Minggu, 21 Februari 2016

KEPRIBADIAAN DA'I (Maryamatul Munawwarah 1113111006)

Top of Form
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dakwah dalam Islam merupakan tugas yang sangat mulia, yang juga tugas para Nabi dan Rasul, juga merupakan tanggung jawab seorang muslim. Dakwah bukanlah pekerjaan mudah, tidak mudah seperti membalikan telapak tangan, dan juga tidak dapat di lakukan oleh sembarang orang. Seorang da’i harus mempunyai persiapan-persiapan yang matang baik dari segi keilmuan maupun dari segi budi pekerti. Sangat susuah di bayangkan bahwa suatu dakwah akan berhasil, jika seorang da’i tidak mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai dan tingkah laku yang buruk baik secara pribadi ataupun sosial.
Juru dakwah atau da’i merupakan poros dari suatu proses dakwah. Eksistensi, strateginya berada pada entitas konseptor, aplikator, motor dan mesin dakwah. Tanpa kemampuan praktis dan teoritis dakwah, maka sulit bagi da’i untuk mengaktualisasikan ajaran dakwahnya. Terutama ketika pluralitas fungsi dai berhadapan dengan realitas tantangan dakwah yang kompleks sehingga posisi da’i juga menjadi kompleks. Da’i berada pada posisi Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
Kompleksitas merupakan Kemunculan tatanan keteraturan pada level lebih tinggi dalam sistem yang tersusun dari banyak komponen, yang mana sistem tersebut dapat mengatur dirinya sendiri.
Dalam pembahasan kali ini akan dikupas tentang kepribadian da’i, mudah-mudahan dengan sedikit dikupas tentang masalah ini, akan memberikan penerangan kepada kita semua.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana kepribadian Da’i?
C.    Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mendeskripsikam kepribadian Da’i, sehingga mahasiswa yang kelak akan menjadi juru dakwah mengerti dan paham tentang kepribadian seorang Da’i.

























BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Da’i
Kata da’i berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, kalau muanas (perempuan) disebut da’iyah Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, da’i adalah orang yang pekerjaannya berdakwah, pendakwah: melalui kegiatan dakwah para da’i menyebarluaskan ajaran Islam. Dengan kata lain, da’i adalah orang yang mengajak kepada orang lain baik secara langsung atau tidak  langsung, melalui lisan, tulisan, atau perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebarluaskan ajaran Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam.
Da’i dapat diibaratkan sebagai seorang guide atau pemandu terhadap orang-orang yang ingin mendapat keselamatan hidup dunia dan akhirat. Dalam hal ini da’i adalah seorang petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami terlebih dahulu mana jalan yang boleh dilalui dan yang tidak boleh dilalui oleh seorang muslim, sebelum ia memberi petunjuk jalan kepada orang lain. Ini yang menyebabkan kedudukan seorang da’i di tengah masyarakat menempati posisi penting, ia adalah seorang pemuka (pelopor) yang selalu diteladani oleh masyarakat di sekitarnya.
Segala perbuatan dan tingkah laku dari seorang da’i akan dijadikan tolak ukur oleh masyarakatnya. Da’i akan berperan sebagai seorang pemimpin di tengah masyarakat walau tidak pernah dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin. Kemunculan da’i sebagai pemimpin adalah kemunculan atas pengakuan masyarakat yang tumbuh secara bertahap. Oleh karena itu, seorang da’i harus selalu sadar bahwa segala tingkah lakunya selalu dijadikkan tolak ukur oleh masyarakatnya sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik.

B.  Kepribadian Seorang Da’i
Da’i dalam prespektif ilmu komunikasi dapat dikategorikan sebagai komunikator yang bertugas menyebarkan dan menyampaikan informasi-informasi dari sumber (source) melalui saluran yang sesuai (chanel) pada komunikan (receiver). Untuk menjadi komunikator yang baik dituntut adanya kredibilitas yang tinggi yaitu suatu tingkat kepercayaan yang tinggi padanya dari komunikannya. Komunikator yang baik adalah komunikator yanag mampu menyampaikan informasi atau pesan (message) kepada komunikan sesuai dengan yang diinginkan
Adapun kredibilitas yang dimilki da’i tidaklah tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus dibina dan terus dikembangkan. Seorang da’i yang berkredibilitas tinggi adalah seorang yang mempunyai kompetensi di bidang yang ingin ia sebarkan, mempunyai jiwa yang tulus dalam beraktifitas, senang terhadap pesan-pesan yang ia miliki, berbudi luhur serta mempunyai status yang cukup walau tidak harus tinggi. Dari sana berarti seorang da’i yang ingin memiliki kredibilitas tinggi harus berupaya membentuk dirinya dengan sungguh-sungguh. Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa di antara aspek yang mampu membangun kredibilitas adalah aspek yang berkaitan dengan kepribadian,sebuah sifat hakiki pada seorang da’i.
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i terbagi menjadi dua yaitu kepribadian yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
1.    Kepribadian yang Bersifat Rohaniah
Kriteria kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan dakwah, karena pada hakikatnya berdakwah tidak hanya menyampaikan teori, tapi juga harus memberikan teladan bagi umat yang diseru. Keteladanan jauh lebih besar pengaruhnya daripada kata-kata, hal ini sejalan dengan ungkapan hikmah “kenyataan itu lebih menjelaskan dari ucapan”. Klasifikasi kepribadian da‘i yang bersifat rohaniah mencangkup sifat, sikap, dan kemampuan diri pribadi da’i. Ketiga masalah tersebut mencangkup keseluruhan kepribadian yang harus dimiliki.
a.    Sifat-Sifat Da’i
1)   Beriman dan bertakwa kepada Allah swt
Yaitu takwa dengan sebenar-benarnya taqwa, mengimani dan mengikuti aturan-aturan-Nya, melaksanakan segala perinta-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Sifat dasar da’i ini dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran : “Apakah kamu menyuruh manusia berbuat kebaikan padahal kamu lupa terhadap dirimu sendiri sedangkan kamu sendiri membaca kitab Tuhan. Apakah kamu tidak berpikir.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 44)
2)   Ahli taubat
Sifat taubat dalam diri da’i, berarti ia harus mampu untuk lebih menjaga atau takut untuk berbuat maksiat atau dosa dibandingkan orang-orang yang menjadi mad’u-nya. Jika ia merasa telah melakukan dosa atau maksiat hendaklah ia bergegas untuk bertaubat dan menyesali atas perbuatannya dengan mengikuti panggilan Ilahi.
3)   Ahli Ibadah
Seorang da’i adalah mereka yang selalu beribadah kepada Allah dalam setiap gerakan, perbuatan atau perkataan di mana pun dan kapan pun. Dan segala ibadahnya ditujukan dan diperuntukkan hanya kepada Allah, dan bukan karena manusia (riya’).
4)   Amanah dan Shidiq
Amanah (terpercaya) dan Shidq (jujur) adalah sifat utama yang harus dimilki seorang da’i sebelum sifat-sifat yang lain, karena ia merupakan sifat yang dimiliki oleh seluruh para nabi dan rasul. Amanah dan shidq adalah dua sifat yang selalu ada bersama, karena amanah selalu bersamaan dengan shidq (kejujuran), maka tidak ada manusia jujur yang tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya yang tidak jujur. Amanah dan shidq merupakan hiasan para nabi dan orang-orang saleh, dan mestinya juga menjadi hiasan dalam pribadi da’i karena apabila seorang da’i memiliki sifat dapat dipercaya dan jujur maka mad’u akan cepat percaya dan menerima ajakan dakwahnya.
5)   Pandai bersyukur
Orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang merasakan karunia Allah dalam dirinya, sehingga perbuatan dan ungkapannya merupakan realisasi dari rasa kesyukuran tersebut. Syukur dengan perbuatan berarti melakukan kebaikan, syukur dengan lisan berarti selalu mengucapkan ungkapan-ungkapan yang baik (kalimat thayyibat). Syukur juga mempunyai dua dimensi, syukur kepada Allah dan syukur kepada manusia. Seorang da’i yang baik adalah da’i yang mampu menghargai nikmat-nikmat Allah dan menghargai kebaikan orang lain.
6)   Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
Apa yang dilakukan seorang da’i merupakan bagian dari perhatiannya kepada umat, ia menginginkan umat beriman dan selamat dunia akhirat.
7)   Ramah dan penuh pengertian
Yaitu menunjukkan sikap hormat dan menghargai kepada siapapun.
8)   Tawaddu (rendah hati)
Rendah hati bukanlah rendah diri (merasa terhina dibanding derajat dan martabat orang lain), tawaddu (rendah hati) dalam hal ini adalah sopan dalam pergaulan, tidak sombong, tidak suka menghina, dan mencela orang lain. Da’i yang mempunyai  sifat tawaddu akan selalu disenangi dan dihormati orang karena tidak sombong dan berbangga diri yang dapat menyakiti perasaan orang lain.
9)   Sederhana dan jujur
Kesederhanaan adalah merupakan pangkal keberhasilan dakwah, dalam kehidupan sehari-hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhan. Sederhana di sini adalah tidak bermegah-megahan, angkuh dan sebagainya, sehingga dengan sifat sederhana seorang ini orang tidak merasa segan dan takut kepadanya.
10)    Tidak memiliki sifat egois
Ego adalah suatu watak yang menonjolkan keakuan, angkuh dalam pergaulan, merasa diri paling hebat, terhormat, dan lain-lain. Sifat ini benar-benar harus dijauhi oleh da’i. Orang yang mempunyai sifat ego hanya akan mementingkan dirinya sendiri, maka bagaimana mungkin seorang da’i akan dapat bergaul dan memengaruhi orang lain jika ia sendiri tidak peduli dengan orang lain.
11)    Sabar dan tawakal
Yaitu sikap pasrah dan menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha secara maksimal.
12)    Memiliki jiwa toleran
Toleransi dapat dipahami sebagai suatu sikap pengertian dan dapat mengadaptasi diri secara positif (menguntungkan bagi diri sendiri maupun orang lain) bukan toleransi dalam arti mengikuti jejak lingkungan. Salah satu contoh ayat yang menunjukkan sifat toleransi dalam surat Al-Kafirun ayat 6, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”
13)    Sifat terbuka (demokratis)
Seorang da’i adalah manusia biasa yang juga tidak luput dari salah dan lupa. Karena itu agar dakwah dapat berhasil, da’i diharuskan memiliki sifat terbuka dalam arti bila ada kritikan dan saran hendaklah diterima dengan gembira, bila ia mendapat kesulitan sanggup bermusyawarah dan tidak berpegang teguh pada pendapat (ide) nya yang kurang baik.
14)    Tidak memiliki penyakit hati
Sombong, dengki, ujub, dan iri harus disingkirkan dari sanubari seorang da’i. Tanpa membersihkan sanubari dari sifat-sifat tersebut, tidak mungkin tujuan dakwah akan tercapai. Salah satu contoh penyakit hati bila seseorang merasa iri bila temannya mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat, sifat tersebut membuat seseorang tidak mungkin mengajak kepada kebaikan bila dirinya sendiri iri melihat sasaran dakwah mendapat kebahagiaan.
15)    Istiqamah
Sebuah sikap yang konsisten atau teguh pendirian dalam menegakkan kebenaran. Sifat istiqamah dibangun dengan memiliki sikap komitmen atas tugas seorang da’i.
16)    Raja’  dan Hub
Yaitu penuh pengharapan dan optimisme kepada rahmat Allah, yang melahirkan sikap percaya diri dan jauh dari perasaan putus asa. Hub adalah mencintai Allah di atas segala-galanya. Apa yang dilakukannya atas dasar kecintaan kepada Allah.
17)     Sifat antusias
Sikap semangat dan positif dengan apa yang dilakukannya. Memiliki semangat dan ghirah dalam melaksanakan dakwah Islam.
b.   Sikap seorang da’i
     Sikap dan tingkah laku da’i merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dakwah, masyarakat sebagai suatu komunitas sosial lebih cenderung menilai karakter dan tabiat seseorang dari pola tingkah laku keseharian yang dapat dilihat dan didengar. Memang benar ungkapan para ulama bahwa “Lihatlah apa yang dikatakan dan janganlah melihat siapa (orang) yang mengatakan”, namun alangkah baiknya jika tingkah laku dan sikap da’i juga merupakan cerminan dari perkataannya. Di antara sikap-sikap ideal yang harus dimilki oleh para da’i adalah:
1)   Berakhlak mulia
Dalam kata lain, memiliki budi pekerti yang mulia dalam seluruh perkataan dan perbuatannya. Rasulullah SAW sendiri diutus tidak lain untuk memperbaiki moralitas umat manusia, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku (Rasulullah) diutus oleh Allah SWT ke dunia ini tak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak (budi pekerti).”
2)   Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani
Menjadi teladan atau figur, kreatif inovatif, dan memotivasi secara positif.
3)   Disiplin dan bijaksana
Menepati seluruh norma agama dan masyarakat dan melakukan sesuatu penuh pemikiran dan pertimbangan yang matang.
4)   Wara’ dan berwibawa
Sikap wara’ adalah menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal shaleh, sikap ini dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i. Sebab  kewibawaan merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang untuk percaya menerima suatu ajakan.
5)   Berpandangan luas
Artinya berwawasan luas dan menghindari sikap picik.
6)   Berpengetahuan yang cukup
Dalam arti memiliki pengetahuan yang memadai mengenai segala hal yang berhubungan dengan dakwahnya. Untuk menjadikan pesan dakwah sampai secara tepat kepada mad’u, seorang da’i juga harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang semua hal yang berhubungan dengan mad’u baik bahasa, tradisi, psikologis, budaya, dan temperamen (emosional) mad’u.
2.    Kepribadian yang bersifat jasmani
a.    Sehat jasmani
Segala aktifitas yang dilakukan manusia sudah barang tentu akan optimal bila dikerjakan dalam keadaan sehat, termasuk aktifitas dakwah.
b.    Berpakaian sopan dan rapi
Berpakaian yang dipandang baik menurut agama dan masyarakat. Dalam psikologi dakwah, Achmad Mubarok menambahkan bahwa seorang da’i juga harus memiliki beberapa kemampuan diantaranya,
1)   Kemampuan berkomunikasi
Dakwah adalah mengomunikasikan pesan kepada mad’u. Komunikasi dapat dilakukan dengan lisan, tulisan, atau perbuatan, dengan kata-kata atau dengan bahasa perbuatan. Komunikasi dapat berhasil manakala pesan dakwah itu dipahami oleh mad’u dan pesan dakwah tersebut mudah dipahami bila disampaikan sesuai dengan cara berpikir dan merasa mad’u.
2)   Pemberani
Dalam tingkatan tertentu seorang da’i adalah pemimpin masyarakat. Kapasitas kepemimpinan seorang da’i boleh sekurang-kurangnya hanya dalam bidang keagamaan tapi tidak menutup kemungkinan untuk menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan dalam bidang sosial, ilmu pengetahuan, kebudayaan, ekonomi, bahkan mungkin militer. Daya tarik kepemimpinan seseorang antara lainterletak pada keberaniannya. Keberanian diperlukan da’i untuk menyuarakan kebenaran manakala ia dihadapkan pada berbagai tantangan.
C.  Bagaimanakah Hubungan Kepribadian Da’i Dengan Keberhasilan Dakwah?
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadia seorang juru dakwah.
Jika diteropong dengan Psikologi, kepribadian Da’i sangat berhubungan erat dengan keberhasialan atau kesuksesan kegiatan dakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah akan banyak cobaan yang dihadapi oleh juru dakwah. Oleh Karena itu kepribadian seorang Da’i berperan penting dalam keberhasilan proses dakwah.





















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Da’i adalah orang yang mengajak orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui lisan, tulisan maupun perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebar luaskan ajaran Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam.
Kepribadian adalah kualitas secara keseluruhan dari seseorang yang tampak dari cara-cara berbuat, cara-cara berfikir, cara-cara mengeluarkan pendapat, sikap, minat, filsafat hidup dan kepercayaan.
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadia seorang juru dakwah.
Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
B.      Saran
Seorang da’i yang baik dan benar adalah yang dapat mengenal mad’unya dan apa yang didakwahkannya dapat sampai kepada mad’unya tersebut. Untuk mencapai hal itu maka seorang da’i harus banyak belajar agar dapat mencapai tujuan dakwah. Selain itu, keberhasilan dakwah juga ditentukan oleh kepribadian da’inya.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002)
Machsin Lalu E & Faizah. 2006.Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana.
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: cv Gaya Media Pratama,1997)
                                                     










Tidak ada komentar:

Posting Komentar