Senin, 22 Februari 2016

ISLAM MODERN DAN KONTEMPORER (Maryamatul Munawwarah 1113111006)


A.    Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 oleh para ulama yang pada umumnya menjadi pengasuh pondok pesantren. Kelahiran NU merupakan muara dari rangkaian kegiatan yang mempunyai mata rantai hubungan dengan berbagai keadaan, peristiwa yang dialami bangsa indonesia sebelumnya, dengan latar belakang tradisi keagamaan, masalah sosial politik, dan kultural yang terjalin dalam satu keterkaitan. Para ulama pada umumnya telah memiliki jamaah (komunitas warga yang menjadi anggota kelompoknya) dengan ikatan hubungan yang akrab, yang terbentuk dalam pola hubungan santri-kiai, terutama ada masyarakat dilingkungan pondok pesantrenya. Para ulama pondok pesantren memiliki kesamaan wawasan pandangan dan tradisi keagamaan yang berlandaskan pada ahl-al-sunnah wa al-jamaah. Dengan demikian, pembentukan NU dan proses kelahirannya tidak bisa terlepas dari usaha para ulama untuk mempertahankan dan mengembangkan paham keagamaan ahl al-sunnah wa al jamaah.
Pada saat didirikannya, NU merupakan Jam’iyah Diniyah (organisasi keagamaan) melengkapi organisasi-organisasi sosial kebangsaan dan organisasi sosial keagamaan (islam) yang sudah ada sebelumnya, seperti Budi Utomo  (1908-sebagai gerakan kultural politik.), serikai Islam (1911-bercirikan politik keagamaan), Muhammadiyah (1912-gerakan modernis islam bercorak pendidikan keagamaan), dan NU mengambil bentuk dan peran keagamaan sebagai gerakan sayap tradisionalis islam. Keberadaan NU sebagai sayap tradisionalis seperti ditunjukkan oleh istilah Nadhlatul Ulama bukan Nadhlatul Ummat atau yang lain.
Pada dua dasawarsa pertama setelah pendiriannya, kegiatan NU lebih terfokus pada usaha pembinaan keagamaan sesuai dengan aliran faham yang diyakininya. Disamping membina masyarakai dibidang pendidikan, sosial  dan perekonomian, seperti tergambar dalam aggaran dasar organisasi.
Paham Ajaran Keagamaan dan Basis kekuatan pendukung Nadhlatul Ulama
Sejak awal pendirian NU merupakan organisasi yang bermotif dan berlandaskan keagamaan yang spesipik dengan haluann Ahl al- sunnah wa al-Jama’ah. Oleh karena itu segala sikap, perilaku dan karakter perjuangganya akan selalu diukur berdasarkan norma dan prinsip ajaran agama islam yang dianut. Prinsip-prinsip ajaran (ideologi) yang dianutnya  menjadi tuntunan atau pedoman bagi praktek-praktek keagamaan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dikalangan NU, yang pada gilirannya akan membentuk karakteristik sendiri dalam perjalanan kehidupan NU, serta membedakannya dengan organisasi keagamaan yang lain. Adapun prinsip-prinsip ajaran yang memberikan nuansa spesifik pada NU dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.   Paham Ahl al-sunnah wa al-Jama’ah
Paham ini bagi NU merupakan ideologi yang eksistensinya terlekat pada keberadaan NU itu sendiri. Ia menjadi cita-cita kelahiran, menjadi pedoman dalam perjalanan dalam kehidupan NU dan menjadi landasan perjuangan yang senantiasa dipegang teguh dalam mengembangkan islam di Indonesia. Di samping itu, apabila dilihat akar historis tumbuhnya paham aliran dalam islam termasuk ahlisunnah wal jamaah, tidak telepas dari adanya perbedaan-perbedaan  teologis akibat dari persoalan politik (imamah) sepeninggal Nabi, terutama periode khalifah keempat.  Daam masyarakat islam ,ahl al-sunnah wa al-Jama’ah telah dianggap sebagai ideologi dari berbagai gerakan dan oganisasi, dan oleh karena itu, dewasa ini banyak digunakan untuk menunjuk pada kelompok atau komunitas umat islam yang mengikuti mazhab dan atau kekuatan politik tertentu.
2.   Paham Teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah
Teologi yang diajarkan di Indonesia sejak awal masuknya islam adalah teologi Asy’ariyah, sehingga yang dikenal  di Indonesia pada umumnya ialah teologi dalam paham/aliran Asy’ariyah, sehingga timbul kesan dikalangan sementara umat islam Indonesia, bahwa inilah satu-satu teologi yang ada dalam islam. Menurut Murthada al-Zabidi, bahwa apabila disebut ahl-al-sunnah wa al jama’ah dalam teologi maka yang dimaksud adaah penganut Asy’ariyah dan Maturidi. Maka demikian NU mengukuti ahl al-sunnah wa al-jama’ah, maka yang dimaksud adalah NU mengikuti pemikiran Asy’ari dan Imam Maturidi.
3.   Paham Mazhab
Sebagai implikasi pemahaman terhadap pengertian ahl al-sunnah wa al-jama’ah, maka dalam memahami persoalan-persoalan hukum (fiqh) NU mengikuti salah satu mazhab empat, terutama mazhab syafi’i yang dikenal ajarannya yang moderat. Dalam pandangan NU mengikuti Mazhab bagi umat islam merupakan sesuatu yang wajib manakala tidak bisa mengetahui inti syariat secara berkesinambungan dan jika dikhawatirkan manusia akan terjerumus dalam kesesatan dalam pengalamanya.
4.   Ajaran Tasawuf
NU sebagai penganut faham ahl al-sunnah wa al jama’ah adalah penganut dan penghayat tasawuf, NU menyelaraskan antara tasawuf, terutama Al-Junaid al-Baghdadi dan al-Ghazali dengan tauhid asy’ariyah dan Maturidiyah dan hukum fiqh sesuai dengan salah satu mazhab sunni yang empat. Hal ini bearti bahwa tarekat yang diakui sah oleh NU hanya tarekat yang sudah diakui baik dan benar oleh syeikh-syeikh tarekat sedunia, yang disebut sebagai Tarekat Al Mu’tabarah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Ahl al-sunnah wa al-jama’ah.

B.     Muhammadiyah
Model gerakan Muhammadiyah yang sangat menggigit dan concern dengan cita-cita awalnya adalah pembaruan (modernisasi atau reformasi). Modernisasi (tajdid) adalah gerakan pembaruan pemikiran Muhammadiyah untuk mencari pemecahan atas berbagai persoalan yang mereka hadapi. Yang merujuk pada Al- Qur'an dan As- Sunnah sebagai titik tolak atau landasan yang sekaligus juga memberi pengarahan, ke arah pemikiran itu harus dikembangkan.
Muhammadiyah sebagai persekutuan keagamaan “borjuis” yang berbasis pada masyarakat pedagang yang tinggal diperkotaan (urban). Sebagai jam’iyah,  Muhammadiyah lebih terasa sebagai patembayan yang organis ketimbang sebagai paguyuban yang mekanis. Ada kesetian pada organisasi yang menggungguli kesetian warga pada tokoh ada rencana dan ada mekanisme bagaimana merealisasikan rencana itu. Dalam piramida masyarakat Indonesia yang sedang membangun, umumnya mereka berada dipihak yang merasakan kue pembangunan. Secara ekonomi menengah secara politik dan budaya juga demikian.
Adalah kodrat sejarah bahwa antara kedua kelompok itu akan bisa terjadi ketegangan. Pada mulanya hanyalah ketegangan kultural yang bersifat sementara dan segera akan mencair apabila masing-masing kelompok, karena proses sosial, terjadi saling mendekati.  Akan tetapi apabila masing-masing kelompok itu sempat mengkosolidir diri, maka ketegangan antara mereka bisa menjadi lain. Ketegangan politik antar kelompok konsolidir diri ini pada pada dasarnya adalah ketegangan politik yang menyangkut kepentingan para pemimpin dalam memperebutkan pengaruh. Ketegangan politik seperti ini memang selalu cenderung panas, lebih-lebih jika shibghah  agama dibawa serta untuk persucian klaim masing-masing.
Dinamisasi yang ada pada tubuh Muhammadiyah adalah mempertautkan antara teks "normatifitas" dengan teks "historisitas". Dua wilayah ini dalam garapan Muhammadiyah senantiasa berjalan bersama-sama. Misalnya, K.H. Ahmad Dahlan dalam mengajarkan Surat Al-Ma'un kepada santri-santrinya menunjukkan bukti nyata bahwa Muhammadiyah tidak hanya berputar-putar pada wilayah teologis, tetapi Muhammadiyah berusaha concern terhadap problem sosial yang harus memperoleh perhatian serius. Sehingga teologi Muhammadiyah menjadi teologi sosial yang dapat dilihat kasat mata. Oleh karena itu, Muhammadiyah kemudian mendirikan PKU (Rumah Sakit), Lembaga Pendidikan, Panti Asuhan, dan bidang-bidang sosial lainnya.
Dalam Muhammadiyah, ada lembaga khusus yang sengaja menangani masalah-masalah perkembangan hukum. Lembaga itu adalah Majlis Tarjih. Lembaga tarjih menangani persoalan konrtemporer yang selalu berkembang dan sangat menuntut adanya jawaban yang harus digariskan. Persoalan ini tidak hanya berbau fiqh tetapi juga masalah-masalah yang lebih berdimensi sosial kemasyarakatan.

Sumber :
Badri Yatim, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada

Rozikin Darman, 2001, Membidik NU, Yogyakarta : Gama Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar