber nilai, kebiasaan dan kepercayaan. Dalam kehidupan yang lebih besar. Negara dapat dikatakan sebagai organisasi social, dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya bersikap dan berprilaku.
Karena pemegang kekusaan suatu negara atas daerah tertentu sangat memengaruhi politik suatu negara, maka seorang da’i dalam menentukan stategi dakwahnya harus benar-benar memerhatikan pemegang suatu kekuasaan daerah atau nagara tersebut, bagaimana ideologinya, kepribadiannya dan lain-lain, sebab faktor-faktor ini dapat menjadi penunjang dan penghambat tercapainya tujuan dakwah.
Dalam konteks yang lebih umum, ketika melakukan aktivitas dakwah seorang da’i dituntut memerhatiakan budaya masyarakat serta organisasi-organisasi social yang melingkupi sehingga idak terjadi benturan antara dakwah dan kultur masyarakat atau aturan-aturan dalam organisasi social termasuk aturan-aturan negara atau pemerintah.
Menurut Muhammad Abduh, sebagaimana dikutip oleh M. Natsir, obyek dakwah dapat dibagi menjadi tiga:
  1. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berpikir secara kritis, serta cepat dalam menangkap arti persoalan.
  2. Golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang tinggi-tinggi.
  3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut.
Barmawie Umary menyebutkan bahwa ketika da’i berada di tengah-tengah masyarakat, dia akan mendapati berbagai macam tingkatan manusia. Da’i akan berhadapan dengan mereka yang:
  1. Menganut faham-faham dan pengertian-pengertian yang tradisional yang sulit bagi mereka untuk mengubahnya.
  2. Secara apriori akan menolak segala sesuatu yang baru.
  3. Dengan ulet ingin mempertahankan kedudukannya.
  4. Merasa khawatir apabila yang akan disampaikan itu akan merugikan.
  5. Cerdik cendekiawan yang hanya mau menerima segala sesuatu realita dengan dalil.
  6. Ragu-ragu disebabkan bermacam visi atau pengetahuan yang serba tanggung.
  7. Bodoh tidak mengerti masalah yang sebenarnya.
Obyek dakwah dapat dilihat dari segi agama/kepercayaannya dan tingkat keberagamaannya. Dalam konteks ini A. Hasjmy menyebut obyek atau sasaran dakwah sebagai berikut :
a.      Manusia muslim, yang dapat dibagi menjadi empat macam:
  • Manusia muslim yang berimbang iman dan amal sālihnya
  • Manusia muslim yang tidak berimbang antara iman dan amal sālihnya
  • Manusia muslim taat dan taqwa
  • Manusia muslim yang ma’siyat dan durhaka
b.      Manusia kafir, yang dapat dibagi menjadi tiga macam:
  • Manusia kafir kitābī samāwī, seperti Yahudi dan Nasrani
  • Manusia kafir kitābī non samāwī, seperti Hindu, Budha dsb
  • Manusia kafir ilhadi, seperti penganut atheisme.
c.       Manusia munafiq
Ada pula yang melihat obyek dakwah dari derajat pikirannya seperti berikut ini :
  1. Umat yang berpikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berpikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.
  2. Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh faham baru tanpa menimbang-nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya.
  3. Umat yang bertaqlid, yaitu golongan yang fanatik buta berpegang pada tradisi dan kebiasaan turun-temurun tanpa menyelidiki salah atau benarnya.
Terkait dengan ketiga penggolongan di atas, di sini dapat ditambahkan masalah sugestibilitas (kepekaan disugesti). Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan sugestibilitas antara lain :
  • Usia
Merupakan faktor yang merupakan sebab orang mudah menerima sugesti. Para ahli psikologi telah banyak melakukan serangkaian percobaan tentang hal ini, yang menunjukkan bahwa anak-anak lebih mudah disugesti daripada orang dewasa. Semakin tambah usia dan tambah pengalaman, seseorang semakin kritis dan diskriminatif dalam menerima respons.
  • Jenis kelamin
Para ahli psikologi dalam penyelidikannya mendapat bukti bahwa perempuan lebih suggestible daripada laki-laki.
  • Kecerdasan
Orang yang kurang cerdas lebih mudah disugesti. Sedang orang yang cukup tinggi kecerdasannya tidak mudah disugesti. Kaum cendekiawan lebih sulit untuk disugesti daripada orang awam.
  • Ketidaktahuan seseorang juga mudah menjadi umpan sugesti.
Penggolongan obyek dakwah ada yang didasarkan pada responsinya terhadap aktivitas dakwah yaitu :
  • Golongan simpati aktif,
Yaitu obyek dakwah yang simpati dan secara aktif memberi dukungan moril dan material terhadap kesuksesan dakwah. Mereka juga berusaha mengatasi hal-hal yang dianggapnya merintangi jalannya dakwah, bahkan mereka bersedia berkorban segalanya untuk kepentingan syi’ar Allah.
  • Golongan pasif,
Yaitu obyek dakwah yang apatis (masa bodoh) terhadap dakwah, tidak memberikan dukungan dan juga tidak merintangi dakwah.
  • Golongan antipati,
Yaitu obyek dakwah yang tidak rela atau tidak suka akan terlaksananya dakwah. Mereka selalu berusaha dengan berbagai cara untuk merintangi atau menggagalkan dakwah.
C.    Interaksi Psikologis Antara Da’I dan Mad’u
Interaksi diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih di mana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain. Melalui dorongan antar pribadi dan response antar pribadi tersebut, maka lambat laun seseorang akan berubah. Dengan demikian interaksi sosial merupakan perilaku timbal balik antara seseorang dengan orang lain. Interaksi Psikologis Da’i dengan Mad’u  adalah Motifasi Tingkah laku, Komunikasi dan Leadership (Kepemimpinan)








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Obyek dakwah (mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik individu atau kelompok, baik yang beragama Islam atau bukan beragama Islam. Pada intinya obyek dakwah adalah manusia secara keseluruhan.
Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
B.     Saran
Seorang da’i yang baik dan benar adalah yang dapat mengenal mad’unya dan apa yang didakwahkannya dapat sampai kepada mad’unya tersebut. Untuk mencapai hal itu maka seorang da’i harus banyak belajar agar dapat mencapai tujuan dakwah.













DAFTAR PUSTAKA
Al-WISRALI MAM ZAIDALLAH, 2002, STATEGI DAKWAH, JAKARTA : KALAM MULIA
ACHMAD MOBAROK, 2OO6, PSIKOLOGI DAKWAH, JAKARTA :  KENCANA
Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-6

Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar