Senin, 22 Februari 2016

METODOLOGI HISSI IV (Maryamatul Munawwarah 1113111006)

HIJRAH dan KEKUASAAN
  1. HIJRAH[1] 
حدسنا اسحاق بن ابراهيم سمع محمد بن فضيل عن عاصم عن ابي عثمان عن مجاشع – رضي الله عنه- قال : اتيت النبي- صلى الله عليه و سلم- انا واخي فقالت : بيعنا على الهجرة , فقال : " مضت الهجرة لاهلها , فقالت : علام تبايعنا؟ قال : " على الاسلام الجهاد(رواه البخاري ,كتاب الجهاد,باب البيعة الحرب ان لا يفروا, رقم 2942)
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mendengar Muhammad bin Fudhail dari ‘Ashim dari Abi Ustman dari Majasyi’, katanya : Saya menghadap Rasulullah saw bersama saudara saya, lalau http://senaru.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gifsaya berkata : “terimalah bai’at kami untuk hijrah” lalu beliau bersabda : “hijrah telah lewat” lalu saya bertanya : untuk apakah tuan membai’at kami? Beliau bersabda : “ untuk membela Islam dan berjihad”.
Hadits berikut adalah satu hadits yang membicarakan tentang hijrah dan jihad, meskipun jika dilihat secara sepintas tidak berkaitan dengan pembahasan dakwah, namun penulis akan berusaha untuk mengintepretasikannya dalam tinjauan dakwah. Untuk mendukung hadits berikut, kita akan membawakan beberapa ayat yang memiliki kaitan dengan dakwah. Hijrah yang kita sebutkan disini bukanlah berarti hijrah fisik, namun sesuai dengan keterangan hadits yaitu hijrah kepada Islam dan jihad
Ø  Klasifikasi Hijrah
a)      Hijrah secara fisik
Al-Qur’an mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melakukan hijrah dari dar al-harbi, setiap negeri yang tidak dapat ditegakkan syari’at Islam dan tidak menerima kepentingan kaum muslimin agar dapat bergabung dengan jama’ah kaum muslimin dimana pun mereka berada. Disanalah kaum muslimin memiliki kepemimpinan dan kekuasaan, dengan demikian, kaum muslimin dapat berlindung dibawah bendera Islam, bukan lagi berlindung dibawah bendera orang-orang kafir.
Selain itu, ada juga berbagai hijrah fisik yang disebutkan oleh Ibnu al-Arabi dalam tafsirnya, selain hijrah yang dilakukan dari dar al-harbi ke dar al-Islam, yaitu sebagai berikut :
  • Keluar dari negeri yang penuh hikmah
  • Keluar dari negeri yang sesuatunya haram
  • Melarikan diri dari intimidasi fisik yang menyakiti badan
  • Khawatir terserang penyakit berbahaya yang sedang merajalela dalam suatu negeri dan meninggalkan negeri itu menuju negeri yang sehat
  • Pergi meninggalkan suatu daerah karena khawatir akan keselamatan harta
b)     Hijrah secara maknawi
Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah, sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan Tuhan yang lain disamping Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu (Qs. Adz-Dzariyat: 50-51).
Mengenai ayat diatas asy-Syaukani berkata “yaitu katakanlah kepada mereka wahai Muhammad, kembalilah kejalan Allah dengan cara bertobat dari kesalahan-kesalahanmu dan dari kekufuran dan maksiat”. Hasan bin Fadhal berkata “keluarlah dari segala sesuatu yang kalian yakini selain Allah, siapa saja yang menuju yang lain selain Allah, ia tidak akan menghalanginya. Dikatakan juga, “pergilah dari ketaatan kepada setan menuju ketaatan kepada Allah.
Jika kita lihat pendapat ahli tafsir tadi, kita akan mendapatkan bahwa kembali kejalan Allah atau hijrah secara maknawi yaitu hijrahnya seorang mukmin dari apa yang dilarang Allah kepada apa yang diperintah Allah. Asal dari seluruh permasalahan itu adalah hijrah meninggalkan kemusyrikan menuju kepada Allah (tauhidullah).
Ø  Kandungan Hadits Dalam Tinjauan Dakwah
a)      Mengajak Umat Manusia untuk Hijrah kepada Islam (tauhid)
Jika kita cermati kisah-kisah dakwah para rasul yang diceritakan dalam al-Qur’an dan apa yang terjadi bagi mereka bersama umatnya akan mendapati bahwasanya mereka semuanya menyeru umatnya pada satu seruan, yaitu menyeru mereka untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu baginya dan menyeru mereka agar menjauh dari kesyirikan. Bahkan masalah dakwah atau menyeru kepada tauhid dan mengajak untuk menghindari kesyirikan dengan segala sarananya itu adalah merupakan problem pertama yang diceritakan didalam al-Qur’an antara para utusan Allah dengan umatnya.
b)     Hijrah untuk berdakwah
Jika ada suatu daerah yang memprihatinkan, dalam arti disana banyak terjadi kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang menyimpang, maka wajib bagi seorang da’i untuk berdakwah didaerah tersebut, satu hal yang harus dilakukan adalah hijrah ke tempattersebut.


  1. Kekuasaan dalam Dakwah[2]
Banyak yang bilang : “Bahwa DAKWAH itu sebenarnya tak memerlukan kekuasaan, dakwah membutuhkan kesederhanaan dan kebersahajaan untuk menarik simpati manusia, kesederahanaan dan kebersahajaan yang dibalut oleh aktualisasi”. Kata-kata seperti ini sebenarnya adalah hasil rekayasa dari para misionaris dan islampobia yang  diracunkan kepada ummat Islam, agar ummat Islam selalu lemah dan tertindas dan terus menerus jadi sasaran pem ‘bully’ an. Kalau kita kembali kedakwah Rasulullah dan para sahabatnya, sudah sangat jelas dan gamblang  tentang bagaimana teknik-teknik dan berpolitik ala Rasulullah untuk kemajuan dakwah Islam.
Contoh sederhana saja bagaiman dakwah itu sangat butuh kekuasaan adalah pada saat Rasul di Mekkah, Rasul tidak berkuasa sama sekali, tanpa bisa berbuat banyak, diboikot, dakwah macet, pengikut Islam sedikit. Bandingkan ketika Rasulullah setelah hijrah ke Madinah, keadaan Rasul disana adalah sebagai pemegang kekuasaan, terutama Dakwah Islamnya, bagaiman hasilnya setelah Islam berkuasa ? sungguh luar biasa, Madinah menjadi kota bercahaya, sejahtera, syariat Islam ditegakkan, dakwah Islam dan pengikutnya bertambah luas dan banyak. Intinya adalah bahwa tauladan Rasulullah untuk memperluas dakwah dimulainya dengan memegang kekuasaan terlebih dahulu.

REFERENSI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar