Senin, 22 Februari 2016

Khilafah Bani Abbassiyah (Maryamatul Munawwarah 1113111006)



Khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa bani dinasti ini adalah keturunan Al Abbas paman Nabi Muhammad saw,. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al Abbas. Kakuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
1.    Periode pertama (132 H / 750 M – 232 H / 847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama
2.    Periode kedua (232 H / 847 M – 334 H / 945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama
3.    Periode ketiga (334 H / 945 M – 447 H / 1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua
4.    Periode keempat (447 H / 1055 M – 590 H / 1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam Pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua
5.    Periode kelima (590 H / 1194 M – 656 H /1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu Al Abbas,pendiri dinasri ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syia’ah yang mereka dikucilkan dari kekuasaan. Pada mulanya ibu kota negara adalah Al Hasyimiyah, dekat Kuffah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru beridir itu, Al Manshur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon tahun 762 M. Jadi, pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah ini berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru ini, Al Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dab yudikatif. Di bidang pemerintahan dia mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Khalifah Al Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.
Pada masa Al Manshur, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata, “innama ana Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya yang merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana masa al khulafaur rasyidin. Di sampping itu berbeda dari daulat Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai “gelar tahta”, seperti Al Manshur adalah “gelar tahta” Abu Ja’far. “gelar tahta” itu lebih populer daripada nama yang sebenarnya.
Puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudah Abu Al Abbas dan Abu Ja’far Al Manshur, yaitu : Al Mahdi (775-785 M), Al Hadi (785-786 M), Harun Al Rasyid (786-809 M), Al Ma’mun (813-833 M), Al Mu’tashim (833-843 M), Al Wasiq (842-847 M) dan Al Mutawakkil (847-861 M). Sementara itu, popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al Rasyid dan puteranya Al Ma’mun. Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun Al Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Pada masanya, sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Al Ma’mun pengganti Al Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Salah satu karya terbesarnya adalah pembangunan Bait al Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al ma’mun inilah, Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dengan Bani Umayyah. Di samping itu ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah. (1) dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengareuh Arab. Sedangkan Bani Umayyah sangat berotientasi kepada Arab. Dalam Periode pertama dan ketiga, pemerintah Abbasiyah, yang mempunyai pengaruh kebudayaan Persia yang sangat kuat dan pada periode kedua dan keempat, bangasa turki sangat dominan dalam politik dan pemerintah dinasti ini. (2) dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas dan jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah. (3) ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, tidak ada tentara khusus yang profesional.
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri, sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya, di awal Islam, lembaga Islam sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan teridri dari dua tingkat yaitu : (1) maktab/kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terndah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama seperti tafsir, hadis, fiqih dan bahasa; (2) tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi ke luar daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Ilmu yang dipelajari pada umumnya adalah ilmu agama.
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju itu, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum saja, tetapi juga ilmu agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama tafsir bi al ma’tsur dan penafsiran kedua tafsir bi al ra’yi. Imam-imam mazhab hukum yang empat, hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
Di samping empat pendiri mazhab ternesar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhabnya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang Astronomi, Kedokteran, Filsafat, Kimia, dan Sejarah. Dalam lapangan astronomi, terkenal nama Al Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali yang menyusun astrolobe. Al Fargani dikenal di Eropa dengan nama Al Faragnus. Dalam lapangan kedoteran, dikenal nama Al Razi dan Ibn Sina. Dalam bidang Optika, Abu Ali Al Hasan ibn Al Hayihami yang di Eropa dikenal dengan nama Al Hazen. Di bidang matematika, terkenal nama Muhammad ibn Musa Al Khawarizmi. Dalam bidang sejarah terkenal nama Al Mas’udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Dalam bidang filsafat, antara lain Al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd di barat lebih dikenal dengan nama Avveroes.




Sumber : Badri Yatim, 2006, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Grapindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar