Senin, 22 Februari 2016

MAHABBATULLAH dan TAQWA

METODOLOGI DAKWAH
MAHABBATULLAH dan TAQWA

DOSEN PENGAMPU :
Dr. H. Harjani Hefni, MA






                                      DISUSUN OLEH :
  Maryamatul Munawwarah

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM  (KPI)
JURUSAN  DAKWAH
SEKOLAH  TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONTIANAK
2013
MAHABBATULLAH dan TAQWA
A.    RUMUS MAHABBATULLAH
Cinta Pada Guru Pintu Cinta Pada Rasulullah, Cinta pada Rasulullah Pintu Cinta Pada Allah.[1]
Untuk sampai kepada Allah terlebih dulu harus kenal dengan Allah dan untuk kenal dengan Allah terlebih dulu harus kenal dengan Rasul-Nya bukan hanya mengikuti dari kelakuan Nabi tapi terlebih utama mengenal jiwa atau pribadi Nabi yang berangsur-angsur akan tumbuh rasa cintanya kepada Rasulullah.
Jika hatinya sudah dipenuhi Mahabbah kepada Rasul, maka ia akan Rindu untuk bertemu atau berjumpa dengan Beliau dan rasa rindu itulah yang akan mengantarkan ia kepada Gerbang Mahabbatullah untuk menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah Swt.
Ulama adalah pewaris nabi, dizaman tidak ada nabi dan rasul, dialah yang mendidik umat dengan iman dan Islam. Dia mempertemukan umat dengan jalan hidup yang sebenar-benarnya seperti yang Allah tunjuk dalam Al Quran dan Hadis yaitu satu-satunya jalan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
“Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang besar.” (HR Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, al-Hakim, al-Baihaqi dan Ibn Hibban).

Ø  Cinta Pada Guru Gerbang Cinta Pada Rasul
Didalam ajaran tasawuf, adab kepada guru Mursyid adalah sesuatu yang utama dan pokok, karena hampir seluruh pengajaran tasawuf itu berisi tantang pembinaan akhlak manusia menjadi akhlak yang baik, menjadi akhlak yang mulia sebagaimana akhlak Rasulullah SAW. Seorang murid harus selalu bisa memposisikan (merendahkan) diri didepan Guru, harus bisa melayani Gurunya dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang penulis dapatkan dalam literatur  (http://edisugianto.wordpress.com/2011/09/16/pintu-mahabbatullah/, akses tgl 28 Maret 2013).
Abu yazid al-Busthami terkenal dengan ketinggian adapnya, setiap hari selama bertahun-tahun Beliau menjadi khadam (pelayan) melayani gurunya sekaligus mendengarkan nasehat-nasehat yang diberikan gurunya. Suatu hari Gurunya menyuruh Abu Yazid membuang sampah ke jendela “Buang sampah ini ke jendela”, dengan bingung Abu Yazid berkata “Jendela yang mana guru?“Bertahun-tahun engkau bersamaku, tidakkah engkau tahu kalau dibelakangmu itu ada jendela” Abu Yazid menjawab, “Guru, bagaimana aku bisa melihat jendela, setiap hari pandanganku hanya kepadamu semata, tidak ada lain yang kulihat”.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita Abu Yazid, kalau Abu Yazid tidak pernah memalingkan pandangan dari gurunya, kalau kita masih sempat ber-SMS ria, masih sempat bermain game dan masih sempat ketawa ketiwi. Kalau Abu Yazid tidak pernah tahu dimana letak jendela, kalau kita malah bisa tahu berapa jumlah jendela dirumah Guru sekalian warna gordennya, mungkin juga kita tahu jumlah pot bunga diruangannya.
Merendahkan diri dihadapan guru bukanlah tindakan bodoh, akan tetapi merupakan tindakan mulia, dalam diri guru tersimpan Nur ‘Ala Nurin yang pada hakikatnya terbit dari zat dan fi’il Allah SWT yang merupakan zat yang Maha Positif. Disaat kita merendahkan diri dihadapan guru, disaat itu pula Nur Allah mengalir kedalam diri kita lewat guru, saat itulah kita sangat dekat dengan Tuhan, seluruh badan bergetar dan air matapun tanpa terasa mengalir membasahi pipi.
Ø  Ciri-ciri Orang yang Mahabbatullah[2]
Orang yang mahabbulillah itu dalam menjalankan ibadah tak ubahnya orang yang lagi mabuk kepayang,  lagi majnun jadi tidak ada perasaan lelah bosan dalam beribadah baik pagi siang malam yang diinginkan hanyalah rindu dekat dengan  sang Kholiq. Tak pernah menghiraukan apa kata orang karena dia merasa bahagia dekat dengan Tuhannya.
Barang siapa yang mau melaksanakan hal hal yang fardhu disebabkan cintanya kepada Allah, maka ia termasuk orang yang beruntung dan lebih beruntung lagi orang yang mau mengerjakan hal hal yang fardhu tadi ditambah  dengan mengerjakan sunah sunah nafilah,  orang yang demikian ini bakal menjadi kekasihnya Allah, dia berhak menyandang derajat Al Mahbub minallah, orang yang dicintai Allah.

  1. CARA MENCAPAI TAQWA.
         Ada seorang berkata : “Demi Allah, bagaimana saya bisa menggapai mutiara yang berharga ini dan sampai kepada tingkatan yang mulia.
          Sesungguhnya orang mukmin itu, jika dirangsang dengan perbuatan baik, maka bangkitlah keinginan untuk melakuakannya dan jika ditakut-takuti dengan perbuatan buruk, maka dia pun berusaha menghindarinya. Dan tidak ada kebaikan pada orang yang manakala dicegah (dari perbuatan terlarang), dia tidak menghindarinya dan manakala diperintah (dengan perbuatan baik) tidak terbangkit keinginannya untuk melakukan perintah tersebut.
          Imam Al Ghazali rahimahullah berkata : “Keutamaan jiwa seorang mukmin, hanya ada manakala ditegakkan diatas ketaqwaan, yaitu dengan  kemauan keras ia tinggalkan setiap bentuk kemaksiatan dan memelihara jiwa dari setiap penyimpangan. Jika Anda melakukan yang demikian, niscaya anda menjadi taqwa kepada Allah (takut dengan sebenar-benarnya), melalui kedua mata, lisan, perut, kelamin dan seluruh anggota tubuh. Berarti, anda telah mengendalikan dengan kendali taqwa.”
          Jika Anda bertanya : “ Bagaimana saya bisa menjaga seluruh anggota badan yang lima dari maksiat kepada Allah swt dan bagaimana saya bisa mengendalikannya dengan ketaatan kepada Allah? Maka jawabannya adalah  : “Allah lah pemberi taufiq kepada kita semua”.
         Tentang hal ini, yaitu faktor yang dapat membantu mencapai ketaqwaan, ada lima perkara dalam (http://mahad-ib.blogspot.com/2012/02/hakikat-taqwa-bag-7-cara-mencapai-taqwa.html, akses tanggal 29 Maret 2013) :
  • Mahabbatullah, kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Allah-lah yang menguasai hati seorang hamba. Ia mampu menanggalkan kecintaan hamba terhadap segala sesuatu (selain-Nya) sehingga rela berkorba dalam menempuh (jalan ketaqwaan).
  • Hati Anda harus dapat merasakan adanya pengawasan Allah dan malu kepada-Nya dengan sebenar-benar malu.
  • Anda harus mengetahui segala sesuatu yang ada di jalan maksiat, dan akibat yang ditimbulkannya berupa kerusakan-kerusakan dan penyakit-penyakit.
  • Anda harus mengetahui bagaimana menundukkan hawa nafsu dan menaati Maula (Allah Subhanahu wa Ta’ala)
  • Hendaknya Anda mengetahui tipu daya – tipu daya syaithan berikut ranjau-ranjaunya, dan hendaklah waspada dari bisikan dan tipu muslihatnya.
Ø  Cara Meningkatkan Taqwa
Untuk memperkokoh dan meningkatkan kadar ketakwaan kita kepada Allah, ada beberapa dalam (http://ephaaphril.blogspot.com/2012/02/cara-meningkatkan-taqwa.html, akses tanggal 30 Maret 2013) cara yaitu :
  • Dengan al- mu’ahadah yaitu ingat dengan perjanjian kita kepada Allah swt. Janji itu sering kita ikrarkan, misal ketika kita shalat paling sedikit 17 kali kita berjanji kepada Allah untuk menyembah hanya kepada Allah dan minta pertolongan, bahkan setiap kita membaca surat al-Fatihah ayat 5 : “Kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami mohon pertolongan”. Dengan demikian, setiap kita sudah berjanji untuk menjalankan kehidupan ini dengan sesuatu yang bernilai ibadah dan Allah sesungguhnya menciptakan manusia ini dengan tujuan untuk beribadah kepada-Nya.
  • Dengan al-Muraqabah yaitu merasa dekat kepada Allah swt.
    Hal ini perlu karena orang akan merasakan bahwa dia selalu diawasi oleh Allah dan membuatnya selalu berfikir sebelum berbuat dan tidak berani menyimpang dari jalan yang telah diatur-Nya. Sikap ini mutlak harus dilakukan , karena sebenarnya Allah itu sangat dekat dengan kita, sesuai dengan firman Allah swt dalam surat al-Hadid ayat 4 yang artinya : “Dan Allah bersama kamu dimana saja kamu berada, Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
  •  Dengan al- Muhasabah atau introspeksi diri yang juga merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, apalagi kelak amal manusia akan hitung oleh Allah swt. Karena itu sebelumnya manusia harus menghitung sendiri amal-amalnya agar dia tahu apakah selama ini dia lebih banyak amal shaleh atau amal salah.
  • Dengan al- Mu’aqabah yaitu memberikan sangsi atau menghukum dirinya sendiri bila tidak melakukan hal-hal yang semestinya dilakukan, apalagi jika sampai melakukan maksiat. Perlunya sangsi ini diberlakukan pada diri seseorang muslim, karena akan membatasi jangan sampai mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang lain.
  • Dengan al-Mujahadah yaitu bersungguh sungguh dalam menjalankan ajaran Islam, hal ini karena Islam memang harus dilakukan dengan penuh kesungguhan. Tanpa kesungguhan, sangat sulit seorang dapat melakukan ajaran Islam.
Dengan demikian, ketaqwaan kepada Allah harus kita mantapkan terus karena dengan demikian seorang muslim akan memperoleh kebahagiaan yang hakiki didunia dan akhirat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar