Senin, 22 Februari 2016

METODOLOGI ‘ATHIFI (Maryamatul Munawwarah 1113111006)



  1. Al-Mau’idzah al-Hasanah yang diterapkan Pada Orang yang Hatinya Sakit
Dakwah dalam pengertian perkataan yang menyejukkan dapat pula dikatakan sebagai Al-mauidzah al-hasanah adalah memberi nasehat dan memberi ingat (memperingatkan) kepada orang lain dengan bahasa yang baik yang dapat menggugah hatinya sehingga pendengar mau menerima nasehat tersebut. Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa mauidhoh al hasanah adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya atau argument-argumen yang memuaskan sehinga pihak audien bisa dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.[1]
Sedangkan hati yang berpenyakit, yaitu orang yang dalam hatinya terdapat sifat atau rasa iri, dengki, dendam, pendusta, munafik, riya’, kasar dan sifat-sifat yang sejenisnya. Sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al Baqarah ayat 10 : “Didalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya  dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.[2]
Ketika hati terasa sakit,hampa dan terasa kosong seperti hidup tapi mati. Meskipun berada ditempat keramaian terasa begitu sepi tapi tak tahu apa yang kurang dalam hidup ini, bagaimana ini bisa terjadi pada kita dan apa sebenarnya yang diinginkan hati kita, hingga begitu resah tak menentu. Banyak dari kita yang keliru ketika hatinya sakit, kekecewaan dan rasa sakit yang timbul seringkali dilampiaskan pada hal-hal yang negatif yang sebenarnya tak bisa mengobati rasa sakit hati tersebut.
Coba sejenak kita merenung apakah selama ini kita jauh dari Allah, Tuhan semesta alam sehingga hati merasa begitu gelisah. Kesampingkan nafsu duniawi kita, lupakan harta, lupakan pacar, lupakan segala yang kita miliki saat ini untuk sejenak. Sadari bahwa semua yang kita miliki saat ini adalah titipan dari Allah SWT, biarkan hati kita bicara dan dengarkanlah maka akan kita temukan sebuah rindu yang mendalam.Rindu akan kalimat-kalimat Allah, rindu akan kehadiran Allah pada hidup kita, selanjutnya raciklah 5 obat hati yang dianjurkan oleh Islam (http://anwarmuzacky.blogspot.com/2012/04/cara-mengobati-sakit-hati.html, akses tanggal 14 Maret 2013) yaitu :
a)      Baca Al-Qur’an dan Ketahui Maknanya
Ketika membaca Al-Qur’an ada perasaan tenang dalam hati kita, jika  dibarengi dengan makna  yang terkandung didalamnya, tahu akan perintah dan larangan Allah serta kabar surga dan neraka nantinya, maka hati kita akan tersentuh dan tanpa terasa mata kita meneteskan air mata karena teringat akan dosa yang pernah dilakukan selama ini.
b)      Dirikanlah Sholat Malam atau Qiyamullail
Sholat malam adalah salah satu media yang ampuh sekali untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampun dan menangislah ketika berdo’a sesungguhnya doa seorang hamba yang dipanjatkan diwaktu sholat malam tidak akan tertolak dan pasti dikabulkan.
c)      Memperbanyak Mengingat Allah (dzikir ) dimalam Hari
Dengan dzikir atau mengingat Allah, hati menjadi tenang, maka perbanyaklah berdzikir dengan kalimat-kalimat Allah yang mulia.
d)     Perbayaklah berpuasa
Lakukan puasa sunah seperti puasa sunah senin dan kamis dengan puasa ini maka akan semakin dekat hati kita kepada Allah.
e)      Berkumpul dengan Orang-orang yang Saleh
Berkumpul dengan orang-orang yang saleh mampu memberikan pengaruh positif kepada kita. Ambil nasihat-nasihat yang diberikan dan lakukanlah dalam keseharian kita.
Hati bisa menjadi keras karena bermaksiat : bukan hanya karena melakukan dosa besar, namun meremehkan dosa kecil dan mengulang-ulangnyapun dapat mengeraskan hati, selain itu hati juga bisa menjadi keras dengan banyak berangan-angan dan berkumpul dengan orang yang berhati keras akan semakin merusak hati. Bila diwaktu ini, detik ini kita merasa  keras hati, lembutkanlah lagi hati dengan :[3]
a)      Berdoa kepada Allah memohon dilembutkan hati 
b)      Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat
c)      Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna, sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya
d)     Takut tergelincir dari jalan yang lurus dan berjalan diatas jalan kemaksiatan dan jalan syaithan
e)      Takut akan balasan siksa yang segera didunia, karena maksiat yang kita lakukan
f)       Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan

  1. Al-Tadzkir Bini’matillah (Mengingat Tentang Nikmat Allah)
Mengingat Allah swt melalui berdzikir dapat dilakukan dengan cara mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah (seperti, astagfirullaahal’adhim, subhanallah, alhamdulillah, Laa ilaa ha Illallah, Allahu Akbar) secara lisan maupun di dalam hati berulang-ulang dan terus-menerus, sebanyak yang kita mampu, apa lagi bagi orang yang sedang sakit hatinya maka sangat dianjurkan (http://cahyaislam.wordpress.com/2009/05/02/mengingat-allah-adalah-penangkal-dan-penawar-gelisah/, akses tanggal 15 Maret 2013).
Dalam keseharian, kadang atau bahkan sering kali kita lupa untuk bersyukur, kita kadang kufur atas segala Nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Sekalipun nikmat itu besar, kita tetap biasa-biasa saja menerimanya, bahkan terkadang kita terbuai akan nikmat itu, sehingga kita lupa untuk bersyukur, namun ketika nikmat itu dicabut, kitapun bagaikan layangan yang limbung dilangit, bingun, sedih dan hampa. Namun begitulah cara Allah untuk menunjukkan kasih sayang-Nya kepada umatNya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan manusia untuk mensyukuri nikmat Allah SWT, secara garis besar mensyukuri nikmat ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a)      Syukur dengan Hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apapun Nikmat yang diperoleh, bukan hanya karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Allah Yang Maha Kuasa.
b)      Syukur dengan Lisan. Mengakui dengan ucapan bahwa semua Nikmat berasal dari Allah, pengakuan ini diikuti dengan memuji Allah melalui ucapan Alhamdulillah.
c)      Syukur dengan Perbuatan. Hal ini dengan menggunakan Nikmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat dan mentaati semua aturan Allah dalam segala aspek kehidupan.[4]
Orang yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakan, tentunya akan menjadikan nilai positif bagi dirinya, terutama dalam jiwanya, karena dengan mengingat Allah segala persoalan yang dihadapi, maka jiwa akan menghadapinya lebih tenang. Sehingga rasa galau yang ada dalam diri bisa perlahan-perlahan dihilangkan dan sudah merupakan janji Allah Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketenteraman-ketenteraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya. Bersabar, berpikir positif, ingat Allah dan mengadukan semua persoalan kepada-Nya adalah solusi segala persoalan. Sebagaimana firman-Nya dalam Qs Ar-Ra’du : 28 yang artinya: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram”.
  1. Memberikan Apresiasi (madh) atau Mengoreksi (tadzkir)
Pengaruh pemberian apresiasi sangatlah berpengaruh terhadap orang itu walaupun kecil, kita semua tahu, bahwa setiap orang itu mempunyai tujuan tertentu kenapa mereka melakukan atau membuat akan sesuatu. Tapi yang terpenting dalam tujuan kenapa mereka melakukan atau membuat sesuatu itu adalah karena mereka membutuhkan tanggapan.
Mungkin ada sebagian diantara kita yang punya pikiran kalau pemberian apresiasi itu hanya untuk diberikan kepada orang yang sudah melakukan atau membuat sesuatu yang lebih baik, benar begitu kan? Kalau menurut saya, jika pemberian apresiasi itu hanya untuk diberikan kepada orang yang sudah menjadi lebih baik, lalu bagaimana dengan orang yang mengalami kemunduran? Kalau seperti itu, bukankah sama artinya dengan orang hebat akan menjadi lebih hebat dan orang gagal akan menjadi lebih gagal, yang mana hanya karena faktor pemberian apresiasi itu. Bukankah itu tidak adil bagi yang mengalami kemunduran dan justru dengan adanya pemberian apresiasi terhadap orang yang mengalami kemunduran itu, maka sama artinya kita sedang memotivasi mereka untuk berusaha menjadi lebih baik.
Dalam pemberian apresiasipun tidak harus selamanya dalam bentuk yang berat-berat, yang ringan-ringanpun pasti tetap ada pengaruhnya, seperti misalnya teman kita baru saja selesai menulis sebuah buku, dan kita pun dimintanya untuk membacanya lalu memberikan penilaian. Kalaupun menurut kita tulisannya itu jelek, tapi kita tidak boleh semena-mena dalam pemberian apresiasi, seperti misalnya “Bukunya jelek, aku nggak suka”, bukankah ucapan seperti itu bisa menurunkan semangat teman kita itu untuk berkarya? Tentu akan berbeda rasanya jika pemberian apresiasi kita semacam ini, “Wah, kamu hebat sudah bisa menulis buku sendiri, tapi rasanya masih ada yang kurang”. Bagaimana perbedaan rasa dari kedua macam pemberian apresiasi tersebut?
Dari dua contoh pemberian apresiasi tersebut, kita bisa merasakan mana pemberian apresiasi yang bisa menambah semangat dan mana yang justru bisa menjatuhkan semangat orang lain maupun diri kita sendiri. Terlebih mungkin bagi orang yang sudah mempunyai anak, sekiranya dalam pemberian apresiasi jangan sampai membuat anak itu semangatnya down, yang mana bisa mempengaruhi karakternya dimasa depan nanti. Masih ada banyak cara pemberian apresiasi yang bisa kita lakukan yang sebenarnya bisa menambah semangat diri kita sendiri mau pun orang lain. Jadi sekiranya jangan sampai ada lagi orang-orang yang kreatif, menjadi tidak mau berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.






DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin Pimay, 2005. Dakwah Humanis, Semarang : RaSAIL


Tidak ada komentar:

Posting Komentar