Minggu, 21 Februari 2016

SEJARAH THARIQAT


KATA PENGANTAR
            Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kami panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad saw. Ilaahy, ya Tuhanku Engkaulah Tuhanku, keridhaan Tuhanlah yang aku cari, hamba mengharapkan kasih-sayang_Mu serta mengharapkan menjadi abdi yang tetap cinta dan terdekat kepada_Mu.
            Ya Allah ya Tuhan, bimbinglah kami dalam melaksanakan hajat kami karena sesungguhnya Engkaulah Tuhan Maha Pengampun. Semoga makalah ini sesuai dengan tujuannya yaitu berguna bagi kita semua dan semoga Tuhan melimpahkan rahmat_Nya kepada penulis makalah ini dan kepada kita semua.
            Selain dari pada itu, agar para remaja-remaja kita dapat terisi jiwanya dengan dasar ajaran Tasawwuf atau Thariqat dalam rangka membina mental pembangunan Nasional kita sekarang ini, karena “Perbaikan lahiriah adalah hasil dari perbaikan bathiniah”.











DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................                        1
DAFTAR ISI..................................................................................................                        2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................                        3
A.    Latar Belakang...................................................................................             3
B.     Identifikasi Masalah...........................................................................                        3
C.     Rumusan Masalah..............................................................................             3
BAB II SEJARAH THARIQAT..................................................................             4
A.    Pengertian..........................................................................................             4
B.     Sejarah Perkembangan Thariqat........................................................              4
C.     Lembaga Thariqat..............................................................................             7
D.    Model Thariqat..................................................................................             9
E.     Thariqat Termasuk Ilmu Mukasyafah...............................................              10
BAB III PENUTUP.....................................................................................              11
A.    Kesimpulan.......................................................................................              11
B.     Saran.................................................................................................              12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................              12




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dilihat pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut, di antara murid dan pengikut para Sufi terkemuka itu aktif mengikuti pendidikan formal di lembaga-lembaga pendidikan Sufi (ribbat, pesantren), di antara Sufi yang memiliki banyak murid ialah Junaid al-Baghdadi dan Abu Said al-Khayr.
            Dalam mengikuti pendidikan formal itu para murid mendapat bimbingan dan pelatihan spiritual untuk mencapai peringkat kerohanian (maqam) tertentu dalam ilmu suluk. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tharekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani), di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).
B.     Identifikasi Masalah
            Untuk memperkaya wawasan dan pemahaman pembaca tentang “Sejarah Thariqat”, maka dapat disimpulkan beberapa pokok antara lain :
A)    Thariqat dalam islam
B)    Thariqat disetiap guru sufi
C.    Rumusan Masalah
A)    Kapan lahirnya thariqat
B)    Apa pengertian thariqat
C)    Sejarah timbulnya thariqat

BAB II
SEJARAH THARIQAT
A)    Pengertian
            Kata al-tariqa berarti jalan, sinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan kerohanian, Tariqa atau tarekat kemudian ditakrifkan sebagai jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena kata syar (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal). Pengertian di atas menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang dari pada jalan yang lebih besar, yaitu Syariat, termasuk di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang lain.
            Para Sufi merujuk Hadis yang menyatakan, “Syariat ialah kata-kataku (aqwali), tarekat ialah perbuatanku (a`mali) dan hakekat (haqiqa) ialah keadaan batinku (ahwali), ketiganya saling terkait dan tergantung. Kemunculan tarekat sufi juga sering dirujuk pada hadis yang menyatakan, “Setiap orang mukmin itu ialah cermin bagi mukmin yang lain” (al-mu`min mir`at al-mu`minin). Mereka para sufi, melihat dalam tingkah laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri.
            Apabila mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri, dengan cara demikian cermin kalbu mereka menjadi lebih jernih atau terang” nampaklah bahwa introspeksi merupakan salah satu cermin paling penting dalam jalan kerohanian sufi. Kebiasaan di atas mendorong munculnya salah satu aspek penting gerakan Tasawuf, yaitu persaudaraan sufi yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin pada diri sendiri, persaudaraan sufi inilah yang kemudian disebut Tharekat Sufi.
B)    Sejarah Perkembangan Thariqat
            Latar belakang lahirnya tarekat adalah pada abad 3 dan 4 H, selanjutnya abad 6 dan 7 H (Masehi abad 12 dan 13) jaringan tarekat meluas keseluruh penjuru dunia Islam, nama-namanya berbeda sesuai dengan pendirinya, namun dalam kenyataannya mereka memiliki tujuan yang sama, yang berbeda hanya masalah praktek seperti pakaian, wirid, dan dzikr, dari gambaran waktu sejarah itu ada jeda sekitar 150 tahunan, dari awal kelahiran tasawuf dibandingkan dengan awal tharekat berdiri.
            Secara bahasa tharîqah (tarekat) dapat berarti jalan, metode, sistem, cara, perjalanan, aturan hidup, lintasan, garis, pemimpin sebuah suku dan sarana. Tharîqah dalam arti jalan, dapat kita temukan di dalam beberapa ayat Al-Qurân di antaranya adalah wahyu Allâh berikut yang artinya :
 “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami)”. (Al-Mukminûn, 23:17) 
            Menurut 'Abdurrazzâq Al-Kâsyânî, tharîqah adalah jalan khusus yang ditempuh oleh para Sâlik dalam perjalanan mereka menuju Allâh, yaitu dengan melewati jenjang-jenjang tertentu dan meningkat dari satu maqâm ke maqâm yang lain. Dalam bukunya yang berjudul Al-Kibrîtul Ahmar wal Iksîrul Akbar Habîb ‘Abdullâh bin Abû Bakar Al-‘Aidarûs radhiyallâhu 'anhu menyebutkan : 
“Menurut para sufi, syariat adalah ibarat sebuah kapal, tarekat (tharîqah) adalah lautnya dan hakikat (haqîqah) adalah permata yang berada di dalamnya.  Barang siapa menginginkan permata, maka dia harus naik kapal kemudian menyelam lautan, hingga memperoleh permata tersebut. 
            Kewajiban pertama penuntut ilmu adalah mempelajari syariat, yang dimaksud dengan syariat adalah semua perintah Allâh dan Rasul-Nya seperti wudhu, shalat, puasa, zakat, haji, mencari yang halal, meninggalkan yang haram dan berbagai perintah serta larangan lainnya.  Seyogyanya seorang hamba menghiasi lahirnya dengan pakaian syariat hingga cahaya syariat tersebut bersinar dalam hatinya dan kegelapan insâniyyah sirna dari hatinya. 
            Akhirnya dia dapat menempuh tarekat dan cahaya tersebut dapat selalu bersemayam dalam hatinya, tharekat (tharîqah) adalah pelaksanaan takwa dan segala sesuatu  yang  dapat  mendekatkanmu  kepada  Allâh seperti  usaha   untuk   melewati  berbagai  jenjang  dan maqâm, setiap maqâm  memiliki tarekat tersendiri. 
            Munculnya tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud (asketik) yang merupakan cikal bakal tasawuf, apabila gerakan zuhud mengutamakan “penyelamatan diri” melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqa) menekankan pada “keselamatan bersama” di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithar, sufi yang pertama kali mempraktekkan ithar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad, tharekatnya merupakan salah satu tharekat sufi awal dalam sejarah.
            Setiap guru sufi memiliki tarekat yang berbeda, setiap guru akan menetapkan tarekatnya sesuai maqâm dan hâl-nya masing-masing, di antara mereka ada yang tarekatnya mendidik masyarakat, ada yang tarekatnya banyak membaca wirid dan mengerjakan shalat sunah, puasa sunah dan berbagai ibadah lainnya, ada yang tarekatnya melayani masyarakat, seperti memikul kayu bakar atau rumput serta menjualnya ke pasar dan kemudian hasilnya ia shadaqahkan.
            Adapun hakikat adalah sampainya seseorang ke tujuan dan penyaksian cahaya tajallî, sebagaimana ucapan Rasûlullâh kepada Hâritsah “Setiap kebenaran ada hakikatnya, lalu apakah hakikat keimananmu?” Hâritsah menjawab “Aku palingkan diriku dari dunia sehingga batu dan lumpur, emas maupun perak, sama saja bagiku, di siang hari aku berpuasa, sedangkan di malam hari aku bergadang (shalat malam)”.
            Keteguhan Hâritsah dalam memegang agama Allâh serta menjalankan perintah-Nya adalah syariat, kehati-hatian dan semangatnya untuk beribadah di malam hari, haus di siang hari dan berpaling dari segala keinginan nafsu adalah tarekat, sedangkan tersingkapnya berbagai keadaan akhirat kepada Hâritsah adalah hakikat”.  Jika berbicara tentang tharîqah berarti kita sedang membicarakan inti sari dan ruh Islam serta tujuan akhir seorang muslim di dalam hubungannya dengan Allâh Subhânahu Wa Ta'âlâ. 
            Sebelum membahas lebih jauh permasalahan ini, pertama-tama kita harus mengetahui bahwa wahyu yang diturunkan Allâh kepada Nabi Muhammad berisi  hukum-hukum yang berhubungan dengan jasmani dan hukum-hukum yang berhubungan dengan permasalahan hati, bagaimana kondisi hatinya terhadap Allâh di saat dia beramal. 
            Hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan anggota tubuh ini selanjutnya dikenal dengan nama fiqih atau fiqhul dhâhir, sedangkan hukum-hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat hati, selanjutnya disebut fiqhul Bâthin, yang oleh sebagian besar umat Islam dikenal dengan nama tasawuf. Ayat-ayat yang membahas perbuatan anggota tubuh melahirkan beberapa madzhab dalam ilmu fiqih.  Sedangkan ayat-ayat yang membahas berbagai permasalahan hati serta metode penyucian hati, melahirkan sejumlah tharîqah dalam tasawuf. 
            Sebenarnya dalil atau landasan pendirian madzhab dan tharîqah tersebut sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Pada saat itu, para sahabat menerima seruan dakwah Rasûlullâh dengan hati yang suci dari gejolak nafsu, bersih dari berbagai keinginan duniawi. Setiap saat mereka berusaha memperkuat pondasi tauhid yang terdapat di dalam hatinya dengan mengerjakan berbagai ibadah, seperti shalat, doa dan berbagai amal saleh lain yang diajarkan oleh Rasûlullâh.
            Kita pun menyaksikan bagaimana mereka berijtihad di hadapan Rasûlullâh tentang sebuah persoalan dan Rasul membenarkan kedua ijtihad tersebut, kita juga melihat ada sahabat yang menjadikan puasa sunah sebagai ibadah pokoknya, ada pula yang menjadikan shalat malam sebagai ibadah pokoknya dan ada pula yang berlama-lama ketika sujud dengan memperbanyak doa yang diajarkan Rasulullah diberbagai kesempatan sebagai ibadah pokoknya. Kondisi-kondisi semacam inilah yang menjadi landasan munculnya berbagai madzhab dalam fiqih dan tharîqah dalam tasawuf.
            Setelah agama Allâh (Islam) tersebar luas di bumi Allâh, sebagaimana telah dijanjikan oleh Rasulullah, maka tersebar pula ilmu-ilmu fiqih yang menjelaskan berbagai hukum dhahir dan ilmu-ilmu tasawuf yang menjelaskan metode mengolah hati menjadi ihsân, yaitu senantiasa memperhatikan bagaiman hubungan hati dengan Allah yang Maha Penyayang dan Maha Mulia.  Dalam kondisi semacam ini di tengah-tengah masyarakat tumbuh berbagai madzhab dan thariqah tersebut.           
C)    Lembaga Thariqat
v  Qanqah
            Biasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut, pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam, mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi, pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia, kanqah bukan hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal termasuk dalam hal kepemimpinan.
            Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama, sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi atau perusahaan dagang, tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut, zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi, di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).
v  Ribat
            Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer, pada masa berkecamuknya peperangan yang menyebabkan orang mengungsi dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah menjadi tempat tinggal para sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan mereka.
            Pada abad ke-13 M ketika Baghdad ditaklukkan tentara Mongol, kanqah serta ribat dan zawiyah berfungsi banyak, karena itu tidak heran apabila di berbagai tempat organisasi kanqah tidak sama, ada kanqah yang menerima subsidi khusus dari kerajaan, ada yang memperoleh dana dari sumber swasta yang berbeda-beda, termasuk dari sumbangan para anggota tarekat, Kanqah yang mendapat dana dari anggota sendiri dan mandiri disebut futuh (kesatria), dan mengembangkan etika futuwwa (semangat kesatria).
            Salah satu contoh kanqah terkemuka ialah Kanqah Sa`id al-Su`ada yang didirikan pada zaman Bani Mameluk oleh Sultan Salahudin al-Ayyubi pada tahun 1173 M di Mesir, dalam kanqah itu hidup tiga ratus darwish, ahli suluk, guru sufi dan pengikut mereka, serta menjalankan banyak aktivitas sosial keagamaan, organisasi kanqah dipimpin oleh seorang guru yang terkemuka disebut Amir Majlis.


v  Peranan Thariqat
            Sebagai bentuk organisasi sufi, tarekat ialah sebuah perkumpulan yang menjalankan kegiatan latihan rohani menggunakan metode tertentu, biasanya metode itu disusun oleh seorang guru tasawuf yang juga ahli psikologi, tarekat kadang disebut madzab, ri`aya dan suluk, dalam tarekat seorang guru sufi (pir) membimbing seorang murid (talib) dalam cara berpikir dan berzikir; merasakan pengalaman keagamaan dan berbuat di jalan agama serta bagaimana mencapai maqam (peringkat rohani) tertinggi seperti makrifat, fana dan baqa`, serta faqir.
            Pada mulanya tarekat berarti metode kontemplasi (muraqabah) dan penyucian diri atau jiwa (tadzkiya al-nafs), oleh karena semakin banyak orang yang ingin mendapat latihan rohani tersebut, maka tarekat kemudian tumbuh menjadi organisasi yang kompleks, penerimaan dan pembai`atan murid pun harus melalui ujian tertentu yang cukup berat.
D)    Model Thariqat
 Pada abad ke-10 M tarekat dapat dibedakan dalam dua model:
 1) Model Iraq, yang diasaskan oleh Syekh Junaid al-Baghdadi.
2. Model Khurasan, yang diasaskan oleh Yazid al-Bhustami.
            Perbedaan keduanya mula-mula disebabkan karena mengartikan tawakkul berbeda, tetapi perbedaan yang paling jelas antara keduanya terlihat pada ciri dan penekanan latihan rohaniannya. Tarekat model Khurasan menekankan pada ghalaba (ekstase) dan sukr (kemabukan mistikal), sedangkan model Iraq menekankan pada sahw (sobriety).
            Tarekat-tarekat sufi yang besar dan memiliki banyak pengikut dan saling berhubungan satu dengan yang lain secara aktif, biasa mendirikan organisasi sosial keagamaan atau organisasi dagang yang disebut ta`ifa, organisasi semacam ini pada mulanya tumbuh di Damaskus pada akhir abad ke-13 setelah penaklukan tentara Mongol, organisasi ini segera tumbuh di berbagai negeri Islam. Di antara tarekat-tarekat besar yang aktif membina afilisasi dengan gilda-gilda yang banyak bermunculan pada abad ke-13 – 16 M di seantero dunia Islam ialah Tarekat Qadiriyah, Tarekat Shadiliyah, Tarekat Sattariyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Sanusiyah, Tarekat Tijaniyah, dan lain sebagainya.
            Pada akhir abad ke-13 M, setelah penaklukan bangsa Mongol (Hulagu Khan) atas Baghdad ahli-ahli tasawuf dan tarekat memainkan peranan penting dalam penyebaran agama Islam di India dan kepulauan Nusantara, ini disebabkan hancurnya perlembagaan Islam dan terbunuhnya banyak ulama, cendekiawan, fuqafa, qadi, guru agama, filosof, ilmuwan, dan lain-lain akibat penghancuran kota-kota kaum muslimin oleh tentara Mongol dan juga akibat perang salib yang berkepanjangan sejak abad ke-12 M. Hal ini dapat dimaklumi karena pada umumnya para ulama, cendekiawan, fuqaha, dan lain-lain itu berada di pusat-pusat kota dan sebagian besar bekerja di istana sehingga ketika istana dan kota dihancurkan mereka pun ikut terbunuh.
            Sebaliknya, para sufi pada umumnya adalah orang yang mandiri dan suka mengembara ke berbagai pelosok negeri untuk mencari ilmu atau menyebarkan agama, mereka memiliki banyak pos-pos perhentian di seantera negeri Islam dan murid-murid yang bertebaran di berbagai tempat, di antara pengikut mereka tidak sedikit pula para pedagang yang aktif melakukan pelayaran ke berbagai negeri disertai rombongan pemimpin tarekat serta para pengikutnya.
            Di tempat tinggal mereka yang baru, para sufi itu aktif mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam, menyeru raja-raja Nusantara memeluk agama Islam seraya mempelajari sistem kepercayaan masyarakat setempat dan kebudayaannya, tidak sedikit pula dari mereka mempelopori lahir dan berkembangnya tradisi intelektual dan keterpelajaran Islam, termasuk penulisan kitab keagamaan dalam bahasa setempat dan kesusastraan.
            Tokoh-tokoh yang terkemuka sebagai guru kerohanian tidak hanya menguasai ilmu tasawuf, tetapi juga bidang ilmu agama lain seperti fiqih, hadis, syariah, tafsir al-Qur’an, usuluddin, ilmu kalam, nahu, adab atau kesusastraan, tarikh (sejarah), dan lain sebagainya. Bahkan juga tidak jarang yang menguasai ilmu ketabibab, ilmu hisab (arithmatika), mantiq (logika), falsafah, ilmu falaq (astronomi), perkapalan, perdagangan, geografi, pelayaran, dan lain sebagainya.
E)    Thariqat Termasuk Ilmu Mukasyafah
            Al-Hadimi berkata : “Bahwa thariqat itu sebenarnya termasuk dalam ilmu mukasyafah yang memencarkan Nur cahaya kedalam hati murid-muridnya sehingga dengan nur itu terbukalah baginya segala sesuatu yang ghaib dari pada ucapan-ucapan Nabinya dan rahasia-rahasia Tuhannya. Ilmu mukasyafah tidak dapat dipelajari, tetapi diperoleh dengan riadhah dan mujahadah yang merupakan pendahuluan bagi petunjuk hidayat Tuhan, sesuai dengan firmannya :
“Bahwa mereka yang berjuang atau berjihad untuk Allah akan ditunjuki oleh Allah akan jalannya (Thariqat).
            Diantara makhluk dan halik itu adalah perjalanan hidup yang harus kita tempuh, dalam menempuh jalan itu dinamakan “THARIQAT” atau jalan, syariat yang kita kerjakan itu harus diatas jalan (thariqat) tertentu agar tidak meleset, tidak tersesat dari tujuan yang dituju, untuk siapa dipersembahkan amal ibadat kita itu.  Itulah yang sangat perlu diketahui atau dikenal ialah mengenal Tuhan yang sebenar-benarnya, apabila thariqat itu telah dijalani dengan kesungguhan dan setia menjalani syarat rukun dan  adabnya tentu akhirnya bertemulah dengan “hakekat” itulah ujung segala jalan “thariqat”.












BAB III
PENUTUP
A)    Kesimpulan
            Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa tharîqah adalah sebuah metode atau sistem khusus yang digunakan oleh seseorang dalam menempuh jalan menuju Allah.  Sejarah islam menunjukan bahwa thariqat-thariqat bermunculan pada abad ke-12 (abad ke-6 H) dan sangat mengalami perkembangan pesat. Thariqat berasal dari kata thariqa yaitu jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi, tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah swt, thariqat juga mengandung arti organisasi, tiap thariqat mempunyai syaikh, upacara ritual, dan bentuk zikir sendiri.
            Pada awalnya kemunculannya, thariqat berkembang dari dua daerah yaitu Khurasan (Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai timbul beberapa thariqat, diantaranya : Thariqat Yasaviah (Ahmad Al-Yasavi), Thariqat Naqsabandiah (Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi Al-Awasi Al-Bukhari), Thariqat Khalwatiyah (Umar Al-Khalwati), Thariqat Safawiyah (Syafiuddin Al-Ardabili), dan Thariqat Bairamiah (Hijji Bairan).
B)    Saran
            InsyaAllah makalah ini akan dapat memenuhi keperluan-keperluan para pembaca, karena makalah ini berisi dasar-dasar pengetahuan yang dipandang sangat penting dibidang ilmu tasawwuf. Oleh karena itu, maka makalah ini bukanlah bacaan biasa, barang siapa yang ingin mengetahui isinya maka ia harus mau berfikir.
            Dan barang siapa yang sanggup berbuat demikian, penulis yakin bahwa pembaca akan diperkaya pengetahuannya, insyaAllah Tuhan akan memberikan kunci pembuka jalan keluar dari kesesatan. Mudah-mudahan makalah ini dapat memenuhi keperluan para pembaca dan semoga berguna sesuai tujuan dan kepentingan Agama, Bangsa dan Umat Islam pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Mustafa zahri. Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1976
Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid II. Jakarta : UI-Press. 1986
Rosihon Anwar. Akhalak Tasawwuf. Bandung : CV Pustaka Setia. 2010
Syaikh Daud Al-Fathani. Dhiyaul Murid. Kuala Lumpur : Khazanah Fathaniyah. 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar